Menurut data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), lebih dari 200 pulau du Indonesia sudah diprivatisasi dan diperjualbelikan ke berbagai pihak, hingga 2023. "Lebih dari 200 pulau-pulau kecil, terbanyak di DKI Jakarta dan Maluku Utara," kata Kepala Pusat Riset Politik BRIN, Athiqah Nur Alami, Jakarta, dikutip Selasa (16/7/2024).
Selain praktik jual-beli pulau, Athiqah menyebut adanya dampak negatif dari industri ekstraktif di sejumlah pulau kecil. Industri ekstraktif yang dimaksud adalah pertambangan, eksplorasi minyak dan gas bumi (migas), serta penangkapan ikan besar-besaran bagi masyarakat pulau kecil dan pesisir di Indonesia.
Dia mengatakan, kegiatan industri ekstraktif juga bisa menyebabkan pulau kecil tenggelam. Ini menunjukkan terjadinya kerentanan di pesisir yang sifatnya tidak hanya ekologis, tapi juga sosial, ekonomi, dan budaya.
"Hal itu tidak hanya karena perubahan iklim, tetapi juga aktivitas industri ekstraktif," kata Athiqah.
Dia menyebut, beberapa tahun terakhir, BRIN mencermati bagaimana kebijakan hilirisasi dan masifnya kegiatan pertambangan serta perluasan industri ekstraktif. Sebut saja hilirisasi nikel di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, serta tambang biji besi dan emas di Sulawesi Utara. Semuanya berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem di pesisir laut dan pulau kecil.
"Dampak lingkungannya jelas, bahwa terjadi pencemaran logam berat, misalnya di sungai-sungai di sekitar pabrik di wilayah tersebut. Khususnya di pertambangan nikel yang tidak hanya pencemaran air, tapi juga pencemaran udara, hancurnya hutan, serta penggusuran kebutuhan petani akibat ekspansi tambang nikel," ujarnya.
Artikel Terkait
Prabowo Buka Suara Soal Kritik: Saya Bukan Pemimpin Otoriter, Saya Dengarkan Podcast yang Mencela Saya
Shin Tae-yong Kembali Latih Timnas? Pro-Kontra & Sikap PSSI yang Bikin Penasaran
Sarah di Bogor Punya 24 Pekerjaan! Ini Rahasia Bagi Waktu dan Daftar Profesinya
Asrama Ponpes di Situbondo Ambruk, 1 Santriwati Tewas dan 12 Terluka