Popularitas Soros memuncak pada September 1992. Kala itu, ia bersama Quantum Fund menjual miliaran pound sterling menggunakan dana pinjaman, lalu membeli kembali setelah nilai mata uang Inggris anjlok.
Strategi ini membuatnya meraup untung sekitar 1 miliar dollar AS dan mendapat julukan “orang yang menghancurkan Bank of England.”
Namun, tidak semua spekulasi Soros berjalan mulus. Pada 1994, ia menderita kerugian besar akibat salah prediksi terhadap nilai tukar yen Jepang.
Bahkan, pada Februari tahun yang sama, dana kelolaannya sempat merosot ratusan juta dollar hanya dalam sehari.
Krisis Ekonomi Asia 1997
Nama Soros kembali mencuat saat krisis finansial Asia 1997. Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, menudingnya sebagai penyebab kejatuhan ringgit.
Meski begitu, catatan menunjukkan dana Soros justru ikut merugi miliaran dolar dalam krisis tersebut.
Ia sempat bangkit lewat keuntungan dari saham internet pada 1999, meski kemudian berinvestasi lebih hati-hati setelah gelembung teknologi pecah pada 2000.
George Soros juga pernah berurusan dengan hukum. Pada 2002, ia dijatuhi denda sebesar 2,2 juta euro (sekitar 2,9 juta dolar AS) oleh pengadilan Prancis karena kasus insider trading terkait saham Société Générale pada 1988. Upaya bandingnya ditolak pada 2006.
Beberapa tahun kemudian, Soros memutuskan Quantum Fund tidak lagi mengelola dana pihak luar, melainkan hanya mengurus aset pribadi dan keluarganya.
Belum lama ini, George Soros juga dituding Presiden AS Donald Trump sebagai salah satu dalang kerusuhan di negaranya yang terjadi beberapa waktu lalu.
Trump bahkan mengancam akan memenjarakan George Soros dan anaknya dengan Undang-Undang Racketeer Influenced and Corrupt Organizations (RICO), aturan federal yang biasa digunakan untuk menindak jaringan kejahatan terorganisir.
Mengenal David Rockefeller
David Rockefeller, cucu pendiri Standard Oil sekaligus konglomerat asal Amerika Serikat, John D. Rockefeller, wafat pada 20 Maret 2017 dalam usia 101 tahun.
Namanya tercatat sebagai miliarder tertua di daftar orang terkaya dunia versi Forbes pada tahun tersebut, dengan total kekayaan mencapai 3,3 miliar dolar AS.
Selain dikenal sebagai pewaris dinasti Rockefeller, David juga pernah aktif di dunia intelijen.
Ia bertugas di Afrika Utara dan Prancis sebagai bagian dari intelijen militer pada masa Perang Dunia II.
Setelah keluar dari dinas militer, David memimpin Chase National Bank selama bertahun-tahun dan dikenal luas sebagai seorang filantropis.
Salah satu kontribusi besarnya adalah donasi senilai 150 juta dolar AS kepada Museum Seni Modern New York, lembaga yang didirikan ibunya.
Mantan Wali Kota New York sekaligus sahabatnya, Michael Bloomberg, pernah mengatakan, “Tidak ada sosok lain yang memberi sumbangan lebih besar bagi dunia bisnis dan kehidupan sipil New York selama periode panjang selain David Rockefeller.”
Sumber: Kompas
Artikel Terkait
Said Didu Beberkan Alasan Jokowi Disebut Biang Kerok IKN, Ini Faktanya!
BPK Didesak PKS Audit Proyek Whoosh: Kerugian Negara atau Cuma Polemik?
Purbaya Berani Bilang: Hanya Prabowo yang Saya Patuhi, Pihak Lain Saya Tidak Peduli!
Xpose Trans7 Dilaporkan ke Polisi: Dituding Hina Santri dan Kiai, Terancam UU ITE