GELORA.ME - Surat rekomendasi pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang dikirimkan Forum Purnawirawan Prajurit TNI tak jadi dibacakan di rapat paripurna DPR RI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (3/7).
Rapat paripurna ke-22 itu lengang. Hanya 71 anggota DPR RI yang hadir secara fisik.
Ketua DPR RI Puan Maharani tak mengungkap alasan surat tak jadi dibacakan di rapat paripurna, namun ia sempat mengaku belum membaca surat tersebut karena baru saja kembali berkantor usai masa reses.
Padahal, surat tersebut sudah dikirimkan ke Sekretariat DPR, DPD, dan MPR RI sejak Senin (2/6).
Sehari sebelum rapat paripurna, anggota Forum Purnawirawan Prajurit TNI menggelar konferensi pers di Kemang, Jakarta Selatan.
Mereka mengancam bakal menduduki gedung DPR/MPR apabila surat tuntutan pemakzulan Gibran tak segera diproses.
"Kalau sudah kita dekati dengan cara yang sopan, tapi diabaikan, enggak ada langkah lagi selain ambil secara paksa. Kita duduki MPR, Senayan sana. Oleh karena itu, saya minta siapkan kekuatan," ujar eks Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.
Dosen hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro menduga ada persekongkolan di tingkat elite DPR untuk meredam isu pemakzulan Gibran.
Menurut dia, semua informasi penting yang sampai ke meja pimpinan DPR semestinya dibacakan di rapat paripurna.
"Ada semacam persekongkolan di mana informasi itu beredar di beberapa orang saja. Ada kemungkinan isi surat itu hanya beredar terbatas di kalangan pimpinan DPR. Padahal, sidang paripurna mengharuskan semua informasi itu mesti disampaikan terbuka, terutama kepada 580 anggota DPR," kata Herdiansyah, Kamis (3/7).
Tak hanya anggota DPR, menurut Herdiansyah publik juga berhak tahu apa isi surat rekomendasi Forum Purnawirawan Prajurit TNI.
Apalagi, isunya tergolong genting, yakni pemakzulan Wapres. Keputusan pimpinan DPR tak membacakan surat rekomendasi itu patut dipertanyakan.
"Kalau kemudian 580 anggota DPR itu tidak semua tahu tentang isi dari surat itu, apa yang mau dibahas. Itu yang saya maksud semacam upaya untuk membatasi informasi agar tidak semua diketahui oleh anggota DPR. Itu kan enggak fair," kata Herdiansyah.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Manunggal Kusuma Wardaya sepakat surat tututan pemakzulan Gibran semestinya dibacakan di rapat paripurna.
Menurut dia, aneh jika pimpinan DPR dan MPR mengklaim belum membaca surat itu.
"Walaupun tidak ada aturan yang menyebut itu wajib dibacakan. Tetapi, kalau surat itu sudah masuk seharusnya, ya. tetap dibacakan," kata Manunggal, Kamis (3/7).
Manunggal menduga elite-elite DPR masih wait and see karena belum mendapat belum mendapat restu dari ketua umum partainya untuk terlibat dalam pemakzulan Gibran.
Ketum-ketum parpol sedang mengulur waktu sembari melihat seberapa kuat dorongan politik untuk memproses pemakzulan Gibran.
"Dalam hal ini, seberapa kuat mereka yang mendukung dan tidak mendukung. Kalau kita melihat secara formal itu kan ada syarat- syaratnya. Massa dihadiri oleh sekian banyak anggota DPR, yaitu 2/3 anggota DPR harus hadir. Saya menduga, biarpun (suratnya) sudah sampai, faksi- faksi di DPR saat ini belum solid," jelas dia.
Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Bakir Ihsan menduga surat rekomendasi pemakzulan Gibran tak dibacakan di rapat paripurna DPR karena Presiden Prabowo Subianto belum memberikan lampu hijau.
Menurut Bakir, Prabowo juga tidak ingin menghabiskan tenaga berselisih dengan Jokowi.
"Presiden Prabowo pasti mempertimbangkan Gibran sebagai anak Jokowi yang punya sumbangsih atas kemenangannya. Prabowo juga pasti membaca suara purnawirawan untuk pemakzulan tidak tunggal," kata Bakir.
Sumber: Alinea
Artikel Terkait
Pengakuan Salah Satu Pemilik Kios di Pasar Pramuka soal Paiman Rahardjo: Dia Spesialis Skripsi
Beathor Akui Pernah Kagumi Jokowi, Kini Dipecat Usai Ungkap Dugaan Ijazah Palsu
Menarik! AHY dan Puan Maharani Disebut Jadi Calon Wapres RI Bila Gibran Dimakzulkan, Pantas Tidak?
Alumni UGM Bergerak Ultimatum Rektor dan Dekan Pamerkan Ijazah Jokowi