Indonesia Gelap Bukti Rakyat Kecewa, Bukan Efek Utama Geopolitik

- Kamis, 20 Februari 2025 | 20:20 WIB
Indonesia Gelap Bukti Rakyat Kecewa, Bukan Efek Utama Geopolitik


Penulis menilai secara konseptual, terobosan yang digagas Prabowo sudah berada di jalur yang benar. Namun, eksekusi kebijakan yang belum spektakuler dan tidak segera dirasakan dampaknya oleh masyarakat menimbulkan kesan bahwa pemerintahan ini tidak cukup berani dalam merealisasikan janji-janji politiknya.


Mahasiswa, masyarakat, serta pemangku kebijakan di pusat dan daerah pun mengalami kebingungan dalam menerjemahkan pidato Prabowo ke dalam implementasi nyata. Bukan sekadar persoalan pemahaman atau penyesuaian, tetapi lebih pada pembuktian konkret yang tegas dan adil.


Kekecewaan ini memuncak dalam aksi demonstrasi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia yang bertajuk Indonesia Gelap. Gerakan ini menyoroti isu utama penegakan hukum dan efisiensi anggaran di sektor pendidikan.


Mahasiswa memahami bahwa efisiensi anggaran diperlukan untuk mengendalikan utang luar negeri, tetapi mereka juga menuntut keadilan, mengapa figur-figur yang menyebabkan utang luar negeri membengkak dan berbagai perilaku yang merugikan bangsa negara masih bebas berkeliaran di panggung politik tanpa pertanggungjawaban hukum?


Di sinilah esensi dari tuntutan mahasiswa, bukan sekadar efisiensi anggaran, tetapi pembuktian nyata dari prinsip rule of law yang selama ini digaungkan Prabowo.


Persoalan utang luar negeri serta kebocoran anggaran akibat korupsi bukanlah isu baru. Selama puluhan tahun, gerakan sosial di Indonesia memperjuangkan transparansi dan akuntabilitas, tetapi tidak pernah ada gebrakan hukum yang spektakuler.


Ketika Prabowo menjadi Presiden ke-8, pidato-pidatonya memberi harapan baru bagi rakyat. Penulis bahkan menyebutnya sebagai Prabowo The Last Emperor, simbol harapan terakhir bagi rakyat dalam mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur.


Gerakan mahasiswa dan rakyat yang menggelar aksi demonstrasi bertajuk Indonesia Gelap menjadi bukti bahwa ini bukan sekadar salah paham atau rekayasa geopolitik, melainkan ekspresi nyata kekecewaan publik.


Rakyat menyadari bahwa tidak ada presiden di dunia yang memiliki tongkat Nabi Musa untuk mengubah keadaan dalam sekejap. Namun, selama penegakan hukum terhadap koruptor dan penyalahguna kekuasaan tidak segera direalisasikan, maka kepercayaan publik terhadap kepemimpinan Prabowo akan semakin tergerus.


Harapan rakyat belum sepenuhnya pudar, tetapi jika tidak ada tindakan nyata dalam waktu dekat, maka segala janji politik hanya akan menjadi omon-omon yang semakin menggerus legitimasi pemerintahan ini. 


Penulis adalah mantan Kepala Aksi Advokasi PIJAR 90-an; aktif di Indonesia Democracy Monitor (InDemo)

Halaman:

Komentar