Antara lain para tokoh-tokoh kampus, rektor, guru besar, cendekiawan, mahasiswa. Bahkan juga para emak-emak tumpah ke jalan membawa perangkat alat masak memasak yang dimainkan secara musikal. Mereka dengan geram membawa poster yang bergambar wajah Jokowi, dengan tuduhan, mempraktekkan “Politik Gentong Babi” atau “Pork Barrel”.
Mengutip sumber, disebutkan: “politik gentong babi” adalah usaha petahana (incumbent) untuk menggelontorkan dan mengalokasikan sejumlah dana. Dengan tujuan tertentu. Adapun tujuan yang dimaksud, mengarah pada upaya petahana untuk membuat dirinya terpilih kembali dalam pemilihan umum. Dan bisa menjabat lagi selama beberapa tahun ke depan. Dengan lihai menunggangi proyek pembangunan yang sudah dialokasikan.
Namun proyek tersebut tidak ada kaitan dengan sang petahana: Yaa, penunggang gelap itulah!
Dengan membiarkan dirinya dicaci maki habis nyaris tiap hari, selama berhari-hari, melalui serangkaian unjuk rasa terbuka, Jokowi sebenarnya punya tujuan terselubung yang sukses: berhasil membuktikan diri sebagai seorang demokratis.
Unjuk rasa yang bahkan dilakukan di depan pagar Istana Presiden pun, nyatanya Jokowi tidak membuat dia bergeming. Tidak ada suatu reaksi keras untuk melakukan tindakan hukum atau penangkapan dan pembubaran unjuk rasa itu.
Maka, membaca fenomena ini, sesungguhnya, banyak kalangan yang berpendapat, justru kasus-kasus tersebut mengangkat citra Jokowi sebagai pemimpin yang demokratis: tidak ada larangan, tidak ada pembubaran dan dan tidak ada penangkapan.
Mengapa Jokowi membiarkan dirinya jadi sasaran caci maki. Kecaman dan bahkan kutukan oleh para pengunjuk rasa yang antipetahana (sepertinya) tidak digubris. Mengacu pendapat pakar komunikasi, ada yang menyebutkan hal itu sebagai taktik Jokowi yang sangat prima: membiarkan dirinya babak belur oleh caci maki; namun citranya di mata internasional menjadi kinclong.
Wartawan media asing yang beroperasi di Indonesia menempatkan Jokowi sebagai pemimpin yang demokratis. Ini kemenangan pertama Jokowi.
Kemenangan yang kedua, meski unjuk rasa yang menggebu-gebu hampir tiap hari menyasar Jokowi sebagai samsak tinju, akan tetapi hal itu membuat Gibran Rakabuming Raka justru lolos dari “serangan”, karena medan tempur pengunjuk rasa lebih puas manakala memilih Jokowi sebagai sasaran tembak.
Diduga keras yang ada didalam hati pengunjuk rasa : mereka sudah puas telah berhasil memangsa “sang kakap” alias Jokowi. Padahal, di sisi lain, dengan menamengkan dirinya jadi samsak, Jokowi berhasil menambah jauh perjalanan politik dan karier Gibran terhindar dari “serangan” dan protes keras untuk menjadi orang nomor dua di Indonesia.
Sebelum saya mengakhiri tulisan ini, seperti biasa seorang teman dekat yang terkenal sebagai pakar komunikasi, mengirim pesan pendek yang isinya begini: “Senior, betul kan, Jokowi itu seng ada lawanGG..!!"
(Wartawan Senior dan Pengamat Masalah Sosial dan Budaya)
Artikel Terkait
Tawuran Berdarah di Depok: 2 Remaja Terluka Bacokan Celurit, Ini Kronologinya
Tantangan SDM & Teknis Proyek Infrastruktur Bawah Tanah Indonesia dan Solusinya
BMKG: Puncak Musim Hujan 2025-2026 Dimulai Hari Ini, Ini Daftar Wilayah & Jadwal Lengkapnya
Pembunuhan Tetangga di Tanjung Jabung Timur, Tewas Disabet Parang Akibat Cekcok