GELORA.ME - Pernahkah kamu punya teman yang hidupnya sederhana banget pakaiannya biasa, gaya hidupnya sederhana, bahkan kalau nongkrong di kafe selalu milih menu paling murah?
Tapi beberapa tahun kemudian kamu kaget saat tahu dia sudah punya rumah dua lantai, bisnis yang jalan, atau bahkan keliling dunia.
Fenomena ini sering kita lihat di komunitas Tionghoa, begini cara orang Tionghoa menabung sampai bisa kaya raya.
Awalnya mungkin kamu mengira dia dapat warisan. Tapi setelah lebih dekat, ternyata dia mulai dari nol.
Bedanya, dia punya cara mengatur uang yang sangat berbeda dari kebanyakan orang.
Mereka jarang pamer, jarang heboh, tapi diam-diam membangun kekayaan yang stabil, bahkan bukan hanya untuk diri mereka sendiri, tapi juga untuk anak cucu mereka.
Yang menarik, strategi mereka ini jarang diajarkan di sekolah.
Kita tumbuh dengan pepatah "rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya", tapi praktiknya banyak yang begitu gajian langsung habis buat kebutuhan sehari-hari plus kebutuhan pamer.
Sementara banyak orang Tionghoa menganggap tabungan bukan sekadar simpanan, melainkan senjata.
“Tabungan adalah senjata, bukan sekadar simpanan. Mereka enggak cuma mikirin bagaimana biar aman, tapi bagaimana biar maju,”ujar narator.
Lalu, apa saja rahasia mereka? Berikut tujuh prinsip utama yang bisa kita pelajari.
1. Menabung Bukan untuk Aman, Tapi untuk Maju
Banyak orang menabung hanya sebagai dana darurat. Orang Tionghoa melihatnya lebih jauh: tabungan adalah amunisi untuk menyerang ketika peluang datang.
“Kalau habis buat hal yang enggak penting, lu bakal datang ke medan perang tanpa senjata. Tapi kalau lu kumpulin dan siapin peluru, begitu ada kesempatan emas, lu langsung bisa nembak tanpa ragu,”ungkap narator.
Contoh sederhananya, saat ada ruko dijual murah karena pemilik butuh uang cepat. Mereka yang punya tabungan siap bisa langsung ambil kesempatan itu, dan aset tersebut bisa jadi sumber pemasukan pasif selama puluhan tahun.
2. Mengutamakan Arus Kas, Bukan Sekadar Simpanan
Mereka tahu bahwa uang yang hanya diam di rekening akan kalah oleh inflasi. Karena itu, begitu tabungan terkumpul, uang diarahkan ke aset atau usaha yang bisa menghasilkan aliran kas rutin.
“Simpan untuk mengalirkan uang. Bukan cuman menumpuk uang,”jelas narator.
Misalnya, keuntungan dari toko kecil dipakai bukan untuk belanja konsumtif, tapi menambah stok, membeli kulkas, hingga membuka cabang baru.
Hasilnya, arus kas terus mengalir tanpa harus kerja mati-matian.
3. Utang sebagai Alat, Bukan Beban
Banyak orang takut utang, tapi orang Tionghoa melihat utang sebagai kendaraan percepatan—asal digunakan dengan benar.
“Kalau utang itu bisa membayar dirinya sendiri, maka itu alat. Kalau utang itu bikin lu harus kerja lebih keras untuk bayar, maka itu jebakan,”ujar narator.
Utang konsumtif seperti cicilan gadget hanya jadi beban. Tapi utang produktif, misalnya beli ruko strategis yang cicilannya tertutup oleh uang sewa, bisa berubah menjadi aset bernilai miliaran dalam beberapa tahun.
4. Hidup Sederhana Meski Penghasilan Naik
Kesalahan banyak orang adalah menaikkan gaya hidup seiring naiknya gaji. Orang Tionghoa justru menahan diri: penghasilan ekstra dipakai mempercepat pertumbuhan aset.
“Bukan berarti enggak mampu pindah rumah, tapi dia tahu kalau uang ekstra itu bisa dipakai buat beli ruko sendiri sehingga dia enggak perlu bayar sewa lagi di masa depan,”jelas narator.
Mereka lebih memilih menunda kesenangan sekarang demi kebebasan finansial di masa depan.
5. Literasi Keuangan Sejak Kecil
Perbedaan besar lainnya ada di pendidikan. Literasi finansial diajarkan sejak anak-anak, bukan menunggu dewasa.
“Buat mereka ngajarin anak, cara menghitung kembalian aja belum cukup. Yang penting adalah membentuk mindset tentang uang sejak anak belum dewasa,”jelas narator.
Anak-anak diajari menyisihkan uang jajan, bahkan diberi kesempatan mengelola etalase kecil di toko keluarga agar mereka paham konsep untung-rugi sejak dini.
6. Jaringan dan Kerja Sama
Banyak usaha Tionghoa tumbuh cepat karena mengandalkan ekosistem bisnis yang saling menguatkan.
“Dengan cara ini, peluang yang sebelumnya kelihatan terlalu besar untuk satu orang jadi terbuka lebar karena kekuatan kolektif,”ungkap narator.
Mereka sering patungan modal untuk ambil peluang besar, atau membuka usaha yang saling melengkapi. Hasilnya, pertumbuhan jadi lebih cepat dibanding bergerak sendirian.
7. Menabung dengan Tujuan Jelas
Bagi mereka, tabungan bukan sekadar angka di rekening, tapi setiap rupiah punya “alamat”.
“Kalau lu nabung buat sesuatu yang jelas, lu justru jadi lebih semangat ngumpulin. Karena setiap kali masukin uang, lu ngerasa satu langkah lebih dekat sama tujuan lu,”ungkap narator.
Ada yang khusus menabung untuk buka toko, ada yang untuk beli properti, atau untuk biaya pendidikan anak. Tujuan inilah yang membuat mereka lebih disiplin.***
Sumber: hops
Artikel Terkait
Tampak Dicampakkan Prabowo! IKN Lanjut Apa Engga? Tanya Basuki Hadimuljono
Gaji DPR Disebut Rp3 Juta per Hari, Puan Maharani: Bukan Naik Gaji, Cuma Uang Rumah!
Prosedur Aneh, Tim Keamanan Rusia Disebut Bawa Koper Kotoran Putin
Pemerintah Akan Naikkan Iuran BPJS Kesehatan Secara Bertahap, Disesuaikan dengan Daya Beli