Sosok Dokter Aaron, Amputasi Lengan Korban Reruntuhan Ponpes Al Khoziny demi Selamatkan Nyawa

- Sabtu, 04 Oktober 2025 | 15:05 WIB
Sosok Dokter Aaron, Amputasi Lengan Korban Reruntuhan Ponpes Al Khoziny demi Selamatkan Nyawa



GELORA.ME  - Sosok dr Aaron Franklyn Suaduon Simatupang, dokter TNI yang melakukan proses amputasi terhadap korban ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Insiden bangunan mushola Ponpes Al Khoziny roboh yang terjadi pada Senin (29/9/2025) lalu, menewaskan 14 orang. 

Data sementara Jumat (3/10/2025) malam, tercatat ada 117 orang korban ditemukan, 103 di antaranya merupakan korban selamat.

Kini, proses evakuasi terhadap para korban yang masih hilang di balik reruntuhan terus diupayakan.


Dalam proses evakuasi, terdapat momen dramatis yang dialami tim pencarian. Termasuk dokter yang membantu operasi amputasi Nur Ahmad (NA), korban selamat insiden ambruknya Ponpes Al Khonizy. 

Nur Ahmad, remaja berusia 16 tahun itu adalah, seorang santri Ponpes Al Khoziny yang terjebak di bawah reruntuhan bangunan.

Saat itu, Nur Ahmad berada dalam posisi sulit. Tangannya tertindih bongkahan beton musala yang ambruk. 

Evakuasi NA dihadapkan pada dua pilihan, yakni pertama, menunggu beton diangkat dengan resiko korban semakin banyak kehilangan darah. Selanjutnya pilihan kedua, adalah amputasi di lokasi. 

Karena berbagai pertimbangan, maka opsi amputasi diambil untuk menyelamatkan nyawa Ahmad. 


Tangan Ahmad terpaksa diamputasi dokter dari Tentara Nasional Indonesia (TNI), yakni dr Aaron Franklyn Suaduon Simatupang.


Sosok Dokter Aaron

Tak banyak informasi mengenai Dokter Aaron di media online. 

Berdasarkan penelusuran, Dokter Aaron di bawah supervisi Dokter Larona Hydravianto Spesialis Ortopedi dan Traumatologi RSUD Notopuro Sidoarjo.


Dikutip dari Surya.co.id, Dokter Aaron lahir di Jayapura, Papua, pada 29 Januari 1994.


Pria berusia 31 tahun ini, pernah menempuh dan menyelesaikan pendidikan S2 di Program Studi (Prodi) Ilmu Hukum, Universitas Pembangunan Panca Budi. 

Namun, perlu diketahui informasi kelahiran dan pendidikan dr Aaron tersebut, berasal dari pencarian Google dan belum mendapatkan konfirmasi dari dokter Aaron. 

Lakukan Proses Amputasi Korban Runtuhnya Ponpes Al Khoziny
Pada Senin (29/9/2025) malam, tampaknya menjadi cerita tak terlupakan bagi Dokter Aaron.

Saat itu, Dokter dari TNI ini mempertaruhkan nyawanya demi selamatkan korban yang tertimpa reruntuhan Ponpes Al Khoziny. 

Ia merayap masuk ke celah puing reruntuhan bangunan demi menyelamatkan NA (Nur Ahmad). 

NA ada dalam posisi sulit. Tangannya tertindih bongkahan beton Musala yang ambruk. Hingga diputuskan untuk melakukan amputasi terhadap korban di lokasi.

Dokter Aaron mengambil resiko melakukan amputasi darurat di lokasi yang sebenarnya juga membahayakan dirinya.

"Pikiran saya, sudah siap mati sama pasien kalau bangunan itu runtuh. Karena itu sangat berbahaya, salah gerak sedikit ambruk," kata Dokter Aaron kepada awak media di RSUD Notopuro Sidoarjo, Kamis (2/10/2025) malam, dilansir TribunJatim.com.

Menurut dr Aaron, ada banyak tim yang turun saat itu. Namun karena sulitnya Medan, maka mereka berbagi pos.


