Jokowi, Gibran, Anwar Usman: Nepotisme, Omon-Omon, dan Ancaman Estafet Kekuasaan!

- Selasa, 19 Agustus 2025 | 15:35 WIB
Jokowi, Gibran, Anwar Usman: Nepotisme, Omon-Omon, dan Ancaman Estafet Kekuasaan!

Namun hampir dua tahun berlalu, kasusnya tak kunjung diproses. 


Bandingkan dengan laporan Jokowi terhadap 12 orang terlapor soal dugaan ijazah palsu—baru dilaporkan pada 30 April 2025, tetapi sudah naik ke tahap penyidikan. 


Kontradiksi ini memperlihatkan betapa hukum berjalan timpang ketika menyangkut kepentingan politik Jokowi.


Secara kausalitas hukum (Plato, Aristoteles, Immanuel Kant), Gibran patut dikategorikan sebagai pelaku bersama (pleger atau doen pleger) dalam delik nepotisme. 


Dan karena delik ini termasuk delik umum, seharusnya aparat penyidik mengembangkan kasusnya tanpa pandang bulu dengan mekanisme due process of law.


Semua fakta ini memperlihatkan benang merah: Gibran memang sengaja dipersiapkan untuk melanjutkan estafet kekuasaan Jokowi menuju Pilpres 2029


Jokowi sendiri sudah menyiapkan modal politik, menanam kroni di lingkaran kekuasaan, dan menguasai jaringan partai-partai PENGPENG (penguasa dan pengusaha).


Kini, kunci ada di tangan Presiden Prabowo Subianto. Akankah ia berdiam diri, membiarkan panggung politik nasional diarahkan untuk melanggengkan “cita-cita 3 periode” Jokowi melalui Gibran? 


Atau justru bertindak, menegakkan konstitusi, dan melindungi bangsa dari estafet kekuasaan yang lahir dari nepotisme?


Prabowo pernah menyebut gagasan tiga periode sebagai “omon-omon”. Jika ia benar murid Jokowi, ia bisa saja mengamini arah politik itu.


Namun jika ia seorang negarawan sejati, maka dialah satu-satunya benteng yang tersisa untuk mencegah bangsa ini jatuh ke dalam jerat oligarki nepotistik.


Karena itu, publik menunggu sikap Presiden. Apakah ia akan membiarkan dirinya hanya menjadi “penyewa sementara” kursi RI-1, atau benar-benar menunaikan mandat luhur konstitusi sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945: melindungi, mensejahterakan, dan mencerdaskan bangsa.


Dan waktu Prabowo tidak banyak. Mr. President, please don’t be late. ***

Halaman:

Komentar