Insiden ini bervariasi mulai dari penolakan pendirian rumah ibadah, persekusi dan pembubaran kegiatan ibadah, hingga teror ancaman bom di tempat ibadah. Peristiwa di Padang adalah bukti nyata bahwa negara masih belum sepenuhnya hadir untuk melindungi hak konstitusional setiap warganya.
Atas dasar itu, kata Yohanes, Gempar berpandangan aktor utama di balik regresi ini adalah kombinasi dari aktor non-negara (ormas keagamaan, kelompok warga) yang agresif dan aktor negara (pemerintah daerah, kepolisian) yang permisif atau melakukan pembiaran atas peristiwa ini.
Misalnya, kasus pelarangan ibadah Natal di Cibinong (Desember 2024) menunjukkan peran aparat keamanan yang lebih memilih "mediasi" yang merugikan korban demi menjaga "kondusifitas", alih-alih menegakkan hak konstitusional untuk beribadah.
Sementara itu, konflik pendirian gereja di Cirebon (November 2024) memperlihatkan bagaimana Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di banyak daerah telah beralih fungsi dari fasilitator menjadi penghambat, yang secara efektif memberikan hak veto kepada kelompok mayoritas penolak.
”Kami meminta Presiden Prabowo Subianto untuk menunjukkan kepemimpinan politik yang tegas dalam melindungi semua warga negara, mengintegrasikan pemajuan kebebasan beragama/berkeyakinan ke dalam agenda prioritas pembangunan nasional, dan memimpin reformasi hukum yang fundamental,” tegas Yohanes.
Lebih jauh, Gempar Indonesia meyakini bahwa Presiden Prabowo Subianto memiliki komitmen yang sangat kuat terhadap penegakan konstitusi, terutama Pasal 29 UUD 1945 yang menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Visi kebangsaan dan dukungan Presiden Prabowo terhadap kebebasan beragama sangat jelas.
Sekjen Gempar Indonesia, Petrus Sihombig secara terbuka dan dengan hormat meminta Presiden Prabowo Subianto untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Menteri Agama dan Wakil Menteri Agama.
”Negara membutuhkan figur di Kementerian Agama yang lebih responsif, berani, dan mampu menjadi jembatan dialog antarumat beragama, bukan pejabat yang pasif dan diam saat kebinekaan diinjak-injak,” ujar Petrus
Sumber: RMOL
 
                         
                                 
                                             
                                             
                                             
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                
Artikel Terkait
Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh: DPR Dukung KPK Usut Tuntas
Wakil Wali Kota Bandung Erwin Bantah OTT Kejaksaan: Ini Faktanya
MKD DPR Tolak Pengunduran Diri Rahayu Saraswati, Tetap Jadi Anggota Dewan
Wakil Wali Kota Bandung Erwin Ditangkap Kejari: Ini Fakta dan Kronologi Lengkapnya