Kementerian Agama Sebaiknya Diganti Jadi Kementerian Berketuhanan

- Jumat, 29 September 2023 | 11:31 WIB
Kementerian Agama Sebaiknya Diganti Jadi Kementerian Berketuhanan

GELORA.ME -  Tanpa alasan yang kuat, aliran kepercayaan asli Indonesia dianggap bukan agama. Eksesnya, stigmatisasi terhadap kaum penghayat semakin dilanggengkan. Ada wacana kemeneterian agama diganti menjadi kementerian berketuhanan agar memenuhi prinsip kesetaraan.


“KAMI tidak menyembah Semar,” kata Sukamto, anggota komunitas penghayat Sapta Darma di Yogyakarta.


Seperti kebanyakan kelompok penghayat lainnya, Komunitas Sapta Darma seringkali dipersepsikan salah oleh masyarakat.


Persepsi yang salah, berpotensi berkembang menjadi stigmatisasi dan berujung pada diskriminasi maupun aksi persekusi terhadap para penghayat.


Untuk komunitas Sapta Darma sendiri, kesalahpahaman tersebut bersumber pada sistem keyakinan yang menjadikan Semar sebagai sosok sentral.


“Semar itu simbol roh suci manusia yang asalnya dari Allah yang maha kuasa.”


Semar, bagi penghayat Sapta Darma, bukan tokoh pewayangan Jawa, melainkan Semar Bagus serta memiliki makna mendalam.


Dalam perupaannya, Semar digambarkan sebagai sosok berkuncung tapi juga berpayudara, sehingga berada di luar oposisi biner jenis kelamin khas manusia, yakni perempuan maupun lelaki.


Lebih dari itu, Semar oleh komunitas Sapta Darma adalah cahaya yang merupakan roh suci manusia.


Teologi mereka berdasarkan pada keyakinan Allah atau bahasa Indonesianya adalah Tuhan, sebagai ‘yang satu’.


"Jadi, bagi kami, tidak ada sesembahan lain kecuali Allah yang maha kuasa,” kata dia.


Meskipun sudah terang benderang menjelaskan keyakinannya melalui banyak medium, sejumlah warga komunitas Sapta Darma mengakui selalu ada pihak yang tak menyukai kehadiran mereka.


“Misalnya warga kami di Rembang, beberapa tahun lalu mau mendirikan tempat ibadah atau sanggar, malah dirusak massa, sampai dibakar. Itu semua karena ada hoaks,” kata seorang warga komunitas Sapta Darma.


Diskriminasi serta persekusi terhadap penghayat juga terjadi pada pemeluk Hindu Jawa atau lebih dikenal sebagai Hindu Mangir.


Para penerus Ki Ageng Mangir yang legendaris ini, kerapkali distigmatisasi sebagai penyembah berhala,roh, bahkan setan.


Kusuma Ayu, salah satu pemeluk Hindu Mangir, mengakui kepercayaan religinya belum familiar bagi masyarakat, sehingga rentan menjadi sasaran informasi bohong alias hoaks yang bisa berujung pada persekusi maupun diskriminasi.


“Selama ini masyarakat hanya mengenal Hindu Bali. Padahal di Jawa ada yang namanya Hindu Jawa,” kata Ayu.


Menurut Ayu, Hindu Jawa sudah menjadi sistem spiritual masyarakat sebelum dikenal adanya agama di Indonesia.


“Karenanya, kejawen itu bisa masuk ke agama apa saja, Hindu Jawa, Kristen Jawa, Islam Jawa, dan salah satunya kami. Kami ingin mengenalkan ke masyarakat, bahwa kami ada,” kata Ayu.


Selain menjalankan ritual, Ayu mengatakan umat Hindu Mangir bertekad melestarikan kebudayaan, kepercayaan, maupun adat istiadat yang lama terkikis karena kepercayaan-kepercayaan baru.

Halaman:

Komentar