Surat Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan Kementerian Sekretariat Negara Nomor B.2593/Kemensetneg/D-3/DM.05/05/2015 tanggal 12 Mei 2015 merupakan jawaban terhadap surat tuntutan masyarakat Kampung Tua kepada Presiden.
"Inti surat ini memerintahkan Gubernur Kepulauan Riau, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Kepulauan Riau, dan Kepala Badan Pengusahaan Batam untuk membuat kajian dalam rangka penyelesaian," jelasnya lagi.
Sementara itu, secara terpisah, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menduga ada tumpang tindih terkait dengan kepemilikan lahan, sehingga mengakibatkan konflik agraria di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Agus pun meminta agar Kementerian ATR/BPN bisa memperbaiki data terkait dengan kepemilikan lahan di Pulau Rempang yang diduga ada tumpang tindih.
"Saya curiga setelah adanya rencana pengembangan Pulau Rempang di tahun 2000-an, kemudian banyak yang mencari tanah di sana dan dikasih surat sehingga kepemilikannya pun tumpang tindih. Nah ini yang harus dirapikan oleh pihak ATR/BPN," kata Agus di Jakarta, Senin (18/9).
Dia mengatakan bahwa perencanaan adanya proyek di Pulau Rempang memang sudah sekitar tahun 2000-an. Namun, proyek tersebut tak kunjung digarap dan lahan pun dibiarkan begitu saja, sehingga dijadikan tempat pemukiman masyarakat.
"Tapi perlu kita ketahui, di Indonesia mayoritas itu kepemilikan tanahnya itu kurang jelas, karena dari awal, dulu surat menyurat itu mereka nggak punya, karena itu tanah negara, tapi sudah digarap ditinggali puluhan tahun begitu," ungkap dia.
Bahkan Agus menyebut, secara legal, tak ada peraturan yang mengharuskan pemerintah melakukan ganti rugi terhadap tanah milik negara yang ditinggali masyarakat.
"Karena dalam peraturan kalau tanah milik negara kayak HGB dan sebagainya kalau diminta negara ya harus pergi," tukasnya.
Masalah konflik agraria itu pun menjadi bumerang bagi masyarakat terkait adanya pernyataan janji kampanye Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2019 lalu yang disebut akan memberikan sertifikat kepada masyarakat.
"Tadi saya lihat ada program, kalau presiden kampanye pada tahun 2019 bahwa janji kasih sertifikat kaya gitu lho, dan itu tidak dikomunikasikan dengan baik," kata dia.
Sehingga, lanjutnya, ketika investor ingin membangun lahan tersebut menjadi terhambat karena kurangnya data studi sosial antropologi. Menurutnya, dalam hal ini pemerintah tak mengkaji terkait dengan studi ilmu sifat manusia dan lain sebagainya.
Agus juga menduga adanya konflik kepentingan di balik permasalahan agraria yang ada di Pulau Rempang.
"Ya pasti lah ada yang menunggang. Kalau soal politik, pasti ada kepentingan lain apalagi mau Pemilu," pungkasnya.
Sumber: RMOL
 
                         
                                 
                                             
                                             
                                             
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                
Artikel Terkait
Rismon Sianipar Klaim Prabowo Tahu Soal Ijazah Gibran: Fakta dan Perkembangan Terbaru
Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh: DPR Dukung KPK Usut Tuntas
Wakil Wali Kota Bandung Erwin Bantah OTT Kejaksaan: Ini Faktanya
MKD DPR Tolak Pengunduran Diri Rahayu Saraswati, Tetap Jadi Anggota Dewan