Tokoh penting Lembaga Dewan Adat (LDA) ini mengaku bahwa pemerintah hanya memberikan subsidi dana pemeliharaan ke Keraton Solo sebesar Rp 1,3 miliar.
"Sebetulnya keraton mendapat subsidi, tapi sejak kita keluar ya diterima oleh Sinuhun. Itu dari Pemprov setelah ada UU Otonomi Daerah tahun 2002 di DPR RI," ujar Moeng, Jumat (9/8/2024).
Padahal, untuk membayar gaji abdi dalem dalam setahun maupun menggelar upacara adat saja, Keraton Solo harus mengeluarkan biaya sampai miliaran rupiah.
Moeng mengungkapkan dana yang diberikan pemerintah kepada Keraton Solo tidak cukup untuk bisa memelihara keseluruhan yang ada di dalam keraton baik bangunan sampai gelaran upacara adat.
Ia mengatakan perlu dana yang cukup besar untuk merawat salah satu warisan dari dinasti Mataram Islam tersebut.
Ia mencontohkan pada saat masih mengurusi dana subsidi dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) beberapa tahun lalu.
Dana sebesar Rp 1,3 miliar per tahun saja diakui Moeng hanya bisa digunakan untuk dua sektor pemeliharaan keraton.
Untuk gaji abdi dalem diakui Moeng bisa menghabiskan Rp 900 juta per tahun.
Selain itu, untuk penyelenggaraan 8 upacara adat penting Keraton Kasunanan Solo per tahunnya bisa menghabiskan dana sebesar Rp 400 juta.
"Tidak cukup, karena yang banyak itu adalah untuk gaji abdi dalem. Waktu saya masih di dalam, dalam proposal terakhir yang saya lihat itu Rp 900 juta untuk gaji abdi dalem dalam setahun. Kasihan kan abdi dalem ada 514 orang."
"Terus yang Rp 400 juta untuk menggelar 8 upacara adat per tahun ada 8 upacara," terang Moeng.
Moeng menjelaskan, bila menilik pada aturan yang tertera dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 29 tahun 1964, Keraton Solo berhak mendapatkan dana pemeliharaan dari pemerintah.
"Padahal ada Perpres nomor 29 Tahun 1964 itu setelah kita bergabung dengan Republik, tertulis semua kebutuhan keraton dipenuhi oleh negara. Kalau negara itu harusnya pemerintah menaati itu," sebut Moeng.
Namun dalam perjalanannya, perhatian terhadap Keraton Solo diakui Moeng seperti tergerus.
Bahkan hak-hak kerajaan yang tercantum dalam konstitusi cenderung diabaikan oleh pemerintah.
"Terus dipasrahkan ke Pemerintah Provinsi, malah dimiskinkan bahkan pernah ditaruh di Dinas Sosial."
"Sebenarnya saya hanya menitipkan aspirasi kepada pemerintah agar tahu betul tugas kewajibannya terhadap kita (keraton). Jangan kita dianggap membebani negara, benalu. Itu sangat menyakitkan," pungkas Moeng
Sumber: Tribunnews
 
                         
                                 
                                             
                                             
                                             
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                
Artikel Terkait
Shell dan TotalEnergies Catat Penurunan Laba, Ini Penyebab dan Proyeksi Harga Minyak
Hujan Es Tangerang 2025: Penyebab, Dampak, dan Penjelasan BMKG
Bestari Barus Buka Suara Dukung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Ini Alasan Kontroversialnya
Kota Wisata Ecovia Cibubur: Hunian Hijau Harga 1,8 M oleh Sinar Mas Land