Ekonom senior Faisal Basri mengatakan angka tersebut hanya menghitung utang dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman luar negeri. Belum termasuk utang Badan Usaha Milik Negara atau BUMN.
“Utang-utang lain masih ada, misalnya utang pemerintah untuk bayar pensiun, utang ke BUMN yang belum dibayar, kalau dijumlah itu sudah 45 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto),” ujar Faisal Basri ditemui di Jakarta, Jumat, 26 Juli 2024.
Hingga Juni 2024, rasio utang pemerintah telah mencapai 39,13 persen terhadap PDB. Namun jika menghitung pinjaman lain, Faisal Basri meyakini rasio utang telah melampaui angka tersebut.
Faisal Basri mengatakan argumen utang untuk pembiayaan infrastruktur juga perlu ditelaah. Karena sebagian besar infrastuktur itu justru meningkatkan utang BUMN yang ditugaskan. Kalau ditambah utang BUMN, itu juga akibat ulah Jokowi,
Utang BUMN yang melambung, menurut Faisal Basri, disebabkan Jokowi yang menugasi perusahaan negara melebihi dari kapasitasnya. “Kan mulai kelabakan sekarang, Wijaya Karya, macam-macam, itu tidak kelihatan di utang pemerintah (yang disebutkan),” ujarnya.
Pengelolaan anggaran, menurut Faisal Basri, juga sembrono. Ia mencontohkan anggaran subsidi yang tidak transparan, karena dana kompensasi dihitung terpisah. Faisal Basri mengatakan dana kompensasi akan muncul dari laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) dan penghitungannya tidak teratur.
Artikel Terkait
GMNI Pecat Resbob: Kronologi Lengkap & Alasan Pemberhentian Anggota Penghina Suku Sunda
Banjir Sumatera 2025: 1.030 Korban Jiwa & Polemik Penolakan Status Bencana Nasional
Presiden Prabowo Ungkap Oknum TNI-Polri Terlibat Penyelundupan Timah Bangka
Kritik Pedas Pernyataan Prabowo Soal Bencana: Nyawa Rakyat Bukan Cuma Statistik