Dokter Aaron, anggota tim dari Dokter Larona Hydravianto Spesialis Ortopedi dan Traumatologi RSUD Notopuro Sidoarjo ini, memutuskan menyelamatkan korban yang terancam kehilangan banyak darah lantaran siku lengan kiri sudah tertindih beton bangunan.

Tindakan amputasi tak langsung dilakukan begitu saja. Opsi amputasi diambil setelah memastikan kondisi.

Dokter Aaron sempat berdiskusi dengan tim yang terdiri dari tim dokter senior. 

Persiapan matang menjadi pertimbangan utama. Setelah dirasa memungkinkan, maka tindakan dilakukan. 

Diceritakan dr Aaron, proses operasi amputasi sekitar 10 menit. 

Dokter Aaron bersyukur pasien berhasil dievakuasi, distabilisasi dan selanjutnya dirujuk ke rumah sakit. 

"Kita bawa keluar itu less tidak banyak yang darah yang keluar," ungkapnya. 


Hal senada disampaikan Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi RSUD RT Notopuro Sidoarjo, dr. Larona Hydravianto.

Larona mengungkapkan soal keputusan amputasi tangan Ahmad dilakukan langsung di bawah reruntuhan mushala Ponpes Al Khoziny. 

Menurut Larona, tindakan itu merupakan upaya penyelamatan nyawa karena kondisi korban terjepit beton.

“Jadi memang ini sesuatu yang sangat berat ya secara pertimbangan. Kita harus melakukan amputasi atau menghilangkan bagian tubuh. Tapi ada prinsip life saving is number one. Nyawa menjadi prioritas pertama dibanding anggota tubuhnya,” kata Larona, Jumat (3/10/2025).

Sebelumnya, Direktur Utama RSUD R.T. Notopuro, Dokter Atok Irawan mengatakan, terpaksa amputasi lengan kiri korban saat proses evakuasi, meski ada pihak keluarga yang protes. 

"Sempat yang diamputasi di tempat, keluarga sempat protes, enggak setuju. Ya gimana kalau kondisi darurat, sempat nanya 'Siapa yang mengizinkan?'," kata Atok, di RSUD R.T. Notopuro, Selasa (30/9/2025). 

Namun, berkat penjelasan dokter, pihak keluarga pun menerimanya.

"Untungnya dokter kami menjelaskan dengan lembut, dengan sabar, alhamdulillah bisa menerima. Karena situasinya sempit, ini juga sebenarnya membahayakan jiwa nakes kami," tambahnya. 

Selanjutnya, dokter yang bertugas langsung melakukan penanganan pertama setelah proses amputasi. Korban dibawa untuk mendapatkan perawatan di RSUD R.T. Notopuro.

"Jadi tetap pertolongan, (korban) dibius di sana, lukanya (amputasi) ditutup cuma akhirnya dilakukan pembersihan lagi, dijahit ulang sampai pukul 01.30 WIB baru selesai," ucap Atok.


Cerita Korban yang Tangannya Terpaksa Diamputasi

Sementara itu, Nur Ahmad (16), santri yang menjadi korban ambruknya bangunan musala di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, mengaku tidak mampu melarikan diri setelah sejumlah batu dan beton menimpa tubuhnya.

Diceritakan Nur Ahmad, awalnya ia tidak merasakan tanda-tanda kejanggalan sebelum bangunan tiga lantai ambruk saat salat Asar pada Senin (29/9/2025).

Namun, tiba-tiba musala Ponpes Al Khoziny  runtuh dan menimpa para santri. 

"Rakaat kedua kejadiannya. Langsung jatuh betonnya,” kata Ahmad saat dirawat di RSUD RT Notopuro Sidoarjo, Jumat (3/10/2025).

Kondisi itu, menyebabkan lengan kirinya tertimpa beton dan tidak lagi bisa digerakkan.

“Enggak bisa (menyelamatkan diri), langsung kena tangan. Enggak (tahu sebelah ada siapa), enggak melihat mukanya. Jadi waktu ruku, langsung tiarap setelah ada reruntuhan,” ujarnya.

Saat terjebak, Ahmad berusaha bertahan hingga mendengar suara petugas evakuasi. 

Ia langsung berteriak meminta tolong hingga dilakukan proses evakuasi.

Sumber: Tribunnews 

Komentar