GELORA.ME - Dugaan intimidasi dan ancaman fisik terhadap YF, mahasiswa magister Universitas Indonesia yang mengkritisi penempatan TNI di jabatan sipil, kembali menyorot lemahnya perlindungan atas kebebasan berpendapat di Indonesia.
Ironisnya, peristiwa ini terjadi berdekatan dengan peringatan 27 tahun Reformasi 1998—sebuah tonggak sejarah yang menuntut diakhirinya Dwifungsi ABRI (sekarang TNI).
Kasus YF bukan sekadar insiden biasa, melainkan bagian dari pola represif yang terus berulang, saat suara kritis sipil justru direspons dengan intimidasi, bukan dialog.
YF menulis pandangannya berjudul 'Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN?' di rubrik opini media nasional Detik.com dan ditayangkan pada Kamis, 22 Mei 2025. Namun, belakangan artikel itu dihapus karena permintaan YF.
"Redaksi menghapus tulisan opini ini atas permintaan penulis, bukan atas rekomendasi Dewan Pers. Kami memohon maaf atas keteledoran ini," tulis Detik.com yang dikutip pada Senin 26 Mei 2025.
Sementara itu di balik layar alasan penghapusan artikel disampaikan dengan gamblang, YF diduga mendapat intimidasi hingga ancaman fisik.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Suara.com, setelah artikel itu tayang pada hari yang sama Kamis, 22 Mei 2025, YF diserempet pengendara motor yang tidak dikenal hingga terjatuh.
Peristiwa itu tak terjadi sekali, tetapi dua kali, yakni pada siang harinya. Dua ancaman fisik itu dilakukan pelaku yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan helm full face.
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melihat upaya pembungkaman itu mirip dengan tindakan represif yang terjadi pada masa Orde Baru.
"Upaya teror terhadap YF menunjukan bahwa metode represif orde baru dalam membungkam suara warga telah digunakan kembali. Teror semacam ini merupakan tindakan lancung yang menjadi musuh demokrasi," kata Wakil Ketua Koordinator KontraS Andrie Yunus kepada Suara.com, Senin, 26 Mei 2025.
Andrie mengaku miris dengan yang dialami YF, lantaran dugaan intimidasi itu terjadi sehari setelah peringatan 27 tahun reformasi 1998 yang jatuh pada 21 Mei 2025 lalu.
"Semestinya, peringatan Reformasi 1998 yang berlangsung sepanjang Mei dapat menjadi pengingat bahwa terdapat jaminan atas hak fundamental yakni hak menyatakan pendapat haruslah dihormati oleh semua pihak," kata Andrie.
KontaS Mengutuk
KontraS mengutuk tindakan tersebut. Mereka memandangnya sebagai upaya serangan serius bagi demokrasi dan kebebasan sipil.
Pun kejadian yang dialami YF diyakini bukan peristiwa tunggal, melainkan pola kekerasan yang berulang sejak masifnya gelombang penolakan terhadap revisi Undang-undang TNI.
Opini yang dibalas dengan tindakan represif dinilai Andrie semakin menguatkan munculnya gejala otoritarianisme.
"Yang sudah barang tentu tidak akan pernah compatible dengan negara demokrasi," ujarnya.
Berdasarkan catatan yang dimiliki Kaukus Indonesia Untuk Kebebasan Akademik (KIKA), dugaan intimidasi terhadap YF, menambah panjang daftar serangan dalam konteks kebebasan akademisi yang terjadi pada bulan ini.
Sebelumnya, tiga mahasiswa yang menjadi pemohon uji formil UU TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK) juga diduga mengalami intimidasi.
Tiga mahasiswa, berinisial AG, HA, ID yang masih berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) itu diduga mendapat intimidasi dari oknum yang mengatasnamakan utusan MK dan Bintara Pembina Desa (Babinsa).
Rumah ketiga mahasiswa tersebut disambangi, dan data pribadi mereka dikumpulkan tanpa alasan yang jelas.
Koordinator KIKA Satria Unggul menegaskan mengecam tindakan tersebut.
"Bahwa intimidasi yang dilakukan terhadap mahasiswa yang sedang mendayagunakan pemikiran kritisnya, tak boleh sekalipun dibatasi apalagi direpresi dengan cara intimidasi yang mengancam keselamatannya," kata Satria.
Dia menegaskan bahwa teror atas tulisan, pendapat, upaya konstitusional, harus didesakkan pertanggungjawabannya, diuji dalam mekanisme penegakan hukum yang adil nan lugas.
Apa yang dilakukan para mahasiswa itu seharusnya dipandang sebagai pemenuhan hak warga sipil untuk mengekspresikan pendapat dan merupakan bagian dari penggunaan kebebasan akademik.
Karenanya wajib mendapatkan perlindungan hukum konstitusional dan hak asasi manusia.
