Rocky Gerung: Segala Macam Tipu, Kemaksiatan Terbesar Jokowi adalah Merusak Demokrasi

- Rabu, 09 Juli 2025 | 13:55 WIB
Rocky Gerung: Segala Macam Tipu, Kemaksiatan Terbesar Jokowi adalah Merusak Demokrasi


GELORA.ME -
Filusuf politik Rocky Gerung menyampaikan bahwa keburukan terbesar Joko Widodo selama memimpin Republik Indonesia adalah merusak demokrasi.

“Dia merusak demokrasi, membunuh partai politik yang membesarkan dia itu udah mens rea yang paling buruk di dalam watak seseorang,” kata Rocky dalam tanya jawab bareng Pandji Pragiwaksono seperti dikutip Holopis.com, Rabu (9/7/2025).

Berbagai kebohongan Jokowi yang sampai dengan saat ini menurut Rocky pun dapat dilihat dengan kasat mata oleh publik. Mulai dari klaim bahwa Jokowi telah mengantongi data uang rakyat Indonesia sebesar Rp11 ribu yang ada di luar negeri, termasuk mobil Esemka yang sampai saat ini tidak jelas kelanjutannya.

“Apalagi kita hitung segala macam tipu, bahwa di punya 11 trilun, bahwa dia akan bikin mobil segala macam, itu tipu semua itu. Tapi kemaksiatan tertinggi adalah dia merusak demokrasi,” ujarnya.

Lantas ia juga menentang klaim bahwa sepanjang kepemimpinannya, Jokowi telah berhasil menumbuhkan demokrasi. Dalam kacamata filsafat politik, Rocky menegaskan bahwa Jokowi sama sekali tidak menghasilkan kebaikan apa pun dalam tumbuh kembang demokrasi di Indonesia.

“Orang bilang Jokowi berupaya untuk menghasilkan demokrasi, lho terbalik. Jokowi datang ketika demokrasi sudah ada. Kan Jokowi datang 2014 setelah 16 tahun reformasi demokrasi sudah ada, apa yang mau dibikin ?,” ketusnya.

Sekadar diketahui, bahwa Pada tahun 2014 di mana awal kepemimpinan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia ke 7, Indonesia mencatat skor 6,95 dalam Indeks Demokrasi yang disusun oleh Economist Intelligence Unit (EIU), menempatkannya dalam kategori flawed democracy (demokrasi yang cacat). Skor ini sempat meningkat menjadi 7,03 pada 2015, yang merupakan titik tertinggi dalam dekade tersebut. Namun sejak saat itu, tren menunjukkan penurunan skor; misalnya pada 2016 turun menjadi 6,97, dan kembali turun signifikan ke 6,39 pada 2017–2018.

Setelah sedikit naik pada 2019 (6,48) dan 2020 (6,30), skornya kembali mendaki ke 6,71 pada 2021 dan 2022, sebelum turun lagi menjadi 6,53 pada 2023 dan 6,44 pada 2024. Penurunan terakhir membuat Indonesia turun tiga peringkat ke urutan 59 dari 167 negara, masih dalam kategori demokrasi cacat.

Analisis EIU juga menunjukkan bahwa lima dimensi yang dinilai mencerminkan tantangan utama dalam demokrasi Indonesia. Dua dimensi terlemah adalah budaya politik (skor 5,00) dan kebebasan sipil (5,29), sedangkan dimensi proses pemilu dan pluralisme mendapatkan skor tertinggi (7,92), diikuti oleh partisipasi politik (7,22) dan fungsi pemerintahan (6,79).

Secara regional, meskipun Indonesia tetap menjadi salah satu demokrasi terbesar di ASEAN, pada 2024 posisinya adalah ke-4 di ASEAN, di bawah Malaysia, Timor Leste, dan Filipina.

Tren menurun ini mencerminkan fenomena global: pada 2024, rata-rata skor demokrasi dunia turun ke level terendah dalam hampir dua dekade, dan Asia termasuk wilayah yang mengalami penurunan akibat melemahnya fungsi pemerintahan dan aspek pemilu/pluralisme .

Sumber: holopis

Komentar