GELORA.ME - KPK baru saja bikin gebrakan dengan menangkap pejabat di Provinsi Sumatra Utara (Sumut) pada sebuah operasi tangkap tangan (OTT).
Pada operasi OTT itu, KPK menetapkan lima orang menjadi tersangka, salah satunya adalah Kadis PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting.
Mereka ditangkap penyidik KPK di Mandailing Natal, Sumut, Kamis (26/6/2025) malam.
Mereka diduga korupsi pada proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut terkait pembangunan jalan.
Baca juga: Ikuti Jejak KPK, Kejagung Bisa Menyadap Target Korupsi, Ini Saran Ahmad Sahroni
Publik pun langsung menyorot peran Gubernur Sumut Bobby Nasution, terkait kasus ini.
Apakah menantu mantan Presiden RI Jokowi ini terlibat? Karena selama ini, jika ada seorang kepala dinas yang tertangkap korupsi, biasanya sang kepala daerah juga terseret.
Sebab semua proyek pasti mendapat restu atau izin dari kepala daerah itu, sebagai pemegang anggaran daerah.
Teerkait hal ini, eks Penyidik KPK (2013-2021), Yudi Purnomo, coba menerawangnya.
Menurut Yudi, Topan terkena OTT di saat uang yang ia terima ini masih terbilang sedikit dibanding total uang yang ia mintakan, yakni Rp 8 miliar.
Biasanya dalam pengungkapan kasus korupsi, penyidik akan melakukan penelusuran dana atau follow the money untuk mencari siapa saja yang menjadi tersangka dalam kasus tersebut.
Sama halnya dengan kasus dugaan korupsi di Dinas PUPR Sumut ini.
Atas dasar penelusuran aliran dana itu, maka bukan tak mungkin Bobby Nasution akan diperiksa KPK.
Mengingat statusnya sebagai kepala daerah, yakni Gubernur Sumut.
"Ya bisa jadi akan dipanggil, karena dia adalah kepala daerah, tidak mungkin tidak dipanggil," kata Yudi dalam Program 'Sapa Indonesia Pagi' Kompas TV, Senin (30/6/2025).
Namun, kini justru Yudi lebih mempertanyakan apakah Topan ini mau membuka kasus dugaan korupsi ini selebar-lebarnya.
Atau bahkan menjadi justice collaborator dalam kasus korupsi ini.
Karena Topan merupakan Kadis PU yang punya kendali besar dalam proyek jalan di Sumut.
"Tentu bukan masalah follow the money, tapi masalah apakah Topan ini sebagai Kadis PU akan membuka selebar-lebarnya terkait dengan peristiwa ini untuk menjadi justice collaborator atau tidak," jelas Yudi.
Selain itu Yudi menilai biasanya anggaran daerah paling besar berada di Dinas PU.
Terutama untuk anggaran proyek jalan, karena anggaran ini yang biasanya paling banyak di mark up.
Dan biasanya Dinas PU adalah kaki tangan langsung kepala daerah.
Sehingga perlu ditelusuri, apakah ada keterlibatan kepala daerah dalam kasus korupsi ini, atau memang murni dilakukan oleh Topan sebagai Kadis PU saja.
"Mengenai proyek pembangunan jalan di daerah, kemudian di situ Kepala Dinas PU, itu adalah kaki tangan langsung seorang kepala daerah," ucapnya.
"Sehingga kalau pengalaman saya ketika menangani berbagai kasus OTT di KPK biasanya itu sudah satu paket, kalau kepala daerah kena pasti Kepala Dinas PU kena," lanjutnya.
"Karena anggaran paling besar itu adanya di Dinas PU, dan yang paling banyak bisa menghasilkan korupsi adalah proyek pembangunan jalan, karena itu paling banyak bisa di mark up," ungkap Yudi.
Melansir Tribun Medan, Topan Ginting disebut telah mengatur perusahaan swasta pemenang lelang untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
Menurut Plt Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, Topan menginstruksikan kepada RES selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut yang juga pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek ini untuk menunjuk Dirut PT DNG, KIR, menjalankan proyek pembangunan Jalan Sipiongot Batas Labusel dan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot dengan nilai total kedua proyek Rp 157,8 miliar.
"Seharusnya pihak swasta itu tidak hanya sendirian yang diikutkan," ujarnya.
"Di sini sudah diikutkan saudara KIR sebagai Direktur Utama PT DNG, ini sudah dibawa sama saudara TOP ini, Kepala Dinas PUPR," imbuhnya.
"Kemudian juga TOP ini memerintahkan Saudara RES untuk menunjuk Saudara KIR. Di sini sudah terlihat perbuatannya," kata Asep.
Topan pun diduga akan menerima uang sebesar Rp 8 miliar dari upayanya meloloskan pihak perusahaan pemenang lelang tersebut.
"Kepala Dinas akan diberikan sekitar 4-5 persen dari nilai proyek. Kalau dikira-kira ya dari Rp 231,8 miliar itu, 4 persennya sekitar Rp 8 miliaran ya itu,"ungkap Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).
Asep menjelaskan, uang Rp 8 miliar itu akan diberikan kepada Topan secara bertahap hingga proyek selesai dikerjakan oleh pihak M Akhirun Piliang selaku Dirut PT DNG, yang ditunjuk untuk menjalankan proyek jalan tersebut.
"Tapi nanti bertahap, setelah proyeknya selesai, karena pembayarannya pun termin gitu ya, ada termin pembayarannya,"beber Asep
Sumber: Wartakota
Artikel Terkait
MAKI Minta KPK Segera Periksa Bobby Nasution
Tolak Wacana Pemakzulan Wapres, Jaringan Aktivis Nusantara: Mas Gibran Sah Dipilih Rakyat, Waspada Propaganda Asing!
Tom Lembong Blak-Blakan Ngaku Manut Arahan Jokowi, Begini Pengakuannya di Sidang!
Tom Lembong Ungkap Penugasan Impor Gula Atas Perintah Presiden Jokowi