GELORA.ME - Pakar komunikasi politik dari Universitas Gajah Mada (UGM), Nyarwi Ahmad, membaca gelagat Presiden Prabowo Subianto yang berseberangan dengan Presiden ke-7 RI, Jokowi.
Seperti diketahui, Prabowo dikenal dekat dengan Jokowi. Bahkan, Wapres pendamping Prabowo saat ini adalah sulung Jokowi.
Prabowo juga diajak menjadi Menteri Pertahanan (2019-2024) oleh Presiden Jokowi, setelah keduanya bertarung sengit pada Pilpres 2019.
Nyarwi mengatakan, Prabowo mustahil mengucapkan pertentangan terhadap Jokowi di muka publik.
Pada banyak kesempatan, Ketua Umum Gerindra itu selalu memuji dan menyanjung sang mantan kader PDIP.
"Saya harus bikin statement yang mungkin lebih agak ekstrem dikit, ya. Sangat mustahil berharap Pak Prabowo itu mengatakan 'saya berbeda dengan Pak Jokowi'."
"Itu sepertinya enggak mungkin karena dari awal komitmennya itu kan melanjutkan."
"Dalam banyak kesempatan Pak Prabowo (mengatakan) 'hidup Jokowi' kan gitu kan,'terima kasih Pak Jokowi' dan seterusnya," papar Nyarwi saat bicara di program Gaspol, Youtube Kompas.com, tayang Rabu (7/8/2025).
Namun, menurut Profesor bidang komunikasi politik itu, pernyataan Prabowo berbeda dengan langkah atau kebijakannya.
Menurutnya, kontras antara ucapan dan perbuatan sudah semakin jamak menjadi kebiasaan baru para elite politik Indonesia, termasuk sering dilakukan Jokowi.
"Dalam politik Indonesia itu kan kita sulit ya mendapatkan pernyataan maupun ekspresi yang kemudian absolut ya, itu sesuai dengan apa yang disampaikan di teks itu sendiri."
"Selain tersirat, itu kan maknanya menjadi relatif. Maka kan seringkali kita dengar pernyataan 'ini sudah tapi belum'," papar Nyarwi.
"Jadi seringkali begitu gitu loh. Atau orang ya sering mengkritik Pak Jokowi itu kan ini kok sen kanan belok kiri kan gitu. Jadi kadang kala apa ya, statement elite itu mengarah ke kanan tapi bisa juga gitu ya output-nya mengarah ke kiri kan gitu," imbuhnya.
Di luar ucapannya, menurut Nyarwi, langkah politik Prabowo berseberangan atau semakin menjauh dari Jokowi.
Ia menjadikan pemberian amnesti dan abolisi kepada Hasto serta Tom Lembong yang terjerat kasus sejak era Presiden Jokowi, sebagai pembuktiannya.
"Proses hukum Pak Hasto ini terjadi kapan, di masa Pak Jokowi juga. Tom Lembong gitu ya ketika masuk terjadi kapan, di masa Pak Jokowi juga," kata Nyarwi.
Menurut Nyarwi, Jokowi sangat bisa menggunakan kekuasaannya untuk memantau proses hukum apakah data dan buktinya sudah sesuai atau tidak dalam menjerat Hasto serta Tom Lembong.
"Karena dengan membiarkan itu kan Pak Jokowi sering dituduh ini memanfaatkan instrumen hukum untuk politik kan gitu," ujarnya.
Sementara, Presiden Prabowo menunjukkan sikap tegas membebaskan Hasto dan Tom Lembong, hal yang berseberangan dengan Jokowi.
"Apa yang dilakukan Pak Prabowo saya kira itu berbeda kan," jelas Nyarwi.
"Ada kesan kan gitu, ada kesan di publik, kalau di masa Pak Jokowi kok apa ya, banyak orang terjerat karena proses hukum yang berbeda politik ya, orang kan nanya. di masa Pak Prabowo kok sebaliknya ya, justru orang-orang ini diampun diampuni oleh Pak Prabowo kan gitu," lanjutnya.
Bagi Nyarwi, langkah Prabowo tersebut membuatnya mendapat persepsi positif dari publik.
"Nah persepsi ini yang saya kira, dalam konteks game of perception, Pak Prabowo menang banyak," jelas Nyarwi.
"Banyak orang mengatakan kemudian begini, 'Ini kok yang bikin pestanya di masa Pak Jokowi, yang cuci piring Pak Prabowo' kan gitu. Ada juga mengatakan, tapi kan kadang di masyarakat yang makin beradab, orang yang cuci piring jauh dihormati," pungkasnya.
Sumber: tribunnews
Artikel Terkait
UPDATE! Stasiun TV Blacklist Silfester Matutina, Status Terpidana Jadi Alasan Utama
SKENARIO Politik Gila: Anies Gantikan Gibran Jadi Wapres Prabowo, Pakar HTN Ungkap Syaratnya!
GEGER Posisi Stempel di Ijazah Jokowi, Publik Pertanyakan Kejanggalan: Kok di Belakang Baju?
5 FAKTA Yaqut Cholil Qoumas Diperiksa KPK, Eks Menag Tersandung Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024!