GELORA.ME - Politikus senior PDIP Beathor Suryadi kembali melontarkan pernyataan tajam soal dugaan rekayasa dokumen pendidikan milik mantan Presiden Joko Widodo.
Dalam pernyataannya, Beathor menyoroti ketidakwajaran antara tahun ijazah dan tahun pembuatan skripsi yang diklaim berasal dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
“Ngaku punya ijazah tahun 1985, tapi skripsinya baru dibuat tahun 2018. Ini logika yang menginjak-injak akal sehat warga waras,” kata Beathor, Jumat (6/6).
Menurut Beathor, dugaan kepalsuan ijazah ini awalnya tidak terendus publik karena hanya digunakan untuk memenuhi syarat administratif dalam pencalonan kepala daerah.
Namun, kemunculan sosok Bambang Tri Mulyono yang menyatakan bahwa ijazah itu palsu, membuka kembali tabir gelap yang selama ini didiamkan.
“Begitu Bambang Tri bersuara, barulah mulai dibuat skenario lanjutan: skripsi dadakan yang terbit tahun 2018. Tujuannya untuk memperkuat legitimasi ijazah palsu tersebut, bahkan sampai harus dilegalisir oleh UGM,” ungkap Beathor.
Ia juga menuding KPU dan Bawaslu lalai dalam menjalankan fungsi verifikasi terhadap dokumen tersebut saat proses pencalonan pada 2012 dan 2014.
“Padahal verifikasi keabsahan ijazah adalah wewenang yang dimiliki KPU. Tapi tidak dilakukan. Bawaslu pun tutup mata,” ujarnya.
Beathor bahkan menyebutkan bahwa pasar jasa dokumen palsu di Jalan Pramuka Salemba, tempat dugaan ijazah itu dibuat, sempat dirazia pada 2015 oleh Ahok dan Polres Jakarta Pusat.
Dua pelaku ditangkap. Namun, lokasi itu kemudian terbakar dan hingga kini dibiarkan terbengkalai.
Tak berhenti di situ, Beathor juga mengaitkan peristiwa kematian mendadak beberapa tokoh yang dianggap strategis.
Ketua KPU Husni Kamil Malik wafat di usia muda pada 2016, diikuti ipar Jokowi, Hari Mulyono, pada 2018 — tahun yang sama dengan munculnya skripsi dari UGM atas nama Jokowi.
“Setelah Hari Mulyono wafat, adik Jokowi, Idayati, menikah dengan Anwar Usman. Lalu Mahkamah Konstitusi di bawah Anwar mendobrak batas usia calon presiden dan wakil presiden. Semua ini seperti puzzle yang tersusun rapi,” kata Beathor.
Sebagai penutup, Beathor menyerukan agar masyarakat tetap menggunakan akal sehat dan keberanian menyuarakan kebenaran.
“Kita butuh warga waras, bukan warga yang takut pada kebohongan yang dibungkus legalitas.”
Sumber: JakartaSatu
Artikel Terkait
Langkah Politik Jokowi Sulit Ditebak, Pengamat: Dia Akan Terus Berusaha Pengaruhi Pemerintahan Prabowo
4 SKENARIO Politik Pasca-Pilpres 2024: Gibran Dibonsai, Jokowi Tersingkir, Prabowo Terkepung
Jokowi Santai Tanggapi Isu Pemakzulan Gibran, Roy Suryo Pamer Kaos: Fufufafa Sedang Judi Online!
Jokowi Bela Anaknya: Pemakzulan Gibran Hanya Bisa Dilakukan Jika Ada Pelanggaran Serius!