Ginting mengemukakan lemahnya soliditas di dalam tubuh PDIP menjadi salah satu faktor konflik politik di kandang banteng. Pada 2022 muncul istilah dewan kolonel yang mendukung Puan Maharani melawan dewan kopral yang mendukung Ganjar Pranowo.
Dewan kolonel yang dicetuskan Johan Budi, dipimpin oleh Trimedya Panjaitan. Diisi oleh para anggota DPR dari PDIP yang mewakili 11 komisi dan disetujui Puan Maharani.
“Dewan kolonel menolak Ganjar, karena dianggap tidak layak naik kelas dari Gubernur Jawa Tengah menjadi Presiden RI. Belakangan dewan kopral yang dipimpin Immanuel Ebenezer justru membelot tidak lagi mendukung Ganjar, mereka malah mendukung Prabowo,” ungkap Ginting.
Selain itu, lanjut Ginting, penetrasi politik penolakan terhadap Ganjar juga semakin dalam terjadi di kandang banteng. Antara lain dari kader senior Effendi Simbolon yang menyatakan dukungan secara implisit terhadap Prabowo.
Begitu juga dengan Budiman Sujatmiko, secara eksplisit mendukung Prabowo. Efeknya, Budiman dipecat dari PDIP. Terakhir Rifqinizamy Karsayuda mengundurkan diri dari statusnya sebagai kader dan anggota DPR RI dari PDIP pada Kamis (24/8/2023).
“Faktor Jokowi efek membuat PDIP didera gempa politik dengan skala richter yang mengguncang kandang banteng. Apel di Semarang yang dipimpin Puan bagaikan orang nervous (grogi) politik dan mengharapkan Jokowi lebih berpihak kepada Ganjar daripada kepada Prabowo,” tutup Ginting.
Sangat Aneh
Hal berbeda dikatakan Aminudin, peneliti senior dari Institute for Strategic and Development (ISDS). Menurutnya, selama ini partai pendukung pemerintah yang utama adalah PDIP.
Oleh karena itu sangat aneh jika Puan menuding PDIP menjadi pengkhianat.
“Berkhianat pada siapa? Rakyat pemilihnya atau pada siapa?” tanyanya.
Aminudin menuturkan, tetapi jika tudingan pengkhianat itu ditujukan Dinasti Megawati atau PDIP pada Jokowi maka bisa dilihat dari banyak fakta.
Kala itu ketika Megawati mengusung Jokowi menjadi presiden 2014 dengan anggapan hanya Megawati yang menjadi majikan Jokowi seperti pernyataan berulang Megawati bahwa Jokowi hanyalah seorang petugas partai atau kaki tangan Megawati.
Bahkan, sambung Aminudin, pada kongres PDIP di Bali Jokowi dan kaki tangannya diduga berusaha menggusur Megawati dari kursi ketua umum DPP PDIP. Tapi gagal.
Bahkan Jokowi sebagai Presiden sama sekali tidak diberi kesempatan memberikan sambutan umumnya dalam standar protokoler nasional di setiap event di mana presiden harus diberikan kesempatan untuk memberikan sambutan.
Sumber: harianterbit
 
                         
                                 
                                             
                                             
                                             
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                 
                                                
Artikel Terkait
MKD DPR Tolak Pengunduran Diri Rahayu Saraswati, Dituding Cari Muka ke Prabowo
KPK Diminta Usut Tuntas Kasus Whoosh, Libatkan Mantan Pejakat
Rismon Sianipar Klaim Prabowo Tahu Soal Ijazah Gibran: Fakta dan Perkembangan Terbaru
Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh: DPR Dukung KPK Usut Tuntas