GELORA.ME - Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute, Heru Sutadi mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan audit keamanan IT secara menyeluruh setelah adanya informasi kebocoran data pemilih pemilu. Selain itu, KPU juga harus memperkuat perlindungan data-data pemilih agar tidak disalahgunakan saat pemilihan suara nanti.
Menurut Heru, rekayasa data rekapitulasi suara hasil pemilu sangat dimungkinkan terjadi. Sebab dengan adanya kebocoran data pemilih ini menunjukkan sistem keamanan TI, internet platform maupun database KPU tidak aman. Modus yang bisa dilakukan adalah dengan mencatut data, membuat KTP siluman, dan mencoblos pada menit-menit terakhir sebelum TPS dibuka.
"Bisa jadi akan membuat KTP palsu yang akan digunakan saat pencoblosan pemilu dan pilpres pada 14 Februari 2024 mendatang. Ini harus diantisipasi, karena biasanya ketika menjelang penutupan suara, 1 jam sebelumnya, dimungkinkan orang yang belum memilih bisa memilih, yang tidak terdaftar bisa menggunakan hak pilih dengan menggunakan KTP," ujar Heru dalam keterangannya, Sabtu (2/12/2023).
Selain itu, Heru mengingatkan, jika hacker berhasil masuk ke sistem KPU maka bisa mengacak-acak sistem IT KPU, termasuk rekapitulasi penghitungan suara. Karena itu, persoalan kebocoran data pemilih tidak boleh dianggap sepele tapi harus direspons dengan memperkuat keamanan siber dan datanya.
"Kita harus antisipasi Pemilu 2024, pilpres, menjadi pemilu dan pilpres yang berkualitas," katanya.
Melihat kasus kebocoran data pemilih yang dilakukan hacker Jimbo, Heru meyakini KPU tidak melindungi data-datanya dengan baik. KPU tidak melakukan enkripsi data-data yang dimiliki sehingga wajar mudah diretas.
Artikel Terkait
Budi Arie Setiadi Gabung Gerindra: Cari Perlindungan dari Kasus Judi Online?
China Buka Ekspor Logam Tanah Jarang ke AS: Dampak & Isi Kesepakatan Trump-Xi
Putusan MK Wajibkan Keterwakilan Perempuan di Pimpinan AKD DPR, Fraksi PAN Siap Dukung
4 Faktor Pemicu Hujan Lebat BMKG & Puncak Musim Hujan 1-7 November 2025