GELORA.ME - Panggung perayaan HUT Bhayangkara ke-79 mendadak berubah menjadi etalase teknologi masa depan.
Lebih dari 20 robot dengan beragam rupa—dari humanoid, anjing mekanis (I-K9), hingga tank mini—dipamerkan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Namun, di balik klaim modernisasi ini, muncul pertanyaan fundamental dari publik dan para pegiat hukum: apakah ini yang benar-benar dibutuhkan Indonesia saat ini?
Dilansir dari BBC Indonesia dalam artikelnya yang terbit, Rabu (2/6/2025), Polri dengan bangga menyatakan bahwa adopsi robot adalah tren global yang tak terhindarkan.
Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho, menunjuk negara lain sebagai pembenaran.
"Thailand sudah memperkenalkan robot humanoid-nya. Dubai sudah menyatakan juga soal pemanfaatan robot untuk membantu tugas-tugas kepolisian. Bahkan, China sudah uji coba robot polisi untuk patroli," ujarnya, Senin (30/6/2025).
Namun, rencana ambisius yang akan mulai menggunakan anggaran tahun 2026 ini langsung mendapat sorotan tajam.
Para peneliti antikorupsi dan pegiat hukum menilai kebijakan ini problematik dari berbagai sisi.
Harga Fantastis, Prioritas Dipertanyakan
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah, menyoroti masalah transparansi.
Setelah menelusuri laman pengadaan resmi Polri, ia tidak menemukan satu pun dokumen perencanaan terkait pembelian robot-robot ini.
"Berdasarkan hasil penelusuran ICW terhadap perencanaan Polri dari Sistem Rencana Umum Pengadaan, tidak ditemukan adanya informasi mengenai perencanaan pengadaan robot," kata Wana, Selasa (01/07).
Masalahnya bukan hanya soal transparansi, tetapi juga soal biaya yang selangit.
Berdasarkan penelusuran BBC News Indonesia menggunakan setidaknya tiga kata kunci di pencarian: "robot," "humanoid," serta "PT Sari Teknologi."
Apabila merujuk perusahaan robotik di luar negeri, Unitree, satu robot humanoid dibanderol paling murah senilai US$16.000 dan US$90.000 untuk harga tertinggi.
Dengan demikian, satu robot punya valuasi sebesar lebih dari Rp250 juta—memakai kurs terkini dan asumsi harga maksimal humanoid Polri sekitar $US16.000.
Merujuk hitung-hitungan itu, satu robot humanoid harganya lebih tinggi daripada nilai pagu paket untuk biaya reparasi dan perawatan mobil Brimob di Polda Bengkulu (Rp200 juta) serta perawatan gedung Rumah Sakit Bhayangkara di Blora, Jawa Tengah (Rp89 juta).
Sedangkan harga satu robot anjing, dengan mengikuti standar perusahaan yang membuatnya, Deep Robotics, ditetapkan nyaris Rp3 miliar untuk model basic-nya.
Fokus pada Teknologi, Dinilai Abai pada Masalah Mendasar
Kritik paling keras datang dari Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani.
Menurutnya, Polri seharusnya fokus pada masalah fundamental yang paling dirasakan masyarakat, bukan mengejar kemewahan teknologi.
"Tindakan yang sering dilakukan kepolisian ini adalah undo delay. Laporan masyarakat tidak direspons atau dicuekin sama polisi," ujarnya.
"Ini yang sering viral dan sehingga muncul istilah no viral, no justice. Jadi, kalau enggak viral, maka tidak akan ditangani kepolisian," tambah dia.
Julius menegaskan, untuk mengatasi lambatnya respons aduan masyarakat, yang dibutuhkan bukanlah robot.
Jika Polri ingin serius berbenah dengan teknologi, seharusnya fokus dialihkan untuk memberantas kejahatan digital yang meresahkan.
"Dugaan tindak pidana kejahatan digital seperti judi online, penipuan lewat email maupun aplikasi, sampai investasi bodong. Kalau mau [menyelesaikan masalah] lewat digital dan teknologi, itu yang diperlukan," tuturnya.
Pandangan ini diperkuat oleh rekor buruk Polri dalam isu kekerasan. Data KontraS menunjukkan Polri menjadi aktor di balik 602 peristiwa kekerasan sepanjang 2025, dengan 42 korban meninggal dunia.
Komnas HAM pada 2024 juga menempatkan kepolisian sebagai lembaga yang paling sering dilaporkan terkait pelanggaran HAM.
Dalih Robot untuk Kurangi Risiko
Menghadapi kritik ini, Polri berdalih bahwa kehadiran robot bukan untuk menggantikan peran manusia, melainkan sebagai mitra strategis untuk mengurangi risiko di lapangan.
Robot humanoid akan digunakan untuk pemindaian wajah dan pemantauan lalu lintas, sementara robot anjing I-K9 untuk mendeteksi bahan berbahaya dan misi penyelamatan.
"Robot-robot ini, di masa depan, akan menjadi mitra strategis personel Polri. Mereka dirancang untuk mengambil peran di lokasi berisiko tinggi guna mengurangi paparan bahaya terhadap manusia, sekaligus meningkatkan akurasi operasi," kata Inspektur Pengawasan Umum Polri, Komjen Dedi Prasetyo.
Namun, Dedi mengakui bahwa proyek ini masih berada di tahap yang sangat awal.
"Kami mengakui bahwa teknologi ini masih dalam tahap pengembangan awal dan akan terus belajar dari praktik terbaik negara-negara maju," ujar dia.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Vonis Penjara Disunat MA 2,5 Tahun, Kuasa Hukum: Seharusnya Setnov Bebas
KPK Beri Sinyal Dugaan Keterlibatan Eks Menhub Budi Karya di Korupsi DJKA, Kapan Diperiksa Lagi?
Siapa Pemilik Pistol Jenis Beretta Lengkap dengan 7 Peluru di Rumah Topan Ginting?
Jejak Digital Bobby Nasution Diendus KPK, Ada Komunikasi Mencurigakan di Kasus Suap Proyek Jalan Rp231 Miliar?