Penulis utama studi tersebut, Stéphen Rostain, seorang arkeolog dan direktur penelitian di Pusat Penelitian Ilmiah Nasional Perancis (CNRS), menggambarkan temuan tersebut sebagai sesuatu yang luar biasa.
"Situs ini lebih tua dari situs lain yang (pernah) kami ketahui di Amazon. Kita memiliki pandangan Eurosentris tentang peradaban, tetapi ini menunjukkan bahwa kita harus mengubah gagasan kita tentang apa itu budaya dan peradaban," ucap Rostain.
Sementara itu, salah satu penulis yang juga berpartisipasi dalam penelitian tersebut, Antoine Dorison, mengatakan penemuan ini dapat mengubah cara kita memandang budaya Amazon.
"Kebanyakan orang membayangkan kelompok-kelompok kecil, mungkin telanjang, tinggal di gubuk-gubuk dan membuka lahan. Penemuan ini menunjukkan bahwa orang-orang (peradaban) kuno hidup dalam masyarakat perkotaan yang rumit," ungkapnya.
Para arkeolog menggabungkan pekerjaan penggalian dengan survei area seluas 300 kilometer persegi (116 mil persegi) menggunakan sensor laser untuk dapat mengidentifikasi reruntuhan kota di bawah vegetasi dan pepohonan yang lebat.
Teknologi LiDAR ini menemukan 6.000 platform persegi panjang berukuran sekitar 20 m (66 kaki) kali 10 m (33 kaki) dan tinggi 2 hingga 3 m.
Platform-platform tersebut disusun dalam kelompok yang terdiri dari 3 sampai 6 unit mengelilingi sebuah bujur sangkar yang berfungsi sebagai platform pusat.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: tigaaksara.com
Artikel Terkait
Mahasiswi UMM Faradila Tewas Dibunuh Oknum Polisi Suaminya: Kronologi & Motif Harta
Kebakaran Maut Terra Drone: Izin Laik Fungsi Era Jokowi-Ahok Dipertanyakan
Anggaran K/L Dikembalikan Rp 4,5 Triliun, Menkeu Purbaya Ungkap Penyebab Penyerapan Lambat
Insiden Penyerangan WNA China ke Anggota TNI di Tambang Emas Ketapang: Kronologi & Fakta Terbaru