GELORA.ME - UU 1/2022 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Bab II Pajak dan Retribusi Daerah, Bagian Kesatu, Pajak, Paragraf 1, Jenis Pajak, Pasal 4, ayat 1, pajak yang dipungut pemerintah provinsi terdiri atas:
a. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB),
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB),
c. Pajak Alat Berat (PAB),
d. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB),
e. Pajak Air Permukaan (PAP),
f. Pajak Rokok; dan,
g. Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pendapatan asli daerah provinsi yang utama adalah pajak daerah yang mayoritas diperoleh dari kendaraan bermotor.
Sehingga sangat wajar setiap gubernur, terutama yang tidak memiliki kreativitas dalam meningkatkan PAD, fokus mengejar pajak yang berhubungan dengan kendaraan bermotor.
Meski demikian, akrobat mempersoalkan sejumlah plat nomor kendaraan yang melintas atau beraktivitas di sejumlah provinsi oleh gubernur adalah upaya cari muka, demi meraih simpati rakyat yang sudah lama muak.
Istilah bad news is a good news belakangan ini gemar dipakai para kepala daerah, gubernur, bupati/walikota.
Meski tak lagi pakai kemeja putih, sepatu sneakers atau kets, dan masuk gorong-gorong, para kepala daerah masih gemar beraksi demi viral.
Para kepala daerah kini berkompetisi mengejar clickbait, bukan meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM) atau indeks pencegahan korupsi daerah (IPKD).
Akhirnya para kepala daerah memilih menjadi tontonan, bukan tuntunan, seperti joget- joget pakai singlet dengan suporter.
Touring meninjau jalan rusak dengan kontraktor yang berujung OTT dan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, meski mengaku baru saling kenal di lokasi.
Terbaru, aksi menyetop truk di jalan raya, dengan lensa kamera yang banyak. Narasi memperjuangkan rakyat meningkatkan PAD pun ditabur.
Atraksi di depan kamera lebih penting daripada kesungguhan meningkatkan PAD.
Agar publik tidak terlena dengan akrobat para kepala daerah yang sedang cari muka, perlu diberi catatan sebagai berikut:
Pertama, bahwa provinsi sebagai daerah otonom tidak sama dengan negara bagian pada sistem pemerintahan federal.
Maka tidak ada hukum yang berlaku secara khusus pada daerah terkait kendaraan bermotor.
Semua kendaraan dengan plat kendaraan yang legal berhak menggunakan seluruh jalan di seluruh wilayah NKRI.
Kedua, jika PAD ingin diperoleh secara optimal dari kendaraan bermotor, maka yang harus dikejar adalah pendataan secara valid jumlah kendaraan bermotor dalam satu provinsi.
Sebab patut diduga jumlah kendaraan bermotor riil dalam satu provinsi berkisar dua kali lipat dari jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar dan membayar pajak.
Diduga ada kebocoran data kendaraan bermotor dan yang tidak membayar pajak.
Ketiga, bahwa potensi peningkatan PAD dari kendaraan bermotor yang tidak membayar pajak dan kendaraan bermotor yang diduga memiliki identitas rangkap atau tanpa identitas jauh lebih potensial untuk digarap daripada memaksa pemilik kendaraan luar provinsi pindah plat nomor kendaraan bermotor.
Keempat, bahwa pengalihan penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor menjadi bahan bakar untuk kebutuhan industri mengurangi PBBKB.
Maka Pemda dengan Polri harus serius mengejar para mafia BBM yang mengalihkan BBM bersubsidi menjadi BBM nonsubsidi untuk kebutuhan industri.
Kelima, bahwa Pemda harus memasang alat (meteran) bagi pelaku usaha yang menggunakan air permukaan sebagai salah satu sektor pajak daerah provinsi.
Pembayaran pajak dengan cara ditaksir berpotensi melahirkan kebocoran atau main mata antara wajib pajak dengan oknum pegawai di badan pendapatan daerah (Bapenda).
Keenam, bahwa pajak rokok juga masuk PAD provinsi, maka peredaran rokok ilegal tanpa cukai akan menghilangkan potensi pajak rokok.
Maka Pemda dan Polri harus membasmi peredaran rokok ilegal dengan menangkap para oknum aparat yang terlibat.
Ketujuh, bahwa Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) adalah pajak provinsi yang dapat meningkatkan PAD.
Aktivitas penambangan bentonit, kalsit (batu kapur/gamping), pasir kuarsa. Dengan besaran maksimal 20 persen untuk provinsi.
Kedelapan, bahwa persoalan utama pemerintah dan pemerintah daerah bukan penerimaan pajak, tetapi pengeluaran.
Tingkat kebocoran anggaran dan pemborosan anggaran telah menjadi bagian dari keseharian kita.
Maka yang mendesak dilakukan adalah menghentikan pemborosan dan menutup keran kebocoran.
Maka para kepala daerah tidak perlu melakukan akrobat politik, memoles citra di depan lensa kamera.
Patriotisme saat ini adalah ketika kepala daerah dan keluarganya tidak melakukan praktik korupsi, melukai hati rakyat dengan kegiatan seremonial, naik jet pribadi, pamer kekayaan, gaya hidup mewah (flexing).
Tidak mengangkat kerabat dan kolega sebagai pejabat pemerintah dan BUMD.
Memberi akses kepada kerabat dan kolega menjadi pengatur jabatan dan proyek, serta memperdagangkan pengaruh. ***
Artikel Terkait
Jokowi Beri Arahan Pengurus PSI, Jadi Ketua Dewan Pembina?
Menkeu Purbaya: Transfer Daerah Dipangkas Gegara Banyak Penyelewengan
Pimpinan DPR: Kebijakan Bobby Picu Ketegangan Sumut-Aceh!
Prabowo Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke Gibran, Netizen Salfok: Kayak Ucapan Belasungkawa, Doain Cepet Mati?