Gus Yaqut Terima Aliran Dana Korupsi Haji Rp1 Triliun Lewat Perantara?

- Minggu, 14 September 2025 | 20:55 WIB
Gus Yaqut Terima Aliran Dana Korupsi Haji Rp1 Triliun Lewat Perantara?




GELORA.ME - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami skandal besar yang mengguncang Kementerian Agama


Nama mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, terseret dalam pusaran kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji periode 2023–2024, dengan potensi kerugian negara yang fantastis mencapai lebih dari Rp1 triliun.


Lembaga antirasuah itu kini fokus menelusuri dugaan adanya aliran dana haram yang diterima oleh Gus Yaqut, sapaan akrabnya, melalui pihak perantara.


Penyelidikan ini menjadi babak baru setelah KPK secara resmi menaikkan status kasus ini ke tahap penyidikan pada 9 Agustus 2025, hanya dua hari setelah meminta keterangan dari Gus Yaqut.


Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa penelusuran aliran dana ini menjadi prioritas utama penyidik.


“Semuanya itu masih ditelusuri dan didalami,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo sebagaimana dilansir kantor berita Antara, Jumat (12/9/2025) lalu.


Untuk membongkar jaringan korupsi ini, KPK gencar memanggil dan memeriksa sejumlah saksi, baik dari internal Kementerian Agama maupun pihak eksternal yang dianggap mengetahui seluk-beluk perkara. 


Langkah ini diambil untuk membangun konstruksi perkara yang utuh dan kredibel.


“Supaya penyidik juga mendapatkan informasi yang utuh dan kredibel terkait dengan dugaan aliran uang,” katanya.


Meski demikian, KPK masih bersikap hati-hati dan belum mau membeberkan secara rinci siapa saja pihak yang telah menikmati uang panas dari korupsi kuota haji ini. 


Budi Prasetyo hanya memberikan gambaran umum mengenai arah penyidikan.


“Jadi, secara umum yang bisa kami sampaikan adalah adanya dugaan aliran uang kepada pihak-pihak di Kementerian Agama,” ujarnya.


Keseriusan KPK dalam mengusut kasus ini ditandai dengan langkah pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap tiga orang kunci pada 11 Agustus 2025, salah satunya adalah Yaqut Cholil Qoumas.


Pencekalan ini dilakukan bersamaan dengan pengumuman taksiran awal kerugian negara yang mencapai Rp1 triliun lebih, angka yang didapat dari hasil komunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.


Kasus ini tidak hanya menjadi sorotan KPK. Sebelumnya, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga telah mencium aroma tidak sedap dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024. 


Temuan utama Pansus menyoroti pembagian 20.000 kuota tambahan dari Pemerintah Arab Saudi yang dinilai janggal.


Saat itu, Kementerian Agama di bawah kepemimpinan Gus Yaqut membagi kuota tersebut dengan porsi 50:50, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.


Kebijakan ini secara terang-terangan menabrak Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang seharusnya mengalokasikan 92 persen kuota untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus.


Skandal Korupsi Haji Rp1 Triliun, Kapan KPK Umumkan Tersangka Agar Tak Rusak Reputasi NU?


Desakan keras datang dari internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak lagi mengulur waktu dalam penetapan tersangka skandal korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024.


Di tengah pusaran isu yang menyeret nama PBNU, A’wan PBNU, Abdul Muhaimin, meminta lembaga antirasuah itu bergerak cepat untuk memberikan kepastian hukum.


Permintaan ini mencuat setelah KPK mengonfirmasi tengah menelusuri aliran dana korupsi kuota haji yang diduga mengalir ke PBNU. 


Abdul Muhaimin khawatir, jika penetapan tersangka ditunda-tunda, citra NU sebagai organisasi akan terus tergerus oleh ulah oknum yang tidak bertanggung jawab.


“Segera umumkan tersangkanya supaya tidak ada kesan KPK memainkan tempo yang membuat resah internal NU, khususnya warga,” ujar Abdul dalam keterangannya, sebagaimana dilansir kantor berita Antara, Sabtu (13/9/2025).


Ia menegaskan bahwa dugaan korupsi ini murni perbuatan individu yang menyalahgunakan nama besar NU untuk keuntungan pribadi. 


Menurutnya, tidak ada sangkut paut langsung antara tindakan koruptif tersebut dengan institusi PBNU secara kelembagaan.


"Jadi, tidak ada kaitan langsung dengan institusi, hanya oknum staf. Karena itu, bila tidak segera diumumkan tersangka, dikesankan KPK sengaja merusak reputasi NU secara kelembagaan,” katanya.


Meski demikian, Abdul Muhaimin memastikan bahwa para kiai dan warga NU tetap memberikan dukungan penuh kepada KPK untuk membongkar kasus ini hingga ke akarnya. 


Ia mempersilakan KPK menelusuri aliran dana sejauh apa pun, sekalipun jika nantinya melibatkan petinggi PBNU.


“Itu tugas KPK, kami mendukung dan patuhi penegakan hukum,” ujarnya.


KPK sendiri telah memulai penyidikan kasus ini sejak 9 Agustus 2025, dua hari setelah meminta keterangan dari mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. 


Lembaga ini juga telah menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak jejak uang haram dari skandal ini.


Pihak KPK menjelaskan bahwa penelusuran aliran dana ke PBNU bukanlah upaya untuk mendiskreditkan organisasi, melainkan bagian dari prosedur standar untuk memulihkan kerugian keuangan negara yang ditaksir mencapai angka fantastis.


Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan bahwa penghitungan awal kerugian negara dalam kasus ini telah menembus Rp1 triliun. 


Sebagai langkah antisipasi, KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.


Skandal ini tidak hanya ditangani oleh KPK. Sebelumnya, Pansus Angket Haji DPR RI juga telah menemukan berbagai kejanggalan dalam penyelenggaraan haji 2024. 


Sorotan utama pansus tertuju pada pembagian kuota tambahan sebanyak 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi yang dibagi rata 50:50, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.


Kebijakan yang diambil Kementerian Agama dengan dalih efektivitas penyerapan kuota ini dinilai menabrak aturan. 


Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.


Sumber: Suara

Komentar