Sekolah Swasta Melawan Sekolah Elite: Membongkar Ketimpangan Dunia Pendidikan

- Rabu, 11 Juni 2025 | 16:45 WIB
Sekolah Swasta Melawan Sekolah Elite: Membongkar Ketimpangan Dunia Pendidikan

Dengan membayar ratusan juta per tahun, para orang tua dari kelas menengah atas tidak hanya membeli pendidikan, tapi juga membeli “masa depan”, dalam bentuk koneksi, prestise, dan peluang karier. Di sisi lain, siswa dari sekolah swasta biasa, meskipun cerdas dan gigih, kerap menghadapi diskriminasi simbolik dalam akses ke universitas favorit, beasiswa luar negeri, atau pekerjaan prestisius.


Ketimpangan yang Disistematisasi


Sistem zonasi yang diberlakukan untuk sekolah negeri tidak berlaku untuk sekolah swasta atau sekolah internasional. Hasilnya adalah segmentasi pendidikan yang makin tajam: sekolah negeri untuk warga lokal yang beruntung masuk zonasi, sekolah swasta untuk kalangan menengah, dan sekolah elite untuk kaum berada. 


Bahkan dalam seleksi masuk perguruan tinggi, siswa dari sekolah internasional atau elite kerap memiliki keunggulan karena sistem seleksi yang masih bias terhadap capaian akademik formal dan sertifikasi internasional.


Fakta ini diperkuat oleh riset dari SMERU Research Institute (2022), yang menyatakan bahwa siswa dari sekolah internasional memiliki peluang 3,5 kali lebih besar diterima di universitas luar negeri dibandingkan siswa dari sekolah swasta biasa, meskipun nilai akademik setara.


Melawan Ketimpangan, Membangun Kesetaraan


Apakah ini berarti sekolah swasta biasa tidak punya harapan? Tidak. Justru saatnya sekolah swasta menegaskan peran strategisnya sebagai alternatif pendidikan yang berakar pada nilai, kedekatan komunitas, dan semangat pembebasan. Ini bukan sekadar soal menaikkan citra, tapi memperkuat kapasitas: peningkatan mutu guru, integrasi teknologi, hingga pendekatan pedagogi yang kontekstual dan transformatif.


Di sisi lain, negara harus hadir. Tidak cukup hanya menggelontorkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tapi juga mereformasi sistem evaluasi dan akreditasi yang masih bias terhadap kapital. Pemerintah harus mengintervensi dominasi sekolah elite dengan regulasi yang menjamin keadilan, termasuk transparansi kurikulum, sertifikasi guru asing, dan pengenaan pajak pendidikan yang adil.


Penutup


Pertarungan antara sekolah swasta dan sekolah elite bukanlah semata persaingan pasar, tapi cermin dari kesenjangan sosial yang makin melebar. Bila pendidikan dibiarkan tunduk pada logika komoditas, maka sekolah bukan lagi ruang pembebasan, melainkan arena reproduksi privilese. 


Sudah saatnya kita merumuskan ulang arah pendidikan: dari sekadar prestise menuju keadilan. Sebab sekolah seharusnya bukan tempat menimbun gengsi, tapi ruang tumbuh bersama tanpa memandang kelas sosial. 



(Penulis adalah pengarang novel, pemerhati sosial dan budaya, esais, dan cerpenis)

Halaman:

Komentar