Militer Israel mengumumkan akan menghentikan pertempuran di tiga wilayah padat penduduk di Jalur Gaza selama 10 jam setiap hari, sebagai langkah awal untuk mengatasi bencana kelaparan yang mengancam warga Palestina.
Penghentian sementara ini dilakukan di tengah meningkatnya tekanan internasional terhadap Israel, yang menghadapi kritik keras atas krisis kemanusiaan yang memburuk akibat perang yang telah berlangsung hampir dua tahun.
Menurut pernyataan resmi, jeda tempur akan diberlakukan mulai Minggu, 27 Juli 2025 di Kota Gaza, Deir al-Balah, dan Muwasi dari pukul 10.00 hingga 20.00 waktu setempat, dan akan berlangsung hingga pemberitahuan lebih lanjut.
Militer menyatakan bahwa jeda ini bertujuan untuk meningkatkan skala bantuan kemanusiaan yang dapat diakses oleh warga sipil di tengah konflik.
“Langkah-langkah ini diambil dalam koordinasi dengan PBB dan organisasi kemanusiaan lainnya untuk membuka koridor bantuan dan menjangkau populasi yang paling membutuhkan,” ujar juru bicara militer Israel dalam keterangannya, seperti dimuat AFP.
Israel juga mengungkap bahwa pihaknya telah kembali melakukan pengiriman bantuan melalui udara ke wilayah Gaza, termasuk tepung, gula, dan makanan kaleng, di tengah meningkatnya kelaparan.
Namun, para ahli pangan telah sejak lama memperingatkan bahwa tingkat distribusi masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan lebih dari dua juta penduduk Gaza yang terdampak perang.
Gambar-gambar memilukan anak-anak kurus dan kelaparan dari Gaza telah menyebar luas, memicu reaksi keras dari komunitas internasional.
Negara-negara sekutu dekat Israel pun menyerukan diakhirinya perang dan mendesak peningkatan bantuan kemanusiaan.
Setelah gencatan senjata terakhir berakhir pada Maret, Israel sempat menutup penuh akses masuk bantuan ke Gaza selama lebih dari dua bulan. Baru pada Mei, setelah tekanan internasional meningkat, Israel mulai melonggarkan blokade dengan mengizinkan sekitar 4.500 truk bantuan masuk.
Namun angka tersebut masih jauh dari 500 hingga 600 truk per hari yang dibutuhkan menurut PBB. Bahkan, distribusi bantuan oleh PBB pun terhambat karena kekacauan dan penjarahan oleh massa kelaparan.
Israel menyalahkan Hamas atas krisis ini, menuduh kelompok tersebut menyedot bantuan untuk memperkuat kekuatan militer mereka. Namun tuduhan itu dibantah oleh PBB.
“Sistem distribusi kami adalah yang paling efektif untuk menjangkau masyarakat sipil yang rentan. Tidak ada bukti kredibel bahwa Hamas mencuri bantuan secara sistematis,” tegas juru bicara PBB.
Israel kini juga mendukung alternatif distribusi melalui Yayasan Kemanusiaan Gaza yang berbasis di AS.
Meski demikian, laporan dari Kantor HAM PBB menyebutkan bahwa lebih dari 1.000 warga Palestina telah tewas sejak Mei saat berdesak-desakan demi mendapatkan makanan di pusat distribusi.
Konflik ini bermula sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 di wilayah Israel selatan, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 lainnya.
Israel menanggapi dengan serangan besar-besaran ke Gaza, yang menurut Kementerian Kesehatan Gaza telah menewaskan lebih dari 59.700 orang, lebih dari separuhnya adalah perempuan dan anak-anak.
Saat ini, sekitar 50 sandera masih ditahan Hamas, meskipun lebih dari separuh di antaranya diyakini telah meninggal dunia.
Sementara harapan akan gencatan senjata permanen kian memudar, upaya diplomatik menemui jalan buntu. Pada Jumat lalu, 25 Juli 2025, Israel dan Amerika Serikat menarik kembali tim perunding mereka, menyalahkan Hamas atas kebuntuan tersebut dan menyatakan sedang mempertimbangkan opsi alternatif.
Sumber: rmol
Foto: Tentara Israel/Net
Artikel Terkait
Blokade Gaza Harus Dibuka, Bantuan Kemanusiaan Jangan Dipersulit
Viral Aksi Intoleransi di Padang, Rumah Doa Umat Kristen Diserang hingga 2 Anak Terluka
Ikut Reuni Teman Kuliah Jokowi, Sosok Ini Dituding Bernama Asli Wakidi Calo Terminal Bis Tirtonadi Solo
Sindir Jokowi? Politikus Demokrat: Habis Reuni, Segera Legalisir Ijazah, Siapa Tahu Jadi Sekjen PBB