GELORA.ME -Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto didakwa bersama-bersama beberapa orang menyuap anggota KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Dakwaan itu dibacakan langsung tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.
Jaksa KPK, Wawan Yunarwanto mengatakan, terdakwa Hasto bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberikan uang sebesar 57.350 Dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan.
"Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku," kaya Jaksa Wawan.
Jaksa KPK menjelaskan, terdakwa Hasto menjabat Sekjen DPP PDIP sejak 2015 yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab langsung kepada Ketua Umum PDIP. Terdakwa Hasto melaksanakan tugasnya dibantu orang kepercayaannya, di antaranya Donny Tri dan Saeful Bahri.
Pada 20 September 2018, KPU menetapkan daftar calon tetap (DCT) yang akan mengikuti Pileg dari PDIP untuk dapil Sumsel-1. Urutan nomor 1-8, yakni Nazaruddin Kiemas, Darmadi Djufri, Riezky Aprilia, Diah Okta Sari, Doddy Julianto Siahaan, Harun Masiku, Sri Suharti, Irwan Tongari.
Namun sebelum pelaksanaan Pemilu, KPU mendapatkan informasi bahwa Caleg DPR dari PDIP Dapil Sumsel-1 nomor urut 1 bernama Nazarudin Kiemas telah meninggal dunia pada 26 Maret 2019.
Selanjutnya pada 15 April 2019, KPU mengeluarkan keputusan perihal perubahan DCT, dan berkirim surat ke KPU Provinsi Sumatera Selatan untuk mencoret nama Nazarudin Kiemas dari DCT.
Kemudian pada 17 April 2019, dilaksanakan Pemilu dan menghasilkan suara Nazaruddin Kiemas nol. Sedangkan suara terbanyak diperoleh Riezky Aprilia dengan suara sah sebanyak 44.402 suara.
Lalu pada 22 Juni 2019, dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP membahas perolehan suara Nazaruddin Kiemas. Hasilnya, terdakwa Hasto memerintahkan Donny selaku tim hukum PDIP untuk menjadi kuasa hukum partai dalam mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) terhadap ketentuan Pasal 54 Ayat 5 huruf k Peraturan KPU nomor 3/2019 tentang Pemungutan dan Perhitungan Suara, dan meminta Donny agar selalu berkomunikasi dan mendapatkan perintah dari terdakwa selaku Sekjen PDIP.
"Bahwa dalam rangka melaksanakan keputusan partai, terdakwa memanggil Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri di Rumah Aspirasi Jalan Sutan Syahrir nomor 12 A Jakarta Pusat. Pada saat itu terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU agar ditetapkan sebagai anggota DPR, dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada terdakwa," jelas Jaksa KPK.
Atas gugatan itu, MA mengabulkan gugatan DPP PDIP dengan putusan MA nomor 57P/HUM/2019 tanggal 19 Juli 2019 yang pada pokoknya menyatakan bahwa "perolehan suara calon anggota legislatif yang meninggal dunia untuk Pemilihan Anggota DPR dan DPRD dengan perolehan suara terbanyak seharusnya menjadi kewenangan diskresi dari pimpinan partai politik untuk menentukan kader terbaik sebagai anggota legislatif yang akan menggantikan calon anggota legislatif yang meninggal dunia tersebut dengan tetap memperhatikan peraturan Perundang-undangan".
Atas putusan itu, pada Juli 2019, kembali dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP yang memutuskan bahwa Harun Masiku ditetapkan sebagai Caleg terbaik untuk Dapil Sumsel-1, dan berhak mendapatkan pelimpahan suara dari Nazaruddin Kiemas sebesar 34.276 suara.
Atas keputusan itu, terdakwa Hasto meminta Donny mengajukan surat permohonan kepada KPU. Hasto juga memberitahukan keputusan partai kepada Harun Masiku di kantor DPP PDIP.
Namun demikian, KPU menjawab bahwa tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya pada 31 Agustus 2019, Hasto bersama Donny menemui Wahyu di ruang kerja Wahyu di Kantor KPU. Dalam pertemuan itu, Hasto menyampaikan informasi bahwa PDIP mengajukan 2 usulan ke KPU, salah satunya permohonan penggantian Caleg terpilih Dapil Sumsel-1 dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. Hasto juga memohon agar KPU dapat mengakomodir permintaan terkait Harun Masiku tersebut.
KPU selanjutnya melaksanakan rapat pleno terbuka dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai caleg terpilih, bukan Harun Masiku. Donny kemudian melakukan protes.
Karena tidak dikabulkan KPU, PDIP kemudian meminta fatwa kepada MA pada 13 September 2019. Surat permohonan fatwa itu ditujukan kepada Ketua MA yang ditandatangani Hasto dan Yasonna H. Laoly selaku Ketua DPP PDIP.
Kemudian pada 23 September 2019, MA menerbitkan surat yang intinya sama seperti putusan sebelumnya.
Lalu masih di September 2019, Saeful Bahri menghubungi Agustiani Tio alias Tio selaku kader PDIP yang pernah menjadi anggota Bawaslu periode 2008-2012 yang mengenal dan memiliki kedekatan dengan Wahyu Setiawan.
Saeful meminta bantuan Tio untuk menyelesaikan sengketa penetapan Caleg DPR Dapil Sumsel-1 terkait penggantian Caleg DPR RI di Dapil Sumsel-1 dari Riezky kepada Harun Masiku.
Selanjutnya pada 24 September 2019, Saeful mengirim pesan melalui WhatsApp (WA) kepada Tio berupa foto surat Fatwa MA dan surat DPP PDIP. Selanjutnya Tio meneruskan pesan WA tersebut kepada Wahyu dan dibalas Wahyu dengan mengirim pesan WA “Siap, mainkan" dan dijawab Tio dengan "Ok".
Selanjutnya pada 25 September 2019 bertempat di Hotel Shangrila Orchard Singapura, Saeful menemui Riezky Aprilia dan menyampaikan bahwa Saeful diperintahkan Hasto untuk meminta agar Riezky Aprilia mundur sebagai Caleg terpilih, namun Riezky Aprilia menolak.
 
                         
                                 
                                             
                                             
                                             
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                
Artikel Terkait
Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh: DPR Dukung KPK Usut Tuntas
Wakil Wali Kota Bandung Erwin Bantah OTT Kejaksaan: Ini Faktanya
MKD DPR Tolak Pengunduran Diri Rahayu Saraswati, Tetap Jadi Anggota Dewan
Wakil Wali Kota Bandung Erwin Ditangkap Kejari: Ini Fakta dan Kronologi Lengkapnya