GELORA.ME - Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Demokrat, Rachland Nashidik bicara soal Abolisi Hasto dan Amnesti Tom.
Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, Rachland Nashidik menyebut ini sebagai dua logika keadilan.
“Abolisi Hasto dan Amnesti Tom: Dua Logika Keadilan (1),” tulisnya dikutip Senin (4/8/2025).
Dikatakan, Presiden Prabowo Subianto memberi abolisi untuk Thomas Trikasih Lembong, mantan Menteri Perdagangan, dan amnesti untuk Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan.
Keduanya dihadapkan pada dakwaan korupsi. Tapi mengapa negara memberikan pengampunan berbeda?
Pertanyaan ini kata dia, membawa pada fondasi penting dalam hukum pidana, perbedaan antara kejahatan terhadap negara (crimes against the state) dan kejahatan terhadap individu (crimes against individual).
Menurutnya, perbedaan ini bukan hanya semantik.
Tapi menyentuh jantung pertanyaan yang lebih besar: siapa sebenarnya korban dari kejahatan itu—negara, atau warganya sendiri?
“Crimes against the state adalah kejahatan yang merugikan atau mengancam kepentingan negara sebagai institusi publik—baik melalui korupsi, kudeta, sabotase, maupun tindakan lain yang merusak integritas negara. Jadi dalam kejahatan jenis ini, negara adalah korban,”
“Sebaliknya, crimes against individuals terjadi ketika negara atau aparatnya justru menjadi pelaku pelanggaran hukum terhadap warga negara. Kejahatan jenis ini dihubungkan dengan Hak Asasi Manusia karena negara yang diberi mandat untuk melindungi warga negara, justru memperkosa hak asasi warganya,” tambahnya.
Rachland menyebut untuk kasus yang dihadapi oleh Tom Lembong merupakan kriminalisasi kebijakan.
Dimana, kebijakan publik yang dijalankan atas dasar pertimbangan tugas dan tanpa niat jahat yang harusnya tidak dikriminalisasi.
Thomas Trikasih Lembong didakwa melakukan tindak pidana korupsi saat menjabat Menteri Perdagangan, terkait kebijakan impor pangan.
Namun demikian, di dalam prosesnya, pengadilan lebih menyoal diskresi kebijakan yang dia jalankan, daripada sangkaan memperkaya diri atau merugikan negara secara pribadi.
Padahal, lanjut dia, kebijakan publik yang dijalankan atas dasar pertimbangan tugas dan tanpa niat jahat, seharusnya tidak boleh dikriminalisasi.
Pasal 44 ayat (1) KUHP menyatakan, seseorang tidak dapat dipidana atas perbuatan yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas jabatan atau wewenangnya, kecuali jika nyata-nyata dilakukan dengan maksud jahat.
Dalam kasus Tom, para hakim tidak menemukan mens rea.
Ia lanjut menyebut Tom Lembong adalah korban dari crime against individual dan hadirnya Abolisi adalah tindakan korektif untuk melindungi hak seorang warga
“Maka, publik menilai, proses hukum terhadap Tom Lembong dipaksakan. Politically motivated. Publik luas menilai ini kriminalisasi terhadap sikap politik Tom yang kritis, bukan penegakan hukum,” paparnya.
Ditegaskan, jika Thomas Lembong, bila benar kasusnya demikian, adalah korban dari crime against individual. Pelaku atau tertuduhnya adalah negara.
“Maka, dari sisi ini, pemberian abolisi oleh Presiden bukanlah pengampunan atas kesalahan -- melainkan justru pengakuan bahwa Thomas Lembong tidak bersalah,” tuturnya.
“Abolisi adalah tindakan korektif untuk melindungi hak seorang warga dari miscarriage of justice, yang jika dibiarkan, akan menggerus legitimasi negara hukum itu sendiri,” lanjutnya.
Sementara untuk kasus yang dihadapi Hasto Kristiyanto disebutnya sebagai kejahatan terhadap negara.
“Hasto Kristiyanto: Kejahatan terhadap Negara. Kasus Hasto Kristiyanto berbeda. Ia didakwa dan dinyatakan terbukti menyuap petinggi Komisi Pemilihan Umum (KPU) guna menyelundupkan Harun Masiku ke Senayan, menggantikan caleg terpilih melalui jalur ilegal,” ungkapnya.
“Tindakan ini merusak proses pemilu, memperalat institusi negara, dan mencederai kedaulatan rakyat. Ini adalah crime against the state,” tambahnya.
Hasto dalam hal ini disebut sebagai menghadapi dakwaan obstruction of justice—menghalangi proses penegakan hukum
Yang dalam artian putusan ini memangkas putus kemungkinan bagi hukum.
“Di sisi lain, Hasto juga menghadapi dakwaan obstruction of justice—menghalangi proses penegakan hukum dalam pengejaran Harun Masiku. Dakwaan ini mencuat setelah muncul kabar bahwa Hasto sempat menghilang dan diduga berlindung di kompleks PTIK—lokasi yang juga dikaitkan dengan persembunyian awal Harun Masiku,” sebutnya.
“Para hakim pada akhirnya menyatakan Hasto tidak bersalah dalam dakwaan obstruction of justice. Putusan ini memutus rantai pembuktian dari dugaan adanya keterlibatan pihak-pihak lain, khususnya dari kalangan institusi keamanan atau elite politik, dalam upaya melarikan dan menyembunyikan Harun Masiku,” terangnya.
Artinya, putusan ini memangkas putus kemungkinan bagi hukum untuk menelusuri lebih jauh jaringan perlindungan terhadap buron politik paling misterius di negeri ini -- dan kemungkinan adanya aktor aktor politik dan negara yang menjadi pelakunya.
Sumber: Fajar
Artikel Terkait
Tom Lembong Tersenyum Dengar Jokowi Akui Kebijakan Negara dari Presiden
Drama Ridwan Kamil vs Lisa Mariana Memasuki Babak Akhir: Tes DNA Digelar Pekan Ini!
Waspada, Abolisi Kasus Tom Lembong Digunakan sebagai Modus untuk Menyelamatkan Kasus Ijazah Palsu Jokowi
Bos Sinar Mas Indra Widjaja Tiga Kali Mangkir Pemeriksaan Korupsi Taspen