Menurut Ridlwan, indikasi ini muncul karena jejak digital kedua ancaman bom memiliki keterkaitan dengan wilayah India. Salah satu ancaman dikirim melalui email ke kantor Saudi Airlines di Malaysia, sementara ancaman kedua ditransmisikan melalui VPN radio yang terdeteksi berasal dari Mumbai, India.
“Lalu orang bisa bertanya, kan bisa saja itu orang mau fitnah India? Pelaku ingin memfitnah India supaya kelihatan India berada di balik insiden ini? Mungkin saja,” jelasnya.
Kasus ini kini tengah diselidiki oleh Densus 88 Antiteror Polri dengan bantuan dari FBI. Keterlibatan lembaga investigasi Amerika diperlukan karena pelaku berada di luar negeri dan infrastruktur komunikasi yang digunakan, seperti server email, berbasis di Amerika Serikat.
“Kenapa harus FBI? Karena salah satunya mereka punya perangkat yang lebih advance dan salah satunya juga transmisi emailnya yang kami dengar menggunakan satu web server email yang pusatnya di Amerika Serikat," tandas Ridlwan.
Sementara itu, Pemerintah Indonesia telah menegaskan tidak akan menerima Hambali kembali ke Tanah Air jika ia dibebaskan dari Guantanamo. Hambali diketahui merupakan otak di balik sejumlah aksi teror, termasuk Bom Bali 2002, dan dinilai tetap berisiko tinggi terhadap keamanan nasional.
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Jaksa Agung Mutasi Nurcahyo ke Kajati Kalteng, Ini Profil dan Kasus Besar Nadiem yang Pernah Ditanganinya
Polisi Gadungan Asal Magetan Tipu Perempuan Tuban Rp 170 Juta Lewat Modus Pacaran, Ini Barang Buktinya
Perbedaan Mendasar Kasus Ira Puspadewi dan Tom Lembong: Analisis Lengkap
Muhammad Kerry Bantah Ayahnya Riza Chalid Terlibat Korupsi Pertamina Rp285 Triliun