Membiarkan Mantan Maling Jadi Penjaga di Kompleks Rumah Kita

- Jumat, 10 November 2023 | 18:30 WIB
Membiarkan Mantan Maling Jadi Penjaga di Kompleks Rumah Kita


Dari Partai PKS, PBB dan Partai Buruh punya caleg mantan napi koruptor di tingkat DPRD saja.


Sehingga patut kita pertanyakan komitmen partai-partai ini terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. Golkar, Nasdem, PKB, Hanura, Demokrat, PDIP, Perindo, PPP, PKS, PBB dan Partai Buruh memang menunjukan tak adanya komitmen yang tegas terhadap pemberantasan korupsi.


Bahkan untuk mengirimkan calon wakil rakyat saja mereka masih berupaya melakukan “pembenaran” (justifikasi) terhadap kelakuan para mantan napi korupsi.


Katanya, mereka kan sudah menjalani hukuman (penjara) sekian tahun dan sudah dipulihkan hak mereka sebagai warga negara. Sehingga sekarang mereka boleh dong ikut lagi sebagai calon anggota legislatif (caleg).


Persoalannya bukanlah pada status hukum formal belaka. Kita paham betul bahwa korupsi adalah bukan bentuk kejahatan yang biasa-biasa saja. Kita sudah sepakat tentang itu. Korupsi adalah extra-ordinary crime.


Kejahatan luar biasa, maka hukuman formal plus hukuman sosial (social punishment) dari masyarakat sebagai tambahannya adalah hal yang sepantasnya kita lakukan. Tujuannya agar ada efek jera dalam upaya pemberantasan korupsi secara total.


Bukan malah melakukan upaya pembenaran, dan membiarkan para mantan napi korupsi ini kembali berkeliaran dalam kontestasi wakil rakyat.


Para mantan napi korupsi ini berhak kembali berkarya di masyarakat, tapi jelas bukan sebagai wakil rakyat. Posisi terhormat yang harus diisi oleh mereka yang layak reputasinya.


Partai politik yang masih mencantumkan nama-nama itu dalam DCT sebagai calon anggota legislatif (Caleg) jelas tidak punya komitmen yang tegas terhadap upaya bangsa untuk memberantas korupsi. Itu jelas.


Kita pasti tidak mau mantan maling dan rampok menjadi penjaga di komplek rumah kita.


Akhirnya, maukah kita mempercayakan rumah dan anak-anak kita kepada mantan rampok dan maling? 



*Penulis adalah Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Eksekutif Perspektif (LKSP) Jakarta

Halaman:

Komentar