Visi Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai simbol pembangunan berkelanjutan dan kota hutan rendah karbon kini menghadapi tantangan besar.
Bukan dari luar, tetapi dari dalam: praktik tambang ilegal yang telah berlangsung bertahun-tahun tepat di wilayah jantung proyek nasional tersebut.
Koalisi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia menyebut terbongkarnya 351 kontainer batubara ilegal oleh Bareskrim Polri sebagai bukti nyata gagalnya sistem pengawasan pertambangan di Indonesia.
Lebih dari sekadar kejahatan sumber daya alam, temuan ini menyibak borok pengelolaan negara atas sektor minerba.
“Ini bukan sekadar kasus tambang ilegal, tapi cermin dari rapuhnya pengawasan negara dalam mengelola sektor minerba. Bagaimana mungkin aktivitas sebesar ini luput dari pantauan? Siapa saja yang selama ini membiarkan?” kata Adzkia Farirahman, peneliti PWYP Indonesia, dalam keterangan pers, dikutip Kamis, 24 Juli 2025.
Aktivitas tambang ilegal itu bahkan terjadi di dua titik sensitif: kawasan inti IKN dan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto—lahan konservasi yang seharusnya dilindungi.
Lebih mencengangkan lagi, operasi itu telah berlangsung sejak 2016 tanpa terendus.
PWYP memperkirakan kerugian negara akibat tambang ilegal ini mencapai Rp 5,7 triliun, mencakup deplesi sumber daya batubara sebesar Rp 3,5 triliun dan kerusakan hutan senilai Rp 2,2 triliun.
Bagi PWYP, kerugian sebesar ini mustahil terjadi tanpa ada celah besar dalam sistem pengawasan.
“Pernyataan tersebut justru memperkuat dugaan bahwa tambang ilegal dibiarkan selama ini karena tidak masuk radar pengawasan,” lanjut Azil, menanggapi pernyataan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia bahwa pengawasan Kementerian ESDM hanya mencakup tambang berizin.
Ia juga menyoroti bagaimana dokumen legal dari perusahaan pemegang Izin Usaha Produksi (IUP) seperti PT MMJ dan PT BMJ digunakan untuk menyamarkan batubara ilegal agar tampak sah.
Ini, kata PWYP, menandakan kemungkinan keterlibatan pihak-pihak resmi.
“Kami mendesak agar penegakan hukum tidak berhenti di tiga tersangka. Siapa yang menyediakan dokumen? Siapa yang meloloskan pengiriman di pelabuhan? Dan siapa yang menerima manfaatnya di hilir?” tegas Buyung Marajo, Koordinator Pokja 30 Kaltim.
Buyung juga mengkritik lambatnya respons aparat daerah dan lembaga terkait, termasuk Satgas Penanganan Tambang Ilegal yang dibentuk sejak 2023.
"Kalau bukan Bareskrim yang bergerak, mungkin kasus ini tetap gelap. Ini menimbulkan kecurigaan publik soal ada-tidaknya pembiaran terstruktur,” ujarnya.
Meski Satgas dibentuk dengan misi melindungi kawasan IKN dari praktik tambang liar, fakta bahwa aktivitas itu tak terdeteksi selama hampir satu dekade membuat efektivitas Satgas dipertanyakan.
“Satgas ini nyaris tak terlihat dampaknya. Kalau benar bekerja, mengapa tambang ilegal skala besar ini tak terdeteksi?” kritik Buyung lagi.
Dampak ekologis dari penambangan di kawasan konservasi juga menjadi sorotan. Menurut Azil, hal itu mengancam komitmen Indonesia dalam transisi energi bersih dan memperparah krisis iklim.
“Bagaimana bisa kita bicara soal kota hutan netral karbon 2045 jika kawasan konservasi justru dikeruk sejak sebelum IKN berdiri?” ujarnya.
"Tahura bukan sekadar kawasan hijau, tapi penyangga ekosistem penting yang harus dilindungi," tegasnya.
Sebagai tindak lanjut, PWYP mendesak sejumlah langkah konkret, termasuk audit menyeluruh terhadap perusahaan tambang di sekitar IKN dan Tahura, evaluasi total Satgas, penguatan pengawasan digital, serta pelibatan masyarakat sipil dalam proses pengawasan.
Bagi PWYP, pengungkapan kasus 351 kontainer ini harus menjadi momentum bersih-bersih sektor pertambangan—bukan hanya menangkap pelaku lapangan, tetapi juga mengungkap siapa yang berdiri di baliknya.
"Karena, seperti yang mereka tekankan, pertanyaannya masih menggantung: ada siapa di baliknya?"
Sumber: suara
Foto: Batu bara dari tambang ilegal di Kawasan IKN. [Ist]
Artikel Terkait
Sampai Temannya Memohon, Jokowi Tak Pernah Mau Masuk Grup WA Alumni
Tampang 2 Emak-emak Otak Penipuan Kontrakan Fiktif di Bekasi, Korbannya 77 Orang Kerugian 7,5 Miliar
Siapa Dalang di Balik Fenomena Sound Horeg? Ini Kisah Edi Sound, Maestro dari Jatim
Jokowi Sebut Ada Orang Besar Back-up Isu Ijazah Palsu hingga Pemakzulan: Semua Sudah Tahu