Sederet Kebijakan Dedi Mulyadi yang Diprotes Warga, Terbaru soal Larangan Study Tour

- Rabu, 23 Juli 2025 | 12:25 WIB
Sederet Kebijakan Dedi Mulyadi yang Diprotes Warga, Terbaru soal Larangan Study Tour



GELORA.ME  - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi didemo oleh sejumlah pelaku pariwisata di halaman Gedung Sate, Bandung, pada Senin (21/7/2025).

Para pendemo ini, menuntut Gubernur Dedi Mulyadi mencabut larangan study tour atau kegiatan perjalanan menuju tempat-tempat yang dinilai edukatif.

Meski begitu, Dedi Mulyadi, bergeming dan tak akan mencabut Surat Edaran (SE) Nomor 45/PK.03.03.KESRA tentang Larangan Menggelar Study Tour.

Namun, bukan kali ini saja kebijakan pria yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM) itu mendapatkan protes dari warga, berikut di antaranya.

Larangan Study Tour

Menurut KDM, SE tersebut merupakan kebijakan yang membebaskan masyarakat kecil dari biaya kegiatan piknik berkedok study tour.

"Pelaku jasa usaha kepariwisataan, baik penyelenggara travel, kemudian sopir bus, pengusaha bus, mendesak saya mencabut SK larangan study tour, yang protes itu adalah kegiatan pariwisata. SK saya adalah SK study tour," kata Dedi, dilansir TribunJabar.id, Selasa (22/7/2025).

Ia makin yakin bahwa selama ini kegiatan study tour hanyalah kedok semata karena protes datang dari pelaku usaha pariwisata.

"Yang dilarang adalah kegiatan study tour, yang kemudian dengan demonstrasi itu menunjukkan dengan jelas kegiatan study tour itu sebenarnya kegiatan piknik, kegiatan rekreasi. Bisa dibuktikan yang demonstrasi para pelaku jasa kepariwisataan," ucapnya.

Bahkan, sambung Dedi, aksi unjuk rasa itu memperoleh dukungan dari asosiasi Jeep di wilayah Yogyakarta yang biasa mengangkut wisatawan di Gunung Merapi.


"Insyaallah saya Gubernur Jabar akan tetapi berkomitmen menjaga ketenangan orang tua siswa agar tidak terlalu banyak pengeluaran biaya di luar kebutuhan pendidikan," ujarnya.

Dedi mengeklaim, SE ini tetap diberlakukan lantaran berpihak kepada kepentingan rakyat, terutama dalam mengefisienkan pendidikan dari beban biaya yang tidak ada kaitan dengan pendidikan karakter dan pertumbuhan pendidikan Pancawaluya.

"Mudah-mudahan industri pariwisata tumbuh sehingga yang datang wisata orang luar negeri orang yang punya uang yang memang murni memiliki tujuan kepariwisataan dan memiliki berdasarkan kemampuan ekonomi yang dimiliki."

Baca juga: Klarifikasi Polisi soal Keberadaan Dedi Mulyadi saat Tragedi Pesta Pernikahan di Garut


"Bukan orang yang memiliki kemampuan pas-pasan dengan alasan study tour dipaksa piknik atau kalau tidak dipaksa anaknya malu di rumah karena tidak ikut piknik," ucapnya.

Terpisah, salah seorang sopir bus pariwisata di Perusahaan Otobus Bukit Jaya, Kuningan yang bernama Jaya Slamet (37) mengaku harus bekerja serabutan setelah Gubernur Jabar mengeluarkan SE tentang larangan menggelar study tour.

Sebelum ada SE tersebut, jelas Jaya, ia biasa mengantar wisatawan ke berbagai daerah di Indonesia. 


“Seminggu bisa tiga kali, sebulan bisa 10 sampai 12 kali jalan antar wisatawan,” ujar Jaya, saat ikut dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Senin.


Jaya tak mempunyai gaji tetap setiap bulan dari pekerjaannya sebagai sopir bus pariwisata. Ia hanya mengandalkan seberapa banyak mendapatkan trip. 

“Saya dibayar per trip, biasanya kalau ke Yogyakarta misalnya, dibayar Rp500 ribu, kalau satu bulan full masuk, bisa dapat Rp4 jutaan,” ujarnya.

Namun, sejak KDM mengeluarkan SE larangan study tour ke luar Jawa Barat, tak ada lagi trip yang masuk. 

