2018 impor sebanyak 2.253.824 ton, tahun 2019 impor sebanyak 444.508 ton, tahun 2020 impor sebanyak 356,3 ton, tahun 2021 impor sebanyak 407,7 ton, tahun 2022 impor sebanyak 326,5 ton, dan tahun 2023 impor sebanyak 1,59 juta ton.
Total selama sembilan tahun berkuasa Joko Widodo impor beras lebih dari 6,3 juta ton, kurang lebih menghabiskan dana sekitar Rp.60 triliun. Angka yang sangat fantastis, setara dengan impor beras selama 32 tahun Soeharto berkuasa. Rakyat kini tetap menjerit, harga beras terus naik.
Itu baru beras, belum gula yang tahun 2023 saja sudah impor lebih dari 3,5 juta ton, bagaimana dengan daging? kedelai? sayur? buah ? ikan ? garam? dan lain-lain yang dijanjikan stop impor itu. Ternyata semuanya impor, lalu untuk apa berjanji stop impor pangan?
Populisme Ala Jokowi
Sekedar janji manis untuk menghipnotis rakyat jelata, membohongi petani, membohongi kaum marhaen. Janji politik dalam Nawa Cita yang kabarnya terinspirasi dari gagasan Trisakti Bung Karno telah dikhianati. Saya kira Joko Widodo secara teori politik bisa ditempatkan sebagai fenomena populisme politik yang senang umbar janji palsu atas nama rakyat demi kepentingan elektoral.
Meminjam perspektif Weyland dalam Clarifying a Contested Concept : Populism in the Study of Latin American Politics, (2001) Populisme politik dimaknai sebagai suatu cara atau strategi berpolitik yang dengan sengaja sering-sering menyebut atas nama kepentingan rakyat untuk meraih dukungan pemilih. Kira-kira seperti itulah Populisme politik ala Joko Widodo. Diksi atas nama rakyat digunakan demi untuk meraih suara takyat, setelah menang rakyat sesungguhnya diabaikan bahkan ditinggalkan.
Realitasnya Joko Widodo akhirnya tidak hanya paham ada mafia impor pangan, tetapi sudah terjebak menikmati kehadiran mafia impor pangan itu, sehingga janji ia abaikan.
Kini narasi kedaulatan pangan itu ia munculkan untuk dijadikan agenda oleh calon Presiden 2024 Ganjar Pranowo. Bisikan Joko Widodo itu juga menunjukan bahwa soal kedaulatan pangan selama sembilan tahun berkuasa telah gagal, tetapi ia sampaikan nampaknya hanya dijadikan sebagai diksi untuk sekedar meraih suara elektoral untuk pemilu 2024. Apakah rakyat akan kembali terhipnotis dengan janji manis kedaulatan pangan? Sementara ia tidak hanya tidak punya konsep detail bagaimana caranya pangan berdaulat, tetapi juga tidak punya konsep detail bagaimana menertibkan mafia impor pangan?
Sepanjang dua hal itu tidak dimiliki dan tidak ada keberanian untuk menertibkan mafia impor pangan, percayalah rakyat hanya akan kembali ditipu oleh populisme politik ala Joko Widodo itu. Apakah populisme ala Joko Widodo akan digunakan Ganjar Pranowo? Prabowo Subianto? Anies Baswedan? Saya kira sudah waktunya rakyat menjadi pemilih cerdas! (*)
Artikel Terkait
Sertijab Kadispenad 2025: Brigjen Wahyu Yudhayana Serahkan Jabatan ke Kolonel Donny Pramono
Wakil Wali Kota Bogor Geram Temukan Genangan Air Kencing di Alun-Alun, Doakan Pelaku Masuk Neraka
Prabowo Apresiasi Pertemuan Trump-Xi di KTT APEC 2025, Bahas Kerja Sama RI-Selandia Baru
BMKG Peringatkan Cuaca Ekstrem Hujan Lebat Landa Indonesia Hingga 6 November 2025, Ini Daftar Wilayahnya