GELORA.ME -Hilirisasi smelter nikel seakan menjadi primadona. Hal itu terus digaungkan seolah-olah menjadi kebijakan yang luar biasa sekaligus brilian. Padahal hilirisasi industri adalah teori ekonomi kuno dan sarat dengan pencitraan dari pemerintah.
Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan. Dia menyebut proses smelter atau pemurnian bijih nikel adalah proses sederhana, bukan suatu rocket science.
"Tapi hebohnya seperti sudah bisa mendarat di bulan, yang lebih parah, sebagian besar investasi hilirisasi smelter diberikan ke perusahaan asing, dengan insentif besar pula," ujar Anthony dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Senin malam (28/8).
"Mungkin investasi ini bekerja sama dengan mitra lokal para pejabat yang sedang berkuasa, yang bisa mengatur siapa yang dikasih izin," tambahnya.
Ekonom yang dikenal kritis itu mengungkap bahwa kebijakan ini sempat menjadi alat pencitraan. Padahal, lanjut dia, ekonomi nikel tahun ini mulai redup.
"Ekspor triwulan II 2023 (Q2/2023) anjlok, baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Q2/2022 (year-on-year, YOY) maupun dengan triwulan sebelumnya Q1/2023 (Quarter-on-Quarter, QOQ). Turunnya ekspor nikel mungkin akan terus melemah setidak-tidaknya sampai tahun pemilu 2024," bebernya.
Artikel Terkait
RTM Malaysia Minta Maaf Lagi, Salah Sebut PM Singapura Lawrence Wong Jadi Lee Hsien Loong
Indonesia-Turki Buka 8 Rute Baru! Frekuensi Penerbangan Naik Drastis
BRI Salurkan KUR Rp130,2 Triliun, Sektor Pertanian Jadi Penyumbang Terbesar
Trump 3 Kali Puji Prabowo di Forum Internasional, Apa Kata Presiden AS?