Denny Indrayana Minta Ketua MK Anwar Usman Mundur, Tak Boleh Tangani Kasus Gibran Jokowi

- Minggu, 27 Agustus 2023 | 12:01 WIB
Denny Indrayana Minta Ketua MK Anwar Usman Mundur, Tak Boleh Tangani Kasus Gibran Jokowi

GELORA.ME - Guru Besar Hukum Tata Negara Prof Denny Indrayana PhD meminta Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mundur dari kasus berkaitan dengan Gibran Rakabuming Raka.


Anwar Usman berpotensi melanggar kode etik jika tetap ikut dalam persidangan yang membahas judicial review terkait umur calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).


Gibran Rakabuming Raka adalah putra Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang kini menjadi Wali Kota Solo.


"Ketua MK Anwar Usman SEHARUSNYA Mundur dari Kasus Yang Terkait dengan Gibran Jokowi," tulis Denny Indrayana dalam akun twitternya, Minggu (27/8/2023).


Wartakotalive.com telah meminta izin kepada Denny Indrayana untuk mengutip pernyataannya tersebut sebagai berita. 


Menurut Denny, Ketua MK Anwar Usman seharusnya mundur dari perkara yang memeriksa konstitusionalitas syarat umur capres dan cawapres.


Denny Indrayana mengingatkan adanya kode etik yang berpotensi dilanggar oleh Anwar Usman.


Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, yang tertuang dalam Peraturan MK Nomor 9 Tahun 2006, khususnya Prinsip Ketakberpihakan, pada penerapan butir 5 huruf b mengatur:


"Hakim konstitusi – kecuali mengakibatkan tidak terpenuhinya korum untuk melakukan persidangan – harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara apabila hakim tersebut tidak dapat atau dianggap tidak dapat bersikap tak berpihak karena alasan-alasan di bawah ini: ... b. Hakim konstitusi tersebut atau anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan".


Maka, meskipun Gibran Jokowi bukan pemohon atau pihak dalam perkara pengujian syarat umur capres-cawapres tersebut, adalah fakta yang tak terbantahkan  bahwa perkara tersebut berkait langsung dengan kepentingan peluang Gibran Jokowi berpotensi maju sebagai kontestan dalam Pilpres 2024.


Apalagi Presiden Jokowi, sang Kakak Ipar Anwar Usman, telah secara resmi memberikan keterangan Presiden dalam persidangan di MK, yang pada intinya, tidak menolak permohonan syarat umur diturunkan menjadi 35 tahun, dan memberi peluang Gibran Jokowi menjadi cawapres tersebut.


"Mahkamah Konstitusi mengadukan saya ke Kongres Advokat Indonesia karena diduga merusak kehormatan dan kewibawaan Mahkamah dalam soal twit perkara sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup," ujar Denny.


"Mari kita lihat, bagaimana sembilan hakim konstitusi bersikap atas potensi benturan kepentingan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam memeriksa perkara syarat umur capres dan cawapres."


Saya berpandangan, masih ikut sertanya Anwar Usman memeriksa perkara tersebut, bukan hanya melanggar Kode Etik Hakim Konstitusi, lebih jauh sikap tidak etis Ketua MK yang demikian berpotensi lebih merusak kemerdekaan, kehormatan, dan kewibawaan Mahkamah Konstitusi. 


Orang Kuat di Belakang Gugatan ke MK


Sebelumnya diberitakan Wartakotalive.com, PDI Perjuangan menduga ada sosok berkuasa yang sedang bermanuver mengubah Undang-Undang (UU) Pemilu.


Orang tersebut punya kepentingan jangka pendek, yaitu agar bisa mendapatkan calon presiden yang sedang diincar.


Saat ini Mahkamah Konstitusi sedang menggelar sidang uji materi terhadap UU Pemilu, yang menyangkit soal batasan usai bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden.


Gugatan tersebut dilayangkan oleh beberapa pihak termasuk Partai Solidaritas Indonesia yang saat ini dekat dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.


PSI mengajukan gugatan agar batasan usia bakal calon presiden dan wakil presiden diubah dari 40 tahun menjadi 35 tahun.


Banyak yang menduga upaya itu dilakukan untuk memberi karpet merah kepada Gibran Rakabuming Raka yang tak lain putera presiden Joko Widodo yang juga Wali Kota Solo.


Seperti diketahui Gibran masuk radar Partai Gerindra sebagai salah satu calon pendamping Prabowo di Pilpres 2024.


Sebagai catatan, Gibran genap berusia 35 tahun pada 1 Oktober mendatang.


Manuver tersebut sudah dibaca PDIP. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengingatkan agar semua pihak taat dengan UU Pemilu terutama menyangkut batasan usai dalam pencalonan presiden dan wakil presiden.


"Berbagai manuver-manuver kekuasaan memang mencoba banyak dilakukan, tapi pedoman yang paling elementer terkait Pemilu adalah kita konsisten kepada peraturan perundang-undangan yang ada," kata Hasto di Sekolah Partai Lenteng Agung, Jakarta, akhir pekan lalu.


Hasto juga menegaskan, bahwa aturan yang sudah berlaku saat ini tidak diubah di tengah jalan menuju Pemilu 2024.


Sehingga, aturan soal batas usia Capres-Cawapres bisa dijalankan bersama-sama.


"Bagi PDI-P, peraturan yang ada saat ini berlaku saat ini, itulah yang kita jalankan bersama-sama," ujar Hasto.


Selain itu, Politisi asal Yogyakarta ini mengingatkan bahwa kewenangan membuat atau mengubah aturan terkait batas usia cawapres ada di tangan legislatif yakni DPR, bukan kewenangan MK.


"Dari hasil diskusi dengan para ahli hukum tata negara terkait batas usia itu adalah bagian dari open legal policy yang dimiliki oleh DPR RI," jelas Hasto.


Demi Kepentingan Politik


Pengamat Politik yang juga Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno menilai, bahwa peryataan Hasto itu tak bisa dianggap sebagai sebuah klakar semata.


Adi menyebut kapasitas Hasto sebagai Sekjen partai yang memenangi Pemilu dua kali berturut-turut. Sehingga, tahu betul siapa yanh dimaksud soal kekuasaan yang berkepentingan dalam gugatan di MK tersebut.


"Siapa orang yang punya kepentingan soal ini, aktor kekuasaan, pola manuver dan seterusnya, pastinya Hasto sudah mengetahuinya. Cuma tak diungkap secara vulgar siapa orangnya itu. Yang jelas berada di dalam kekuasaan," kata Adi saat dihubungi Tribun Network, Senin (7/8).


Adi juga berpandangan bahwa gugatan batas usia Cawapres ini sangat jelas terlihat demi kepentingan politik.

Halaman:

Komentar