Rangkuman Isi Buku Jokowis White Paper, Edisi Premium Dihargai Rp500 Ribu!

- Selasa, 19 Agustus 2025 | 18:05 WIB
Rangkuman Isi Buku Jokowis White Paper, Edisi Premium Dihargai Rp500 Ribu!




GELORA.ME - Peluncuran buku kontroversial berjudul Jokowi's White Paper akhirnya digelar di tengah serangkaian drama, Senin (18/8/2025).


Buku yang ditulis oleh Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan Dokter Tifa ini diklaim sebagai rangkuman bukti-bukti ilmiah yang menggugat keaslian ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.


Acara yang semula direncanakan di Gedung University Club (UC) Universitas Gadjah Mada (UGM), terpaksa dipindahkan ke area kafe.


Itu setelah pihak UGM secara mendadak membatalkan izin sewa tempat.


Kendala tak berhenti di situ, konferensi pers sempat diwarnai insiden matinya aliran listrik dan pendingin ruangan, serta perdebatan dengan pihak yang diduga dari UGM.


Meski demikian, ketiga penulis berhasil memaparkan isi dari buku setebal 700 halaman tersebut, yang mereka pastikan disusun berdasarkan kaidah ilmiah.


Apa Isi Buku 'Jokowi's White Paper'?


Dalam pemaparannya, para penulis membeberkan beberapa temuan kunci yang menjadi dasar argumen mereka.


Roy Suryo menjelaskan bahwa keraguan awal muncul dari pernyataan Jokowi sendiri di masa lalu.


"Ada penjelasan tentang telematika tentang peristiwa yang terjadi pada tahun 2013 yang mengawali semuanya ketika seseorang (Jokowi) mengaku lulusan UGM tetapi IPK-nya di bawah 3. Dan itu menimbulkan pertanyaan di masyarakat," jelas Roy, dikutip dari YouTube Refly Harun.


Buku ini, menurut Roy, merinci analisis dari tiga sudut pandang keilmuan yang berbeda.


"Analisis ilmiahnya, ada ELA (Error Level Analysis), ada kemudian Dokter Rismon sangat dalam mengulas digital forensik. Kemudian, Dokter Tifa akan mengulas neuro politica dan tentang behavorial neuro science," katanya.


Rismon Sianipar, seorang ahli digital forensik, menjelaskan temuannya secara lebih teknis.


Pertama, ia menganalisis sebaran warna pada foto ijazah Jokowi untuk mendeteksi keberadaan stempel tiga jari.


"Di situ dibuktikan tidak ada stempel di atas foto ijazah Joko Widodo. Itu confirm karena diperiksa nilai-nilai numerik yang merepresentasikan tiap piksel di setiap citra digital," ujarnya.


Kedua, Rismon menggunakan metode Error Level Analysis (ELA) untuk menguji file ijazah berformat .jpg yang sempat diunggah kader PSI, Dian Sandi Utama.


"Kita buktikan tidak asli. Kita membandingkan dengan tiga metode yaitu ELA dengan adaptive brightness scaling, ELA dengan CLAHE (Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization), dan overlapping detection. Jadi di sini, kita dapatkan sebaran-sebaran yang dicurigai merupakan tempelan-tempelan secara digital," kata Rismon.


Ia juga mengklaim menemukan perbedaan signifikan antara ijazah Jokowi dengan milik Frono Jiwo, teman seangkatannya.


"Dari metode yang diuji itu, memang terjadi perbedaan antara ijazah yang (milik) Frono Jiwo dan Jokowi. Jadi tidak identik dengan yang disampaikan oleh Dirtipidum (Bareskrim Polri)," katanya.


Sementara itu, Dokter Tifa menyumbangkan analisis dari sisi neuro politica, sebuah metode untuk mengamati cara berpikir dan perilaku seorang pemimpin.


"Jadi pemimpin yang mungkin bukan lulusan sarjana bisa kelihatan dari gesturnya apakah layak disebut sarjana atau tidak. Itu ada ilmunya," paparnya.


Buku ini rencananya akan dijual dalam dua versi, edisi premium seharga Rp500 ribu dan edisi ekonomis seharga Rp250 ribu.


"Buku ini akan beredar dengan cepat ke 25 negara. Unstoppable," ujar Tifa.


Respons Projo: Mudah-mudahan Tidak Berisi Fitnah


Menanggapi peluncuran buku ini, Wakil Ketua Umum relawan Pro-Jokowi (Projo), Freddy Damanik, menyatakan pihaknya tidak keberatan.


Namun, ia mengingatkan agar isi buku tersebut tidak mengandung fitnah yang dapat berimplikasi hukum.


"Kita tidak dalam porsi atau hal untuk keberatan untuk itu (dibuatnya buku Jokowi's White Paper). Yang sampaikan adalah, nanti kan publik melihat justru ini mudah-mudahan tidak berisi fitnah. Kalau berisi fitnah, tentu ini bisa menjadi proses pemberat sendiri di dalam proses hukum yang sedang berlangsung atau jangan-jangan ada proses hukum baru untuk itu," jelasnya.


Freddy merujuk pada kasus dugaan fitnah yang dilaporkan Jokowi ke Polda Metro Jaya, di mana Roy Suryo, Rismon, dan Dokter Tifa berstatus sebagai terlapor.


Alasan UGM Batalkan Acara


Pihak UGM, melalui Juru Bicara Dr. I Made Andi Arsana, memberikan penjelasan resmi terkait pembatalan sewa gedung. Menurutnya, ada dua alasan utama: prosedural dan politis.


"UGM memahami bahwa kegiatan ini bernuansa politis yang terkait erat dengan isu yang melibatkan Bapak Joko Widodo. UGM tidak melibatkan diri dalam isu tersebut karena tidak terkait dengan UGM secara langsung," ujarnya melalui keterangan tertulis.


Secara prosedural, pihak penyewa dinilai tidak transparan mengenai sifat asli acara saat melakukan pemesanan.


Awalnya, acara tersebut didaftarkan sebagai 'Konferensi Pers Tokoh Nasional Hadiah Kemerdekaan RI ke-80' dan 'rapat kecil persiapan acara HUT Kemerdekaan'.


"UGM memandang bahwa acara ini bernuansa politis seperti yang sudah disebutkan di atas dan UGM tidak bersedia terlibat dan memfasilitasi acara tersebut," tegasnya.


"Secara prosedur ini merupakan kesalahan dan menjadi alasan administratif bagi UC UGM untuk melakukan penolakan atau pembatalan," tambahnya.


Sumber: Suara

Komentar