Saran Menohok Rocky Gerung Untuk Gibran: Urus Brain Care di Papua, Bukan Cuma Skincare!

- Sabtu, 12 Juli 2025 | 18:05 WIB
Saran Menohok Rocky Gerung Untuk Gibran: Urus Brain Care di Papua, Bukan Cuma Skincare!




GELORA.ME - Sinyal langkah politik putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menuju kontestasi nasional terus memantik perbincangan panas.


Di tengah sorotan itu, pengamat politik Rocky Gerung melontarkan kritik tajam yang menantang substansi Gibran sebagai calon pemimpin masa depan.


Bukan lagi sekadar soal elektabilitas atau popularitas, Rocky Gerung menyarankan Gibran untuk melakukan hal yang lebih fundamental: "magang" di Papua.


Menurutnya, ini adalah cara terbaik bagi Wali Kota Solo itu untuk mengasah 'brain care' (perawatan otak), ketimbang sibuk dengan citra superfisial seperti membagikan 'skincare'.


Sindiran keras ini dilontarkan Rocky Gerung saat berdiskusi di kanal YouTube Hendri Satrio Official, menyoroti batalnya rencana kunjungan Gibran ke Bumi Cenderawasih.


Papua sebagai Laboratorium Geopolitik Ideal untuk Gibran


Bagi Rocky Gerung, Papua bukanlah sekadar wilayah di ujung timur Indonesia. 


Ia melihatnya sebagai "laboratorium" yang sempurna bagi seorang calon pemimpin untuk belajar tentang seluk-beluk persoalan bangsa yang paling kompleks.


Dari isu geopolitik hingga krisis lingkungan, semua ada di sana.


"Kalau Gibran mau maju di tahun 2029, seharusnya dia pergi ke Papua untuk belajar geopolitik, etika lingkungan, dan budaya lokal," tegas Rocky Gerung dikutip pada Sabtu (12/7/2025).


Menurutnya, pengalaman langsung di Papua akan memberikan Gibran pemahaman yang tidak bisa didapat dari ruang rapat ber-AC di Jakarta.


Ia akan dihadapkan pada realitas ketegangan sosial, tantangan pembangunan, hingga kekayaan budaya yang luar biasa. 


Pemahaman ini, kata Rocky, adalah modal esensial yang harus dimiliki jika Gibran serius membidik kursi kepemimpinan nasional di masa depan.


Usul 'Magang' hingga 2029 dan Sentilan Isu Food Estate


Tak tanggung-tanggung, Rocky menyarankan Gibran mengambil periode waktu yang panjang untuk benar-benar menyelami isu-isu tersebut. 


Ia mengusulkan agar Gibran mempertimbangkan untuk tinggal dan belajar di Papua hingga pemilihan berikutnya.


"Dia bisa magang di Papua sampai 2029 dan belajar banyak hal di sana, termasuk soal food estate," katanya, menyentil salah satu program strategis pemerintah yang penuh kontroversi.


Saran "magang" ini menjadi simbol kritik terhadap politisi yang kerap melakukan kunjungan singkat hanya untuk pencitraan. 


Rocky Gerung mendorong Gibran untuk membuktikan kapasitasnya dengan terjun langsung, merasakan denyut nadi masalah, dan mencari solusi dari lapangan, bukan hanya dari laporan staf.


Kerugian di Pihak Gibran dan Sindiran 'Brain Care vs Skincare'


Pembatalan rencana Gibran mengunjungi Papua beberapa waktu lalu dinilai Rocky sebagai sebuah kerugian besar. 


Bukan bagi Papua, melainkan bagi Gibran sendiri yang kehilangan kesempatan emas untuk belajar dan bertumbuh secara politik.


"Pembatalan rencana Gibran ke Papua itu merugikan Gibran sendiri karena kehilangan kesempatan belajar," ujarnya.


Puncak dari kritiknya adalah perbandingan menohok antara substansi dan penampilan. 


Rocky Gerung menyarankan Gibran untuk mengubah prioritasnya, dari aktivitas yang berfokus pada citra menjadi upaya serius untuk memperkaya wawasan dan intelektualitas.


"Saya sarankan Gibran untuk fokus belajar di Papua daripada kembali ke Jakarta dan melakukan hal-hal seperti bagi-bagi skincare, karena yang dibutuhkan adalah 'brain care'," pungkas Rocky Gerung.


Pernyataan ini secara langsung menyindir kegiatan Gibran yang belum lama ini membagikan produk kecantikan kepada publik. 


Bagi Rocky, seorang calon pemimpin besar seharusnya disibukkan dengan "perawatan otak", membaca, berdiskusi, dan memahami isu-isu fundamental, bukan terjebak dalam politik pencitraan yang dangkal.


Kritik ini menjadi pengingat keras bahwa jalan menuju kepemimpinan nasional menuntut lebih dari sekadar popularitas dan logistik, melainkan kedalaman intelektual dan pemahaman otentik terhadap persoalan bangsa.


Sumber: Suara

Komentar