Ketentuan inilah yang kemudian menjadi tiket putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, melenggang dalam kontestasi Pilpres 2024.
“Karena toxic relationship ini akan berakibat pada mundurnya proses kita membangun sistem demokrasi,” kata Bima.
“Kita tidak ingin justru beberapa hal yang terkait proses keputusan Mahkamah Konstitusi ini menjadi sesuatu yang berakibat pada proses kemunduran demokrasi,” lanjutnya.
Saat dikonfirmasi lebih lanjut siapa sebenarnya sosok yang ia tuding sebagai toxic orde baru, Bima mengatakan sosok itu adalah yang meminta Gibran menjadi cawapresnya.
“Beberapa peristiwa sudah terpengaruh. Bagaimana mengabaikan sistem meritokrasi kemudian otak-atik sandaran konstitusi undang-undang hanya sekadar meloloskan keinginan punya cawapres dari putranya (Jokowi)” tuturnya.
“Ini saya tahu, ini bukan keinginan subjektif Pak Jokowi sebenarnya, ini faktor keterpengaruhan lingkungannya,” pungkasnya.
Sumber: kumparan
Artikel Terkait
Gus Yaqut Diperiksa KPK 8 Jam Soal Korupsi Kuota Haji, Kerugian Negara Rp 1 Triliun
Yaqut Cholil Qoumas Diperiksa KPK Lagi: Fakta Kasus Korupsi Kuota Haji 2024
Kritik Prabowo Soal Wisata Bencana: Sinyal Tegas Konsolidasi Kabinet dan Komunikasi Pemerintah
Said Didu Peringatkan Prabowo Soal Kudeta Sunyi, Soroti Tindakan Kapolri Listyo Sigit