Pertemuan Puan dan AHY, Siapa Peduli?

- Selasa, 20 Juni 2023 | 10:35 WIB
Pertemuan Puan dan AHY, Siapa Peduli?


Pertemuan tersebut bukan hanya sekadar gimmick politik, tetapi juga sesuatu yang penting dan substansial. AHY menyebut Demokrat dan PDIP memiliki jejak riwayat yang sama dalam kancah perpolitikan Indonesia. Salah satunya, mereka sama-sama pernah menjadi ruling party atau partai penguasa dan juga sebagai partai oposisi.

 

Meski diakui sebagai pertemuan politik plus makan bubur ayam, sesungguhnya tidak ada hal baru, maupun hal strategis yang dibahas Puan dan AHY.


Komitmen untuk menjadikan pemilu damai, menggembirakan sejatinya menjadi kewajiban dari semua peserta pemilu. Namun pertemuan tersebut sedikit menarik karena dua hari sebelumnya, Jumat (16/6), Demokrat kubu AHY baru saja meluncurkan aksi "Demokrat Berdarah" di Kantor DPP Demokrat, Jakarta.


Aksi pembubuhan cap jempol darah dan tanda tangan pada kain putih oleh pengurus, kader, dan simpatisan Demokrat tersebut, sebagai deklarasi kesetiaan kepada AHY melawan upaya hukum PK Moeldoko di Mahkamah Agung.


Bagi Kongres Rakyat Nasional (Kornas), pertemuan Puan dan AHY adalah pertemuan biasa, dengan arah dan tujuan yang tidak jelas. Pertemuan biasa menjadi luar biasa bagi kubu AHY di tengah polemik Partai Demokrat.


Kubu AHY justru mendapatkan keuntungan besar di tengah kegalauan akibat PK Moeldoko di MA. Pertemuan tersebut menjadi bukti bahwa PDIP dan Jokowi benar-benar tidak ikut "cawe- cawe" dalam sengketa Demokrat.

 

Kepiawaian Puan terbukti dengan berhasil memancing AHY yang hingga saat ini tidak mendapat kepastian dari Anies Baswedan. Ancaman evaluasi dukungan dari kubu AHY terhadap Anies Baswedan jika bacawapres tidak ditetapkan hingga akhir Juni 2023 sebagai isyarat bahwa Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) saat ini terancam bubar.


Maka jika akhirnya KPP bubar, itu bukan karena pengaruh pihak luar, namun bersumber dari rapuhnya ikatan "piagam deklarasi" KPP sendiri.

 

Pertemuan putri dan putra mahkota pemilik partai tersebut sama sekali tidak menyentuh materi kebutuhan dan kepentingan, rakyat, bangsa, dan negara. Puan dan AHY hanya sedang beromantika sebagai sesama putri dan putra dari orangtua yang keduanya pernah bekerjasama dalam istana.


Jika kemudian ada kesepakatan kerja sama politik di antara kedua partai pun, pasti hanya terkait kepentingan kekuasaan kedua keluarga besar mereka, bukan kepentingan rakyat.

 

Klaim atas pentingnya pertemuan Puan dan AHY sehingga ditunggu oleh banyak pihak tidak terbukti. Publik tidak peduli dengan pertemuan tersebut karena tidak mendapat asupan informasi penting, dan bermanfaat.


Pertemuan yang disertai oleh petinggi kedua partai tidak lebih dari reuni antara kakak dan adik kelas. Publik justru menilai bahwa pertemuan Puan dan AHY sebagai bukti bahwa semua parpol lebih mengutamakan kepentingan pragmatis dan oportunis.


Pengakuan AHY terkait adanya pertikaian politik PDIP dan Demokrat selama dua dekade semakin memperkuat keyakinan publik bahwa pertemuan tersebut hanya untuk kepentingan politik keluarga besar Megawati dan SBY.

 

Selanjutnya, pertemuan lanjutan antara Puan dan AHY diharapkan akan membahas masalah penting seperti pemberantasan politik uang, dan politisasi identitas berbasis SARA, serta eksploitasi ikatan-ikatan primordial dalam Pemilu 2024. Puan harus membantu AHY agar terus bertahan dalam KPP, sehingga KPP tetap dapat mengajukan pasangan calon di Pilpres 2024.


Bagi Kornas, parpol sebagai lembaga milik publik harus terus diingatkan bahwa kekuasaan tertinggi dalam demokrasi ada di tangan rakyat. Maka kekuasaan eksklusif dan "perasaan milik pribadi dan keluarga" dalam parpol harus dihentikan. 

 

*(Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)

Halaman:

Komentar