Difitnah, Derajat Prof Paiman Raharjo Justru akan Diangkat Tinggi oleh Kebenaran

- Sabtu, 12 Juli 2025 | 15:15 WIB
Difitnah, Derajat Prof Paiman Raharjo Justru akan Diangkat Tinggi oleh Kebenaran


Di tengah riuh politik dan hiruk-pikuk informasi digital, nama Prof Paiman Raharjo kembali mencuat ke publik. Namun kali ini bukan karena prestasi akademiknya atau kontribusinya di bidang pendidikan, melainkan lantaran menjadi sasaran empuk serangan fitnah yang keji.

Roy Suryo, Rismon Sianipar, Beathor Suryadi, dan Sri Rajasa Chandra—empat tokoh yang belakangan ini ramai mengangkat narasi bahwa Prof Paiman adalah otak di balik dugaan pemalsuan ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) di Pasar Pramuka. Tanpa data sahih dan argumentasi akademis yang kuat, tuduhan itu diluncurkan seperti anak panah beracun. Yang menjadi miris, bukan hanya kehormatan pribadi Prof Paiman yang coba diluluhlantakkan, tetapi juga nalar publik sedang diajak untuk percaya pada rumor yang belum terverifikasi.

Saya pribadi tidak mengenal Prof. Paiman secara langsung. Namun setelah membaca buku biografinya yang berjudul “Tukang Sapi Jadi Profesor”, saya menangkap potret seorang manusia tangguh yang berangkat dari titik nol. Lahir di Klaten, berasal dari keluarga sederhana, Prof. Paiman kecil sudah terbiasa menggembala sapi dan membantu orang tuanya bertani. Tak banyak orang bisa bangkit dari keterbatasan seperti itu. Apalagi hingga meraih gelar profesor.

Istilah “Korea” pernah dilontarkan oleh politisi Bambang Pacul, merujuk pada kelompok masyarakat kelas bawah. Menariknya, Prof. Paiman tak menolak label itu. Ia justru merangkulnya sebagai bagian dari identitas sosial yang membesarkannya. Dari “Korea”, ia menempa daya juang, membangun jejaring, dan memperkuat integritas.

Kalangan seperti inilah yang kerap jadi korban ketidakadilan narasi publik. Ketika mereka naik kelas, selalu ada kekuatan tak terlihat yang berusaha menarik mereka kembali ke bawah—entah melalui fitnah, tudingan, atau delegitimasi karakter.

Tuduhan terhadap Prof. Paiman mencerminkan hal ini. Tidak ada landasan hukum yang sahih. Bahkan belakangan muncul informasi bahwa Beathor Suryadi—salah satu penuduh—pernah meminta uang Rp20 juta kepada Prof. Paiman. Saat hanya diberi Rp15 juta, Beathor langsung mengeluarkan fitnah murahan. Motif ekonomi mulai terlihat dan kejujuran pun mulai menguap.

Fitnah Tidak Pernah Mengalahkan Kebenaran

Fitnah adalah senjata tua dalam politik dan kekuasaan. Namun sejarah membuktikan bahwa orang-orang yang difitnah, tetapi tetap memegang prinsip, justru akan terangkat derajatnya oleh waktu dan kebenaran. Lihatlah tokoh-tokoh besar dari masa lalu. Soekarno, Hatta, Gus Dur, bahkan Jokowi sendiri, tak luput dari kampanye hitam. Tapi sejarah tak menuliskan mereka sebagai penjahat, melainkan sebagai negarawan.

Prof. Paiman tengah berada di fase ini. Serangan terhadap dirinya bukan soal ijazah semata. Ini adalah ujian hidup, ujian karakter, ujian komitmen pada integritas pribadi dan akademik.

Sejumlah kalangan mulai membuka mata. Di media sosial, banyak netizen yang mulai kritis dan menolak begitu saja narasi yang ditebarkan Roy Suryo dkk. Mereka mempertanyakan: mengapa baru sekarang isu ini diangkat? Mengapa menyeret nama Prof. Paiman, yang tidak memiliki posisi strategis dalam birokrasi pendidikan negara?

Di sinilah titik baliknya. Dari serangan fitnah, akan muncul empati publik. Dari tekanan, akan lahir simpati. Dan dari kezaliman narasi, akan lahir kekuatan moral.

Prof. Paiman adalah simbol bahwa anak desa bisa jadi akademisi. Bahwa tukang sapi bisa jadi guru besar. Bahwa seseorang yang lahir dari “Korea” justru bisa menjadi panutan etika. Dan justru karena itu, serangan kepada Paiman sejatinya adalah serangan terhadap mimpi masyarakat kecil yang ingin naik kelas melalui pendidikan.

Mereka yang memfitnah ingin menjatuhkan Prof. Paiman, tetapi publik akan mencatatnya sebagai sebaliknya. Prof. Paiman justru naik derajatnya—bukan karena balasan dendam, tapi karena keteguhan hatinya dalam menghadapi badai.

Mereka yang menjual kebohongan, mungkin bisa bersenang untuk sementara. Tapi sejarah akan melawan mereka. Seperti pepatah lama yang tak lekang oleh waktu: “Kebenaran akan selalu menemukan jalannya.”

Prof. Paiman Raharjo, tetaplah berdiri. Karena sejarah bangsa ini butuh lebih banyak figur seperti Anda—yang bukan hanya pandai di kelas, tapi juga kuat di medan cobaan. Jika derajat seseorang diangkat oleh fitnah yang dia lawan dengan kesabaran dan bukti, maka itulah bentuk kemuliaan sejati.

Oleh: Budi Puryanto
Alumni Teknik Kimia ITS, Pemimpin Redaksi zonasatunews.com
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan GELORA.ME terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi GELORA.ME akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

Komentar