Jadi Sorotan! Usia Pensiun ASN Diperpanjang: Reformasi Birokrasi atau Ajang Abadi Pegawai Negeri?

- Senin, 26 Mei 2025 | 13:30 WIB
Jadi Sorotan! Usia Pensiun ASN Diperpanjang: Reformasi Birokrasi atau Ajang Abadi Pegawai Negeri?




Korps Pegawai Republik Indonesia atau Korpri mengusulkan batas usia pensiun aparatur sipil negara (ASN) diperpanjang. Selain dikhawatirkan menghambat regenerasi birokrasi, usulan itu menuai sorotan karena berpotensi menambah beban anggaran negara.


GELORA.MEWACANA perpanjangan batas usia pensiun ASN diusulkan Korpri kepada Presiden Prabowo Subianto pada 15 Mei 2025 lewat sepucuk surat bernomor B-122/KU/V/2025.


Surat tersebut ditandatangani Ketua Umum Dewan Pengurus Korpri sekaligus Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Zudan Arif Fakrulloh. 


Dalam surat tersebut, Korpri mengusulkan perpanjangan batas usia pensiun atau BUP diberikan tidak hanya bagi pejabat nonmanajerial. Tetapi juga untuk jabatan manajerial. 


Masa pensiun pejabat manajerial seperti pejabat tinggi utama diusulkan diperpanjang menjadi 65 tahun dari 60 tahun; pimpinan tinggi madya 63 tahun dari 60 tahun; pimpinan tinggi pratama 62 tahun dari 60 tahun; dan pejabat administrator serta pengawas menjadi 60 tahun dari 58 tahun.


Sementara pejabat nonmanajerial seperti pejabat pelaksana, Korpri mengusulkan diperpanjang menjadi 59 tahun dari 58 tahun; pejabat fungsional ahli utama pensiun 70 tahun, pejabat fungsional ahli madya 65 tahun, pejabat fungsional ahli muda 62 tahun, dan pejabat fungsional ahli pertama 60 tahun. 


Perpanjangan BUP, kata Zudan, bertujuan agar mendorong keahlian dan karier pegawai ASN.


Selain dinilai sebagai bentuk penyesuaian terhadap tingkat rata-rata usia harapan hidup penduduk Indonesia yang semakin meningkat.


"Sehingga wajar BUP ASN ditambah, baik yang ada pada jabatan struktural maupun jabatan fungsional," jelas Zudan.


Tak hanya mengusulkan perpanjangan BUP, Korpri juga mengusulkan semua pegawai ASN agar diberi jabatan fungsional sejak awal.


Sementara yang telah berstatus ASN diusulkan diberikan pilihan mengikuti uji kompetensi menjadi pejabat fungsional.


Zudan menilai hal itu penting untuk mendorong ASN menekuni bidang sesuai keahlian dan kebutuhan organisasi.


"Kami dari seluruh ASN sangat berharap Bapak Presiden berkenan untuk memasukkan usulan kami ini dalam pembahasan RUU ASN yang saat ini sedang disiapkan sebagai inisiatif DPR," tulis Zudan dalam surat tersebut. 


Perlukah BUP ASN Diperpanjang?


Peneliti Institute of Governance and Public Affairs Universitas Gadjah Mada (UGM), Arif Novianto menyebut usulan Korpri terkait perpanjangan BUP ASN perlu dilihat secara kritis.


Hal tersebut, terutama dalam kerangka reformasi birokrasi yang harus berorientasi pada transformasi kelembagaan, efisiensi, dan peningkatan kualitas layanan publik.


Arif mengatakan bahwa motif utamanya adalah mempertahankan tenaga ahli yang masih dibutuhkan —terutama di jabatan fungsional strategis— usulan perpanjangan BUP itu masuk akal.


Namun apabila diterapkan secara menyeluruh, apalagi tanpa evaluasi kelembagaan yang mendalam, ia khawatir justru berisiko menghambat peremajaan birokrasi. 


"Salah satu tantangan besar birokrasi kita adalah budaya kerja yang kaku, hirarkis, dan kurang adaptif. Jika perpanjangan usia pensiun tak dibarengi dengan transformasi pola kerja dan sistem evaluasi kinerja, maka kebijakan ini bisa menjadi kontra-produktif terhadap semangat reformasi itu sendiri,” jelas Arif pada Jumat 23 Mei 2025.


Tak hanya itu, Arif menyebut perpanjangan BUP ASN juga berpotensi menghambat regenerasi birokrasi.


Sehingga, menurutnya, perlu dilakukan kajian mendalam sebelum kebijakan itu diambil.


Apalagi di tengah kondisi bonus demografi saat ini, ketika jumlah usia produktif sedang tinggi. 


Arif menilai perpanjangan BUP ASN sebaiknya bersifat selektif dan berbasis kebutuhan strategis.


Misalnya hanya diberikan untuk jabatan fungsional tertentu—seperti peneliti, perencana, dosen, atau tenaga medis—yang memang memerlukan keahlian mendalam serta waktu panjang untuk membentuk kompetensinya. 


Apabila perpanjang BUP ASN itu dilakukan secara menyeluruh, menurut Arif tidak hanya berpotensi menghambat regenerasi birokrasi. 


Tapi juga berpotensi menambah beban anggaran negara. Padahal negara sedang mendorong efisiensi dan digitalisasi birokrasi.


“Jangan sampai demi mempertahankan kepentingan jangka pendek kelompok tertentu, justru mengorbankan prinsip keberlanjutan anggaran dan keadilan generasi,” jelasnya.


Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Bahtra Banong juga menyampaikan pendapat senada.


Ia menekankan pentingnya ASN memiliki regenerasi yang baik dan diisi fresh graduate yang memiliki kompetensi demi memperbaiki sistem pelayanan terhadap masyarakat. 


"Bukan berarti yang lama tidak bisa melakukan pelayanan maksimal, tetapi tentu kan juga butuh regenerasi," jelas Bahtra di Kompleks Parlemen DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat 23 Mei 2025.


Murni Usulan Korpri 


Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Rini Widyantini saat dikonfirmasi menyebut perpanjangan BUP ASN ini murni usulan Korpri. 


"Sampai saat ini, Korpri belum melakukan koordinasi dengan KemenPANRB sehingga usulan ini masih murni dari Ketua Korpri,” kata Rini.


Rini menilai usulan Korpri itu memang harus dikaji secara mendalam agar tidak mengganggu sistem karier yang sudah berjalan.


Selain juga agar tidak berpotensi menimbulkan tekanan pada ketersediaan anggaran negara dan regenerasi ASN.


Ia menjelaskan penentuan BUP pegawai ASN harus mempertimbangkan berbagai aspek secara menyeluruh.


Seperti produktivitas, pembinaan karier, pengembangan kompetensi, dan faktor lainnya dalam manajemen ASN.


Saat ini, Rini menilai sistem rekrutmen ASN sudah berjalan dengan baik. Regenerasi dalam birokrasi menurutnya juga sudah memperhatikan masa produktif pegawai secara berkelanjutan.


“Sekali lagi usulan tersebut perlu dikaji secara hati-hati dan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan dengan memperhatikan aspek secara lebih holistik,” katanya. 


Sumber: Suara

Komentar