“Sekarang, sejak ada surat edaran larangan itu paling Rp1 juta juga tidak sampai. Kebanyakan sekarang nganggur, serabutan saja. Di rumah kalau ada yang nyuruh nyangkul ya nyangkul, kadang jadi sopir truk juga,” ucapnya.

Menurutnya, dampak dari kebijakan ini tak hanya merugikan perusahaan, tapi juga sopir karena bus pariwisata sangat mengandalkan konsumen yang didominasi dari study tour.


Program Barak Militer untuk Siswa Nakal
Dedi Mulyadi mempunyai kebijakan untuk mengirim siswa bermasalah di Jawa Barat--ikut tawuran, geng motor, hingga narkoba-ke barak militer.

Kebijakan ini sudah diterapkan oleh KDM sejak akhir April 2025 lalu.

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pernah meminta Dedi Mulyadi untuk meninjau kembali program tersebut.


Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mengatakan bahwa kebijakan itu harus dievaluasi karena edukasi untuk kalangan sipil bukan kewenangan dari lembaga militer. 

"Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan civil education. Mungkin perlu ditinjau kembali rencana itu," kata Atnike saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025). 

Menurutnya, tak masalah apabila siswa nakal dibawa ke barak TNI sebagai kegiatan edukasi pendidikan karier seperti mengetahui tugas-tugas TNI, tetapi bukan untuk dilatih seperti TNI.

Bahkan, seorang warga Babelan, Kabupaten Bekasi, bernama Adhel Setiawan melaporkan KDM ke Bareskrim Polri, Kamis (5/6/2025) lalu.

Langkah pengaduan masyarakat (dumas) menyasar program barak militer pelajar yang digagas Dedi.

Adhel mempermasalahkan keterlibatan anak-anak dalam program barak militer pelajar, yang menurutnya melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak. 

"Di Pasal 76 itu kan melarang anak-anak dilibatkan dengan urusan yang berbau militer. Baik langsung maupun tidak langsung," kata Adhel kepada Kompas.com, Sabtu (7/6/2025). 

Ia mengaku mempunyai legal standing sebagai orang tua siswa yang bersekolah di wilayah Jabar.


Adhel juga menilai program tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan menyebut telah lebih dulu melaporkan Dedi ke Komnas HAM karena dianggap melanggar hak anak.

Jam Malam Pelajar

Dedi Mulyadi memberlakukan aturan jam malam bagi pelajar mulai 1 Juni 2025 lewat Surat Edaran Nomor 51/PA.03/DISDIK.

Aturan ini membatasi aktivitas pelajar di luar rumah pada pukul 21.00 hingga 04.00 WIB dengan bagi kegiatan pendidikan, keagamaan, atau alasan ekonomi mendesak yang didampingi orang tua.

Pelaksanaan aturan ini akan melibatkan TNI, Polri, Satpol PP, dan pengurus lingkungan.

“Jika ditemukan pelajar yang melanggar aturan, sanksinya bukan hukuman fisik, tapi pemanggilan oleh guru BK di sekolah masing-masing,” ujar Dedi Mulyadi dalam acara di Universitas Indonesia (UI), Selasa (27/5/2025). 

KDM berujar, tujuan kebijakan ini adalah membentuk generasi Panca Waluya, sehat, kuat, cerdas, berakhlak, dan berdaya saing. 

“Kami harap masyarakat ikut mendukung dan mengawasi bersama. Ini untuk masa depan generasi kita,” tuturnya.

Namun, kebijakan ini tak luput dari kritik, salah satunya yang disampaikan oleh Ketua Forum Orangtua Siswa (Fortusis) Jawa Barat, Dwi Soebawanto.


Menurutnya, pembatasan jam malam tidak disertai dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk aktivitas remaja.

Ia menyarankan agar pemerintah terlebih dahulu menyediakan sarana olahraga, ruang kesenian, dan pusat budaya hingga tingkat kelurahan atau desa. 

Selain itu, Dwi juga mengkritik kurangnya nilai edukatif dari kebijakan tersebut.

"Iya sangat keberatan. Jadi nilai edukasinya di mana? Itu kan anak sudah sekolah dari pagi sampai sore, terus malam nggak boleh main, keliru dong," katanya pada Selasa (27/5/2025).

Lebih lanjut, Dwi menekankan bahwa tidak semua pelajar yang keluar malam melakukan hal negatif. 

"Ada anak yang di malam hari justru mendapat inspirasi. Misalnya bawa laptop, ngobrol sama temannya menemukan gagasan, mendapat ide baru. Kan orang macam-macam cara mencari inspirasinya," ujarnya


Sumber: Tribunnews 

Komentar