Kemudian oleh karena saluran untuk menyampaikan aspirasi masyarakat yang bahkan seharusnya, tanpa pengaduan rakyat, sepantasnya oleh sebab para wakilnya dapat diyakini mengetahui, tentang banyaknya gejala gejala perilaku pejabat publik eksekutif dan perangkat pelaksanaan hukum (Kepolisian dan Kejaksaan), yang banyak termangu, atau paralel, hingga perspektif hukum dari mayoritas publik, wajar menyatakan pejabat publik eksekutif dan legislatif, konspirasi dalam melakukan praktek penyelewengan hukum, yang secara yuridis formil melakukan pembiaran terhadap adanya praktek penyimpangan tupoksi dari para penyelenggara negara yang overlap atau tumpang tindih antara kebijakan dan hukum.
Sebaliknya ternyata walau rakyat mengadu pun, legislatif dan eksekutif kompak abaikan, justru barrier malah lakukan pembiaran atau pengabaian bahkan, para wakil rakyat dirasa justru menghambat, seperti konspirasi terhadap pola perilaku penguasa yang memberlakukan sistim konstitusi seolah atas dasar kekuasaan belaka (machstaat) dan aji mumpung selaku pejabat publik, malah yang ada terkait materi aduan masyarakat, walau materi pengaduan dan keluhan masyarakat serta demonstrasi yang sering dari kelompok masyarakat sebagai hak hukum publik, yang menyangkut kritisi kebijakan- kebijakan sungsang rezim, namun kontradiksi yang didapat adalah legitimasi perbuatan abnormal rezim, tidak berdasar asas legalitas, bahkan banyak yang bertentangan secara hukum, moral dan etika.
Selain subtansial kontradiktif kepada prinsip good governance yang seharusnya menjadi pedoman bagi mereka para pejabat publik (eksekutif dan legislatif) dalam berkarya mengemban sumpah jabatan.
Sehingga para pejabat publik umumnya realitas sinerji dalam diam (pembiaran) dan selainnya rezim ini asik bersilat lidah plus retoris.
Orasi pembicara secara general materi narasinya menyampaikan hal yang sifatnya himbauan serta bermakna kritisi dan majas positif namun to the point, juga berikut fakta adanya bad attitude pejabat publik berdasarkan data imperik dan pelaksanaan sistim hukum yang transparan suka – suka , diskriminatif, tidak profesional dan tidak proporsional, serta tidak adil dan tidak berkepastian hukum, yang ada justru seolah menantang hukum dan remehkan sisi moralitas dan menganggap suara rakyat yang katanya adalah suara tuhan namun nyatanya suara protes, usul saran dan solusi masyarakat yang berdasarkan akal nalar sehat dan memiliki asas legalitas, dianggap bak suara berisik nir guna serta penghambat misi dan visi utama penguasa. Namun dimata publik sebaliknya visi penguasa kontemporer sekedar obsesi serta obscur ( tidak jelas ) selain menuju kehancuran.
Sehingga mereka para pembicara berharap agar masyarakat bangsa ini sukarela menggunakan hak kedaulatan mereka terhadap pemimpin yang menyimpang daripada janji politik, yang hobi berbohong dan berlaku suka – suka serta kebal hukum, pada momentum bulan baik, bulan oktober bulan lahirnya TKR, 5 Oktober 1945 sebagai cikal bakal TNI. Dimana TNI juga diharapkan akan turut memberi apresiasi melalui dukungan moril yang memang historisnya TNI selalu menunggaling dengan kekuatan rakyat, sejak kemerdekaan, hingga bersama menumpas musuh laten bangsa dan negara ini yaitu PKI pada 1 Oktober1965 hingga diabadikannya 1 Oktober sebagai hari kesaktian Pancasila.
Sehingga Penulis ketika dipanggil oleh host selaku panitia, untuk sedikit memberi tanggapan, karena terpancing oleh semangat materi yang disampaikan para nara sumber, langsung saja penulis maju, hanya sedikit beda materi narasi penulis, namun tetap masih “dalam kerangka pejabat publik yang abnormal penindakan hukumnya”, yakni terkait perilaku LBP. Pejabat publik yang cukup ” agresif dan dominan ” saat rezim now, yang melakukan kebohongan dan telah memenuhi unsur delik Pasal 14 KUHP. berkaitan statemennya, bahwa; dirinya memiliki Big Data, yaitu pernyataan 110 juta masyarakat bangsa ini inginkan pemilu 2024 ditunda, ternyata statemen yang publis disampaikan oleh LBP. Sang Menkomarves ternyata bohong, namun LBP, imun law enforcement, walau sudah dilaporkan serta diadukan kepada pihak kepolisian, oleh sebab kebohongannya telah nyata mengakibatkan kerugian moril dan materil yang riil kepada bangsa dan negara ini, selain menimbulkan kegaduhan, juga akibatkan kerusakan, penganiayaan dan menyebabkan kematian atau hilangnya nyawa seorang WNI. Anggota Polri Polda Kendari.
Semoga saja seruan People power yang secara hukum positif adalah paralel dengan hak publik, atau peran serta masyarakat yang dilindungi oleh banyak sistim hukum dan perundang – undangan yang harus berlaku (ius konstitum) di negara ini.
Mudah – mudahan, hasil pompa pengetahuan hak hukum, sosial, ekonomi & politik yang disampaikan oleh kedua tokoh bangsa Mudrick Sangidu, serta Prof. DR. Amin Rais, Eggi Sudjana Cs. dapat menyadarkan dan menggerakkan, bangun dan bangkitkan semangat masyarakat bangsa ini untuk meng- aplikaskan haknya secara berani dan merujuk koridor hukum pada bulan Oktober 2023. Sebagai bukti bangsa ini patuh kepada konsitusi yang mengikat setiap warga negara secara equal. (*)
Artikel Terkait
Brigadir HA Ditempatkan di Patsus Usai Dilaporkan Perkosa Mahasiswi di Vila Anyer
Nvidia Borong Saham Nokia Rp16,5 Triliun: Kiamat AI & 6G Makin Nyata!
Pemuda di Mamuju Tikam Ibu Kandung Gara-gara Minyak Rambut Hilang, Kronologi & Motifnya Bikin Geram
Pengeroyokan & Penembakan Pengacara di Tanah Abang: Pelaku Sudah Ditangkap!