OLEH: SUTRISNO PANGARIBUAN*
MAHKAMAH Konstitusi Republik Indonesia (MK RI) akhirnya memutuskan menolak gugatan sistem sistem pemilu. Sehingga pemilu 2024 akan dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Anwar Usman, Ketua MKRI membacakan keputusan "Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," dalam sidang yang terbuka untuk umum di Gedung MKRI, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (15/6).
MK RI mempertimbangkan bahwa implikasi dan implementasi penyelenggaraan pemilu tidak semata-mata disebabkan oleh pilihan sistem pemilu. Hakim konstitusi Saldi Isra mengatakan, dalam setiap sistem pemilu terdapat kekurangan yang dapat diperbaiki dan disempurnakan tanpa mengubah sistemnya.
Saldi Isra menuturkan, menurut MK RI, perbaikan dan penyempurnaan dalam penyelenggaraan pemilu dapat dilakukan dalam berbagai aspek, mulai dari kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, hingga hak dan kebebasan berekspresi.
Dalam putusan itu, hakim Arief Hidayat mengajukan dissenting opinion. Dalam putusan itu, MKRI menegaskan politik uang bisa saja terjadi dalam semua sistem pemilu, baik lewat proporsional terbuka maupun proporsional tertutup.
Saldi Isra menyatakan bahwa pilihan terhadap sistem pemilihan apa pun, sama-sama berpotensi terjadinya praktik politik uang. Oleh sebab itu, MK RI memerintahkan tiga (3) langkah dalam memerangi politik uang.
Pertama parpol dan caleg memperbaiki dan komitmen tidak menggunakan politik uang. Kedua penegakan hukum harus dilaksanakan "tanpa membeda-bedakan latar belakangnya". Ketiga masyarakat perlu diberikan kesadaran dan pendidikan politik tidak menerima politik uang.
Hal itu tidak hanya kesadaran dan tanggung jawab pemerintah tapi juga kolektif parpol, civil society, dan masyarakat. MK RI menyatakan tegas politik uang tidak dibenarkan sama sekali.
Saldi Isra menyampaikan bahwa politik uang lebih karena sifatnya yang struktural, bukan karena sistem pemilu yang digunakan. Tidak bisa dijadikan dasar karena sistem pemilihan tertentu. Harus ada upaya untuk mencegah pragmatisme caleg/parpol.
MK RI menilai parpol harus punya mekanisme seperti menggunakan pemilihan pendahuluan atau mekanisme lain. Sehingga dapat digunakan untuk menentukan nomor urut calon.
Bahwa berlakunya syarat dimaksud tidak hanya didasarkan kepada kesadaran politik, namun apabila suatu waktu ke depan pembentuk UU mengagendakan revisi atas UU 7/2017, persyaratan tersebut dapat dimasukkan dalam salah satu materi perubahan.
8 Fraksi DPR RI Harus Minta Maaf
Artikel Terkait
Kepsek Dicopot! Pelajar SMA Ini Dilarang Ujian Gara-gara Tunggakan SPP, Netizen Geram
Erick Thohir Meminta Maaf, Tapi Publik Masih Geram: Apa yang Salah?
Prabowo Tegaskan Tak Bayar Utang Kereta Cepat, Warisan Proyek Jokowi
Raja Juli Bocorkan Sosok Misterius R yang Akan Gabung ke PSI, Ungkap Keterkaitan dengan Sosok J!