Menganalisis Rilis Bareskrim Menggunakan Ilmu Bernalar Benar

- Sabtu, 24 Mei 2025 | 21:25 WIB
Menganalisis Rilis Bareskrim Menggunakan Ilmu Bernalar Benar


'Menganalisis Rilis Bareskrim Menggunakan Ilmu Bernalar Benar'


YANG DIUJI IJAZAH ASLI TAPI YANG DIUMUMKAN FOTO COPY-NYA


Oleh: Hanif Nurcholis 


Logika publik terbelah ketika Bareskrim menyatakan bahwa ijazah asli Presiden Jokowi telah diuji di laboratorium secara forensik dan dinyatakan valid. 


Tapi pandirnya dalam konferensi pers hanya menampilkan fotokopinya. Dalam ilmu logika rilis model begini disebut proposisi-proposisi logical fallacy (sesat bernalar benar). 


Di sini logical fallacynya tidak semata-mata soal teknis komunikasi, melainkan menyangkut kesalahan bernalar: sebuah kekeliruan logika yang dalam ilmu logika disebut logical fallacy.


Analisis Proposisional


Pernyataan resmi Bareskrim jika dirinci ke dalam proposisi-proposisi logis menurut logika formil berbunyi:


P1: Yang dilaporkan oleh pelapor adalah  ijazah Jokowi itu palsu. 

P2: Polisi menguji dokumen ijazah asli milik Jokowi.

P3: Hasil uji forensik atas ijazah asli Jokowi adalah asli. 

P4: Dalam konferensi pers, yang ditampilkan ke publik adalah fotokop ijazah Jokowi. 

P5: Alasannya, karena yang diributkan adalah fotokopi yang diunggah oleh kader PSI, maka yang ditampilkan ya fotokopnya. Tidak perlu ijazah aslinya. 


Kekeliruan Logika: 


1. Non Sequitur


Kesimpulan bahwa “yang ditampilkan harus fotokopi karena yang diributkan adalah fotokopi” tidak mengikuti premis uji forensik atas ijazah asli. 


Logika publik tidak menuntut fotokopi ditampilkan, melainkan meminta bukti bahwa dokumen asli ijazah Jokowi benar-benar ada, diuji, dan dapat diverifikasi.


2. Red Herring (Pengalihan Isu)


Menampilkan fotokopi dalam konferensi pers adalah pengalihan isu dari perkara pokok, yaitu keaslian ijazah. 


Ini menjauhkan perhatian publik dari objek yang diuji secara forensik (dokumen asli) dan mengalihkan ke citra simbolik (fotokopi).


3. Straw Man Fallacy


Alih-alih membuktikan bahwa ijazah asli benar-benar valid dan dapat diakses secara terbuka, Bareskrim ingin membalik opini bahwa ijazah Jokowi yang diributkan itu diperoleh dari  “fotokopi palsu”. 


Padahal inti masalah bukan fotokopi yang diunggah Sandi itu palsu atau tidak melainkan "keberadaan dan validitas ijazah asli." 


Bareskrim membangun argumen pelemahan bukan menghadapi argumen kuat dari publik.


4. Appeal to Authority tanpa Transparansi


Bareskrim meminta publik percaya pada hasil forensik dari institusi yang "terpercaya" tapi tanpa menunjukkan bukti empirik (ijazah asli, hasil laboratorium, pembanding teknis) yang diuji. 


Ini metode penipuan tersembunyi yaitu mengelabui publik dengan menggiring opini bhw Bareskrim adalah lembaga yang kredibel dan telah bekerja secara profesional. 


Padahal ketika dicermati lebih dalam ia tidak profesional karena tidak menunjukkan  pembuktian. 


Dalam logika, ini disebut argumentum ad verecundiam: suruh percaya kepada  otoritas, bukan karena adanya  bukti yang valid. 


Kebutuhan Akan Logika Transparan


Dalam sistem negara hukum, pembuktian tidak cukup dengan narasi dan simbol otoritas (lab forensik). Bukti harus bersifat empirik, dapat diuji dan diverifikasi, dan logis. 


Ketika sebuah institusi negara menyatakan dokumen asli diuji, maka dokumen asli pula yang harus ditunjukkan sebagai bentuk pertanggungjawaban nalar dan kepercayaan publik. 


Menampilkan fotokopi dalam konferensi pers hanya memperkuat paradoks logika yang mencederai prinsip pembuktian dan  transparansi.


Akhirnya, kebenaran dalam hukum tidak hanya terletak pada pengumuman "keabsahan forensik"  tetapi pada validitas pembuktian, keterbukaan, dan kelogisan argumentasi. 


Sebab dalam dunia logika, kebenaran tidak cukup dibisikkan—ia harus dapat diuji, dilihat, dan dijelaskan secara rasional dan logis.


(FB)


Komentar