Penyaluran Rp200 Triliun Ala Menkeu Purbaya Dinilai Langgar Konstitusi dan 3 UU, Begini Penjelasannya!

- Selasa, 16 September 2025 | 13:35 WIB
Penyaluran Rp200 Triliun Ala Menkeu Purbaya Dinilai Langgar Konstitusi dan 3 UU, Begini Penjelasannya!




GELORA.ME - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa gembar-gembor soal kucuran dana Rp200 triliun ke bank. Tapi kebijakan itu bermasalah sajak awal.


Itu diungkapkan Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini. Ia mengatakan langkah tersebut menabrak konstitusi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dan tiga UU lainnya.


Karenanya, Didik meminta Presiden Prabowo meninjau kebijakan tersebut.


“Saya menganjurkan agar presiden turun tangan untuk menghentikan program dan praktek jalan pintas seperti ini karena telah melanggar setidaknya 3 undang-undang dan sekaligus konstitusi,” kata Didik dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (16/9/2025).


Ia menegaskan pemerintah tidak boleh melakukan pelemahan terhadap aturan-aturan. Seperti yang dilakukan pemerintahan sebelumnya.


“Kita tidak boleh melakukan pelemahan aturan main dan kelembagaan seperti yang dilakukan pemerintahan sebelumnya," ujar Didik.


Didik memaparkan pelanggaran dimaksud. Mulai dari Proses penyusunan, penetapan dan alokasi APBN diatur oleh: 1) UUD 1945 Pasal 23, 2) UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, dan 3) UU APBN setiap tahun.


Menurutnya, prosedur ketatanegaraan mesti dijalankan. Karena anggaran negara masuk ke dalam ranah publik.


Ia juga menilai pengucuran Rp200 triliun ke perbankan tersebut sebagai kebijakan spontan. Dianggapnya melanggar UU Keuangan Negara dan UU APBN, yang didasarkan pada UUD 1945.


Ketiga, menurutnya kebijakan yang benar harus dijalankan berdasarkan aturan. Jika tidak, di masa mendatang akan menjadi preseden anggaran publik yang dipakai seenaknya.


"Alokasi anggaran negara tidak bisa dijalankan atas perintah menteri atau perintah presiden sekalipun. Pejabat-pejabat negara tersebut harus taat aturan menjalankan kebijakan sesuai rencana kerja pemerintah (RKP), yang datang dari kementerian lembaga dan pemerintah daerah. Tidak ada tiba-tiba program datang nyelonong di tengah-tengah semaunya," jelas Didik.


Program-program yang disusun teratur ada di dalam nota keuangan yang secara resmi diajukan oleh pemerintah kepada DPR. 


Ia beranggapan, tiap program yang menjalankan anggaran negara tidak melalui proses legislasi adalah pelanggaran terhadap konstitusi.


" Jika ada kebijakan dan program nyelonong dengan memanfaatkan anggaran maka kebijakan tersebut hanya kehendak individu pejabat dan tidak ada proses legislasi, maka ini terindikasi melanggar konstitusi dan undang-undang negara," paparnya.


Baginya, tiap rupiah dari anggaran negara harus lewat pembahasan dengan DPR (Legislative Deliberation). 


Berdasarkan asumsi yang disepakati komisi DPR RI dalam pembahasan alokasi kementerian dan lembaga secara detail. 


Kemudian dirumuskan Badan Anggaran untuk disetujui DPR dalam sidang paripurna.


"Baru setelahh melewati proses legislasi seperti ini anggaran negara tersebut bisa dialokasikan untuk dilaksanakan di sektor-sektor oleh kementerian lembaga dan di daerah oleh pemda. Inilahh proses yang sah dari program pemerintah yang melibatkan alokasi anggaran negara. Tidak bisa lewat keputusan menteri atau SK gubernur," jelasnya.


Karenanya, ia mengatakan Pelaksanaan Anggaran & Pengelolaan Kas dijalankan oleh Kementerian Keuangan, baik penerimaan, belanja maupun utang.


Menurut Didik, semua pengelolaan tersebut harus berdasarkan dan diatur oleh undang-undang.


Pengeluaran dana Rp 200 triliun juga dianggap berpotensi melanggar UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara, seperti terlihat pada pasal 22, ayat 4, 8 dan 9.


Didik menjelaskan, Pasal 22 UU No. 1/2004 ayat (4) berbunyi, untuk kepentingan operasional (penerimaan negara dan APBN), Bendahara umum Negara dapat membuka rekening penerimaan (pajak dan PNBP) dan rekening pengeluaran (operasional APBN) di bank umum.


Kemudian pada ayat (8), rekening pengeluaran diisi dana dari RKUN (Rekening Umum Kas Negara) di Bank Sentral


Sementara di ayat (9) dalam UU yang sama, disebutkan jumlah dana yang disediakan di Rekening Umum Kas Negara pengeluaran (ayat 8) disesuaikan dengan kebutuhan pemerintah yang sudah ditetapkan di APBN.


"Pengeluaran anggaran negara untuk program-program yang tidak ditetapkan oleh APBN jelas melanggar Ayat 9. Ayat ini sangat jelas membatasi jumlah dan tujuan penempatan sebatas pada operasional pengeluaran sesuai rencana pemerintah yang sudah di tetapkan dalam APBN, bukan untuk program-program yang seingat di kepala lalu dijalankan," tegas Didik.


Didik menambahkan, tujuan dan jumlah penempatan dana pemerintah di bank umum hanya untuk kepentingan operasional pengeluaran APBN yang jumlah dan penggunaannya sudah ditetapkan DPR.


"Bukan untuk disalurkan oleh bank ke industri melalui skema kredit umum yang lepas dari pembiayaan APBN. Meskipun tujuannya baik, penempatan anggaran publik (dana pemerintah) di perbankan melenceng dari amanah Pasal 22 khususnya ayat 8 dan 9 UU No. 1/2004 tersebut," terang Didik.


"Pada ayat 4, Undang-Undang ini membolehkan Menteri Keuangan membuka rekening (penerimaan dan pengeluaran) di bank umum. Tetapi rekening tersebut terbatas pada kepentingan operasional APBN, bukan untuk melaksanakan program yang tidak ditetapkan APBN. Penempatan dana Rp 200 triliun rupiah dari anggaran negara secara spontan tersebut juga melanggar Pasal 22 ayat 4 UU 1/2004 tersebut," tambahnya.


Sumber: Fajar

Komentar