Prabowo Tegur Panglima TNI Karena Mutasi Letjen Kunto? Luhut Blak-Blakan Ungkap Fakta Ini!

- Senin, 05 Mei 2025 | 20:20 WIB
Prabowo Tegur Panglima TNI Karena Mutasi Letjen Kunto? Luhut Blak-Blakan Ungkap Fakta Ini!




GELORA.ME - Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan tidak ada hal-hal aneh terkait pembatalan mutasi terhadap Letjen TNI Kunto Arief Wibowo. Di mana pembatalan itu ramai jadi sorotan publik.


Hal itu dipertegas Luhut menanggapi informasi ada teguran dari Presiden Prabowo Subianto kepada Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto buntut keputusannya melakukan mutasi anak Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno dari posisi Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I).


Luhut yang kini menjabat Ketua Dewan Ekonomi Nasional di Kabinet Merah Putih ini, menegaskan tidak ada perihal tersebut. Menurutnya pembatalan mutasi memang bisa dilakukan.


"Ah enggak ada gitu-gituan. Itu kan bisa aja terjadi. Nggak ada hal yang aneh-aneh kok itu," kata Luhut di komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (5/5/5/2025).


Ia memastikan bahwa tidak ada teguran yang dilakukan Prabowo kepada Agus Subiyanto karena keputusan melakukan mutasi terhadap Kunto, sebelum dibatalkan.


"Nggak ada, saya tahu itu," kata Luhut.


Luhut sekaligus menanggapi pembatalan mutasi Kunto yang dikait-kaitkan dengan sikap Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang mendesak pergantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. 


Luhut janya menekankan semua pihak harus kompakan.


"Ah itu apa sih. Kita itu harus kompak, gitu aja sekarang. Ini keadaan dunia begini, ribut-ribut begitu kan kampungan itu. Kita harus fokus gimana mendukung pemerintahan dengan baik," kata Luhut.


Sebelumnya, Co-Founder Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS), Dwi Sasongko menyoroti keputusan Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto meralat mutasi sejumlah perwira tinggi TNI. 


Padahal keputusan mutasi baru diumumkan satu hari sebelumnya.


Sasongko mengatakan keputusan meralat mutasi menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat. 


Menurutnya langkah Panglima TNI meralat mutasi tidak hanya mencerminkan ketidaksiapan dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan di tingkat tertinggi TNI, tetapi juga mengindikasikan potensi masalah sistemik dalam tata kelola di tubuh TNI.


Ia mengatakan, mutasi dalam tubuh TNI seharusnya merupakan hasil dari proses yang matang, berdasarkan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja, kebutuhan organisasi, dan pertimbangan strategis jangka panjang.


"Ketika sebuah keputusan penting seperti ini diralat dalam waktu singkat, muncul kesan bahwa kebijakan tersebut diambil secara terburu-buru, tidak transparan, atau bahkan dipengaruhi oleh kepentingan di luar institusi. Hal ini berpotensi merusak kredibilitas TNI sebagai institusi yang menjunjung tinggi disiplin, ketegasan, dan stabilitas internal," kata Sasongko dalam keterangannya, Senin (5/5/2025).


Sasongko berujar kebijakan yang berubah-ubah akam berdampak negatif terhadap moral para perwira dan prajurit. 


Selain itu, ketidakpastian dalam penempatan jabatan bisa menurunkan motivasi dan memunculkan spekulasi liar di lingkungan internal maupun eksternal.


"Dalam konteks reformasi militer dan profesionalisme TNI, hal ini merupakan kemunduran yang perlu mendapat perhatian serius," ujar Sasongko.


Sasongko mengingatkan bahwa keputusan meralat mutasi jabatan harus menjadi pelajaran serius bagi TNI agar kejadian serupa tidak terulang kembali pada masa mendatang. 


Ia lantas menjabarkan sejumlah hal yang perlu dilakukan perihal peristiwa tersebut.


Pertama, memperkuat sistem perencanaan dan evaluasi pengembangan sumber daya manusia (pembinaan karier/binkar) di tubuh TNI.


"Dalam arti, mutasi dan promosi perwira tinggi harus melalui sistem yang terstruktur dan berbasis merit. Perlu ada standar dan indikator yang jelas, transparan, dan terdokumentasi," kata Sasongko.


Kedua, menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam mengambil keputusan terkait setiap mutasi yang akan dilakukan.


"Setiap kebijakan strategis yang menyangkut personel harus dikomunikasikan secara terbuka dan disertai penjelasan yang masuk akal kepada masyarakat, terutama untuk menghindari spekulasi politik atau nepotisme," ujarnya.


Ketiga, meningkatkan independensi TNI dari pihak lain untuk kepentingan politik tertentu. 


Sasongko mengatakan TNI harus tetap berada dalam koridor profesionalisme militer, tidak menjadi alat kekuasaan ataupun tergoda oleh tarik-menarik kepentingan politik.


"Keputusan Panglima harus mencerminkan kepentingan organisasi, bukan personal atau kelompok tertentu," kata Sasongko.


Keempat, membangun budaya institusi yang konsisten dan profesional. Ia berujar budaya TNI harus dibangun di atas nilai konsistensi, integritas, dan kehormatan.


"Setiap kebijakan harus mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap kultur organisasi TNI," ucap Sasongko.


Kelima, memperkuat mekanisme koreksi internal. Sasongko mengatakan ralat memang bisa menjadi langkah korektif jika terjadi kekeliruan dalam pengambilan keputusan. 


Tetapi harus disertai evaluasi menyeluruh agar tidak terulang.


"TNI perlu memiliki unit evaluasi internal yang independen dan objektif. Kejadian ini hendaknya menjadi momentum reflektif bagi TNI untuk memperkuat tata kelola kelembagaan dan meningkatkan kepercayaan publik. Sebab sebagai penjaga kedaulatan negara, stabilitas internal TNI adalah salah satu fondasi utama keamanan nasional," tuturnya.


Sebagaimana diketahui, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto meralat mutasi perwira tinggi TNI, satu hari setelah diumumkan. 


Keputusan meralat mutasi itu tertuang dalam Keputusan 554a /IV /2025 pada 30 April 2025. 


Agus meralat mutasi yang sebelumnya tercantum dalam Surat Keputusan 554 yang ditandatangani 29 April 2025.


Dari 237 perwira tinggi, diketahui pembatalan mutasi dilakukan terhadap tujuh perwira, salah satunya adalah Letjen TNI Kunto Arief Wibowo. 


Anak Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno itu sebelumnya akan digantikan Laksda Hersan di posiai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I), namun mutasi dibatalkan.


"Padahal, mutasi sebelumnya sebenarnya sudah sesuai kebutuhan dengan kembalinya Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Kogabwilhan I) dijabat oleh pati TNI AL. Di mana, TNI meletakkan prioritas pertahanan laut di wilayah barat Indonesia. Apalagi mengingat adanya ekskalasi di Kawasan Laut China Selatan," ujar Sasongko.


Sumber: Suara

Komentar