Gerbang Revolusi Intelektual

- Selasa, 10 Juni 2025 | 13:55 WIB
Gerbang Revolusi Intelektual





OLEH: ADHIE M. MASSARDI*

   


Seperti Bengawan Solo, skandal ijazah Joko Widodo hebohnya meluap sampai jauh. Menjebol tembok kekuasaan. Mengguncang kesadaran moral sosial masyarakat. Gerbang menuju revolusi intelektual.

 

GERAKAN anti-intelektualisme yang masif sepanjang 10 tahun rezim Joko Widodo tampaknya tak akan berlanjut pada pemerintahan Prabowo Subianto. Karena secara perlahan tapi pasti, terus tumbuh dan bangkit (speak up) kekuatan moral intelektual di kalangan civil society (masyarakat sipil).

 

Gerakan Intelektualisme (Intellectualism Movement) di Indonesia pasca reformasi (1998) menggeliat setelah publik melihat secara nyata menggelegaknya syahwat kekuasaan Joko Widodo dengan menerabas batas yang diberikan Konstitusi. Dari dua periode ingin tiga periode. Dari per periode 5 tahun jadi 8 tahun.

 



 

Meskipun belum masif, perlawanan kaum cerdik pandai kampus dan sejumlah tokoh masyarakat sipil yang “dijahit” intelektual muda UNJ DR Ubedilah Badrun mulai mengkristal menjadi penghalang ambisi kekuasaan Joko Widodo. Dan Megawati, Ketua Umum PDIP secara politik benar-benar menutup pintu “tiga periode” dan perpanjangan masa jabatan Joko Widodo.

 

Tapi dengan nabrak kaidah demokrasi, etika, moral dan nalar masyarakat (common sense) Joko Widodo gunakan kekuatan kekuasaan politiknya untuk membangun dinasti politik.

 

Maka pada hari yang dipenuhi birahi itu, dengan dibantu adik iparnya yang memimpin MK, dia perkosa Konstitusi. Dari peristiwa memilukan Ibu Pertiwi ini lahirlah “anak haram Konstitusi” yang kemudian jadi Wakil Presiden. Itulah Gibran Rakabuming Raka Joko Widodo.

 

Gerakan intelektualisme yang sudah mulai masif untuk mencegah “anak haram Konstitusi” lolos lewat persalinan Pilpres 2024 yang penuh kontroversi, terutama keterlibatan apa yang disebut “parcok”, memang boleh dikata gagal total. Gibran jadi Wapres mendampingi Prabowo Subianto.

 

Videografi Dirty Vote tentang pemilu kotor besutan sineas Dandhy Laksono yang melibatkan tiga pakar Hukum Tata Negara (Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar) memang viral, ditonton berjuta pasang mata, tapi tidak berdampak signifikan karena tidak dapat respon positif dari kekuatan politik formal.

 

Demikian pula gerakan Amicus Curiae yang didukung 303 Guru Besar dan Akademisi lintas perguruan tinggi serta tokoh masyarakat sipil, gagal menguatkan mental dan moral para hakim Mahkamah Konstitusi untuk mengambil keputusan adil dalam perkara pemilu 2024.

 

Ijazah Gerbang Revolusi Intelektual

 

Namun demikian bukan berarti gerakan kebangkitan kaum intelektual Indonesia kemudian padam hanya gegara Joko Widodo akhirnya berhasil membangun dinasti politik, dan seolah lolos dari jerat OCCRP  (Organized Crime and Corruption Reporting Project) yang akhir 2024 menempatkan Presiden RI ke-7 itu sebagai salah satu orang paling korup di muka bumi.

 

Halaman:

Komentar