OLEH: JAYANTO ARUS ADI
"PAK Prabowo tenang saja, Pak Prabowo. Tenang saja, saya (Gibran) sudah di sini". Sepotong kalimat itu begitu menyentak. Republik ini riuh luar biasa. Suasana diametral penuh haru biru menjadi episode dramatik dalam sejarah negeri ini. Sejak kita merdeka, barangkali inilah Pilpres paling berdaya magnet dengan segala pergolakan yang sangat menguras perhatian publik.
Dua peristiwa yang begitu ekstrem mencuatkan cipratan-cipratan kontroversi begitu rupa. Pidato Gibran ketika dia resmi dinobatkan sebagai Cawapres Koalisi Indonesia Maju (KIM) begitu wouw dan memukau. Suka atau tidak suka, inilah pidato 'anak ingusan' namun 'sakti mandraguna'.
Gibran adalah lakon, dia laksana ksatria membelah kawah candradimuka yang bernama kurusetra Pilpres. Tampilnya Gibran dengan pidato memukau hadirkan sukacita yang luar biasa. Jika politik adalah enigma, sosok Gibran adalah pemantik busur, melesat melintas jagad. Satria tanding jalma moro jalma mati, kebat kliwat seprapat tamat. Barangkali sisi impulsif inilah yang membuat pihak lawan kecut nyali.
Tak diduga, anak ingusan kemarin sore, mendadak membelalakkan mata dunia. Gibran dulu, bukan Gibran sekarang. Anak unyu unyu dan tengil yang hanya bisa merajuk Durmogati. Karena bakul martabak, juragan Cili Pari ini adalah anak ajaib dengan senjata kalacokro, pemberian begawan bisma.
Ikhwal inilah yang membuat dunia persilatan gaduh. Tak luput Betari durga murka atas ulah lurah perdikan Buluwarti. Dia paham, Gibran adalah ancaman nyata. Bukan semata karena memanggul senjata kalacakra, tetapi di balik langkah anak ingusan itu, sang lurah telah memberi ilmu, yakni aji panglimunan. Itulah yang sekarang disadari Gibran akan membawa ontran-ontran, saat kurusetra Pilpres berlangsung. Jangan heran juga sejumlah begawan gerah.
Adalah Goenawan Mohamad, budayawan gaek, dedengkot wartawan, tak kuasa membendung air mata. Meski ada yang meledek, kenapa GM - panggilan akrab pendiri Majalah Tempo itu melo amat. Selama ini GM ke mana saja? Kritik nyaring sampai air mata berurai tapi tetap bertakhta di menara gading, dengan kursi empuk di ruangan berhawa sejuk, apakah berefek buat rakyat.
Dengan terbata-bata, juga suaranya tercekat, dia berujar demokrasi kita (Indonesia) sedang terancam. Bukan soal Gibran, tapi terjadinya proses yang tak semestinya yang menurut GM harus diingatkan. Alasan itu pula GM dan kawan kawan safari sampai Rembang sowan Gus Mus. Entah apa yang menjadi pertimbangan sejumlah tokoh bersirobok ke Ndalem Gus Mus.
 
                         
                                 
                                             
                                             
                                             
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                
Artikel Terkait
Kuota Perempuan di DPR Meningkat: Dukung 30% Keterwakilan Perempuan di Parlemen
Downton Abbey: The Grand Finale Raih USD 104 Juta di Box Office Global, Buktikan Daya Tarik Abadi Waralaba
Wukirtech Aplikasi Pariwisata Raih Medali Emas FIKSI 2025, Karya Siswa MAN 3 Bantul
Kebakaran Gerai Ayam Goreng di Salatiga: Diduga Tabung Gas Bocor, Seluruh Penghuni Selamat