OLEH: ZAINAL BINTANG
TERUS terus terang memang penting memantau kondisi pemerintahan atau negara kita pasca Pemilu 14 Februari 2024. Negara diibaratkan sedang berada di depan jalan buntu!
Frasa itu saya kutip dari berbagai pesan Whatsapp (WA) yang dikirimkan teman dan sahabat kepada saya, beberapa bulan belakangan ini.
Didahului oleh narasi publik bahkan tokoh tokoh, misalnya Jusuf Kalla (JK) dan Megawati, yang menyebut bahwa Pemilu/Pilpres 2024 adalah yang paling brutal dan kacau. Penuh kecurangan. Melahirkan dua presiden yang aneh.
Berdasarkan hasil quick count, Prabowo disebut sebagai pemenang presiden 2024-2029. Tapi, tidak punya kewenangan sampai dilantik nanti Oktober 2024. Sementara itu, legitimasi politik presiden petahana Joko Widodo (Jokowi) mengalami defisit kewenangan, akibat adanya penolakan masyarakat/termasuk kalangan kampus/akademisi yang meluas menjadi penolakan publik.
Keadaan negara Indonesia hari ini plus rakyat, berada di persimpangan jalan. Presiden petahana Jokowi mengalami disrupsi kewenangan. Sementara Prabowo belum berwenang menjalankan pemerintahan. Akibatnya, Indonesia sebagai negara hari ini, bagaikan lump duck (bebek lumpuh).
Berbagai temuan kecurangan Pemilu 2024 yang ditengarai melibatkan Jokowi yang cawe – cawe ikut mengatur hasil Pilpres 2024. Dirinya banyak disebut mendorong Indonesia menjadi negara gagal atau fail state.
Lebih jauh dinarasikan oleh para pakar politik, bahwa ditangan Jokowi, Indonesia menjadi negara amburadul. Karena Jokowi disebut telah membunuh demokrasi. Seperti disebut pakar internasional sebagai "How democracy die".
Danau politik Indonesia, diibaratkan airnya saat ini sangatlah keruh. Darimana sumber kekeruhan itu, tidak perlu buang-buang waktu dan harus melakukan penelitian panjang yang makan ongkos banyak untuk menemukan jawabannya.
Kata teman saya melalui sepotong pesan WA: sumber kekeruhan adalah keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi yang baru berumur 36 tahun. Terpilih menjadi Wakil Presiden Prabowo Subianto. Hasil Pemilu 2024!!
Tentu saja, keterpilihan Gibran menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Di tengah perang narasi pro-kontra, bermunculan “aktor politik gelap” atau dadakan, yang dikenal dengan sebutan “buzzer” dan “influencer”. Pemunculan dadakan “duet” aktor politik “gelap”itu, semakin menambah gelapnya danau keruh itu.
Lantas, di mana Jokowi?
Tidak sulit menemukan dimana Jokowi berposisi. Secara realitas Jokowi terlihat memilih diam tak bersuara. Seakan memakai teori teater yang dikenal dengan istilah “mini kata”. Tidak berkata apa-apa secara suara. Tapi, secara “gesture” atau “gerak-gerak kecil” yang dikenal dalam akting teater, dimainkan Jokowi dengan sangat fasih.
Hal itu terlihat dengan jelas oleh pengamat politik yang berkadar pemula sekalipun. Jokowi membiarkan dirinya menjadi sasaran caci maki dan umpatan-umpatan tak senonoh dari masyarakat sipil. Yang marah dengan sikapnya yang bergeming; tidak mau menyoal kembali keterpilihan Gibran yang dihebohkan itu. Sebagaimana dituntut para pengunjuk rasa yang membanjiri jalanan dan ruang publik tiap hari.
Artikel Terkait
Kasus Misteri Kematian Terapis RTA di Pejaten: Pencabutan Laporan & 22 Saksi Diperiksa
Layanan Perjalanan Bisnis 24/7 AladinTravel: Solusi Efisiensi Perjalanan Dinas Perusahaan
Trump Tegaskan Alasan AS Lakukan Uji Coba Senjata Nuklir, Ini Kata-Katanya
Banjir Bandang Jati Padang 1.5 Meter: Kronologi & Dampak Jebolnya Tanggul Baswedan