Kebebasan akademik dilindungi, sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 9 ayat 1 menyebutkan kebebasan sivitas akademika dalam pendidikan tinggi untuk mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara bertanggung jawab melalui pelaksanaan tridharma.
Selain itu, mekanisme hukum dan penegakan HAM di Indonesia juga menjamin kebebasan untuk berkumpul, berserikat, dan menyampaikan aspirasi dalam dunia pendidikan tinggi merupakan hak yang melekat pada seluruh sivitas, termasuk dalam Pasal 19 Kovenan SIPOL (ICCPR/ Indonesia ratifikasi dalam UU Nomor 12 Tahun 2005).
KIKA pun mendesak kepolisian memberikan perlindungan kepada para korban dan melakukan penyelidikan terhadap dugaan teror itu.
Kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) diminta juga melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM yang dialami YF dan ketiga mahasiswa UII.
"KIKA memandang bahwa militerisme telah merusak tradisi berpikir kritis dan menggerogoti negara hukum demokratis, sehingga intimidasi atas kasus-kasus tersebut harus menjadi perhatian semua pihak, untuk dihentikan, dievaluasi dan dicegah untuk tidak terulang Kembali," tegas Satria.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Nany Afrida memandang serangan terhadap dugaan intimidasi yang dialami YF, bukan hanya sebagai ancaman terhadap individu, melainkan ditujukan kepada kebebasan pers, hak publik atas informasi, dan pilar-pilar demokrasi yang sehat.
"Pola ini menunjukkan adanya upaya sistematis untuk menciptakan efek gentar (chilling effect), agar masyarakat takut menyampaikan pendapat dan media enggan membuka ruang bagi suara-suara kritis,” kata Nany lewat keterangan yang diterima.
AJI juga mencatat bahwa dugaan intimidasi yang dialami YF, menambah daftar panjang serangan terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi pada masa Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Sebelumnya, ada kasus penarikan lagu 'Bayar, Bayar, Bayar' oleh Band Sukatani, pemaksaan permintaan maaf terhadap siswa di Bogor yang mengkritik MBG, hingga penangkapan mahasiswa ITB karena membuat meme tentang Jokowi dan Prabowo.
Sementara itu, Dewan Pers mengaku telah menerima laporan dari YF selaku penulis opini itu, dan sedang melakukan verifikasi. Dewan Pers juga membantah merekomendasikan penghapusan opini itu dari laman Detik.com.
Ketua Dewan Pers, Komaruddin Hidayat pun menyatakan menegaskan pihaknya mengecam tindakan intimidasi itu.
"Kami mendesak semua pihak menghormati dan menjaga ruang demokrasi dan melindungi suara kritis dari warga, termasuk mahasiswa," kata Komaruddin melalui keterangannya.
Sementara Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah menyesalkan peristiwa itu. Anis menegaskan berpendapat dalam bentuk apapun, termasuk tulisan dijamin perlindungannya oleh konstitusi dan Undang-Undang HAM.
"Mestinya negara memiliki kewajiban menghormati, melindungi dan memenuhinya. Kami berharap kasus-kasus yang seperti ini tidak terulang di kemudian hari," kata Anis.
Bantahan TNI
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen Kristomei Sianturi menyatakan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam dugaan intimidasi itu.
Ia menegaskan bahwa TNI menghormati hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat.
Kebebasan berpendapat, katanya, adalah bagian dari prinsip demokrasi yang harus dijaga TNI.
"TNI tidak pernah dan tidak akan melakukan tindakan-tindakan intimidatif terhadap warga yang menjalankan hak konstitusionalnya dalam menyampaikan pendapat," katanya pada Senin 26 Mei 2025 dikutip dari Antara.
Istana negara turut merespons serangan terhadap YF. Kepala Kantor Kepresiden Hasan Nasbi, menyebut serangan itu harus didalami siapa pelakunya.
Presiden Prabowo, katanya, sangat menghormati penegakan hak asasi manusia.
"Yang jelas Presiden itu meletakkan perlindungan HAM dalam Astacita, pertama. Jadi perlindungan, penegakan HAM itu di Astacita pertama. Dan sampai hari ini pemerintah sangat konsisten dan konsekuen menjalankan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM," kata Hasan di Jakarta Senin, 26 Mei 2025.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Diduga Pasang CCTV di Toilet Siswi, Polisi Tangkap Alumni Siswa SMAN 12 Bandung
Christiano Tarigan Akhirnya Ditahan, Pelat Nomor BMW Barang Bukti Sempat Ditukar di Polsek
Terekam CCTV, Ada Orang yang Ganti Pelat Nomor BMW Penabrak Mahasiswa UGM saat di Polsek, Pelat F jadi Pelat B
Rumor Lambannya Polisi Tetapkan Status Tersangka, Penabrak Mahasiswa UGM Disebut Keponakan Menteri Inisial B