Tanggapan Pengamat
Peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi mengatakan, rencana pergantian Dirjen Bea dan Cukai dari unsur TNI memperkuat tren masuknya figur aktif atau purnawirawan militer ke dalam jabatan-jabatan sipil strategis.
“Fenomena ini tentu menimbulkan pertanyaan serius terkait netralitas birokrasi, profesionalisme teknokratik, dan semangat reformasi administrasi publik dan reformasi birokrasi,” tutur Badiul, Senin (19/5).
Ia menambahkan bahwa risiko yang mungkin terjadi adalah militerisasi birokrasi sipil, yang dapat menghambat prinsip meritokrasi dan profesionalisme ASN.
Selain itu, dikhawatirkan akan terjadi tumpang tindih antara fungsi pertahanan dan administrasi publik, terlebih ketika ruang komando digunakan dalam ruang yang seharusnya partisipatif.
Badiul juga menyoroti kekhawatiran akan adanya pelemahan lembaga sipil dan demokrasi jika posisi strategis terus-menerus diisi oleh figur non-sipil tanpa proses seleksi yang terbuka dan akuntabel.
“Karena itu, penting untuk menjaga agar penunjukan seperti ini tidak menjadi pola permanen, melainkan tetap mempertimbangkan kompetensi sektoral, integritas, dan komitmen pada prinsip-prinsip good governance,” jelasnya.
Badiul berharap, Dirjen Bea dan Cukai yang baru nantinya mampu menangani tidak hanya aspek pengamanan dan kedisiplinan, tetapi juga pengelolaan tarif dan kebijakan perdagangan luar negeri, penerimaan negara non-migas yang sangat signifikan sekitar Rp 300 triliun hingga Rp 400 triliun per tahun, modernisasi sistem pelayanan dan pengawasan kepabeanan, serta pemulihan kepercayaan publik pasca berbagai dugaan kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
“Tentu teknokrasi fiskal sangat berbeda dengan dunia intelijen atau militer,” sambungnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa salah satu tantangan utama bagi Dirjen Bea dan Cukai yang baru adalah pemulihan citra dan integritas institusi.
Hal ini menjadi mendesak mengingat kepercayaan publik telah tergerus akibat kasus korupsi dan gaya hidup mewah sejumlah pejabatnya.
Untuk memulihkan citra Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, menurut Badiul, diperlukan audit internal menyeluruh, reformasi sistem pengawasan, serta penerapan sikap tegas tanpa toleransi terhadap setiap bentuk pelanggaran guna mengembalikan kepercayaan masyarakat.
“Perkuat pengawasan dan penegakan hukum, penyelundupan dan praktik ilegal masih marak, modernisasi sistem pelayanan, digitalisasi, dan simplifikasi untuk pelaku usaha dan masyarakat,” tandasnya.
Sumber: Kompas
Artikel Terkait
Prabowo Kesal Terus Digelendotin Jokowi, Benarkah Hubungan Mereka Retak?
Serakahnomics: Ancaman Penjajahan Gaya Baru yang Wajib Kita Lawan Bersama!
Gaji DPR Cair Seumur Hidup, Prof Faisal Santiago: Ini Bentuk Ketidakadilan!
Jokowi Didesak Tak Ganti Kapolri, Benarkah Upaya Giring Opini Publik untuk Prabowo?